Mantan Aktivis Buruh yang Banting Stir Tekuni Bisnis Kue
Pengalamananya menjadi buruh pabrik yang diabaikan haknya, mendorong Choirul Mahpuduah ingin bekerja secara mandiri. Tak hanya itu, dia juga berkeinginan mengangkat orang-orang di sekitarnya juga ikut bisa mandiri bersamanya dalam hal perekonomian.
Keinginan itu pun tak sekedar keinginan. Sejak 1993 setelah ia berhenti menjadi buruh pabrik, Irul biasa ia disapa mendorong masyarakat untuk mandiri. Fokusnya adalah warga di sekitar tempat tinggalnya di kawasan Rungkut Lor II Surabaya.
Usahanya pun tak sia-sia. Kini kampung Rungkut Lor II Surabaya dikenal sebagai Kampung Kue. Disebut Kampung Kue bukan tanpa alasan. Pasalnya ada sekitar 65 warga Rungkut Lor II menekuni bisnis menjadi pembuat dan penjual kue. Varian kue yang diproduksi warga pun tak seragam. Ada sekitar 70 varian kue basah dan beberapa kue kering yang dijajakan.
"Kenapa saya melakukan ini. Karena saya selalu ingat pesan ibu saya sebelum saya ke Surabaya. 'Tidak masalah pergi ke Surabaya, asalkan harus jadi orang yang jujur dan bermanfaat bagi orang lain, begitu kata ibu saya," ujar ibu anak dua tersebut.
Pesan inilah yang selalu diingat Irul sampai saat ini dia benar-benar menjadi orang yang bermanfaat bagi keluarga serta orang sekitar. Pengalamannya sebagai mantan aktivis buruh sekaligus pendidikannya di Fakultas Hukum Universitas Kartini Surabaya menjadi modal Irul untuk mengorganisasir warganya.
"Saya dulu aktivis buruh. Dari sini saya banyak melakukan diskusi dan bertemu orang-orang hebat seperti Munir, Marsinah dan lainnya. Dari pengalaman ini saya punya bekal bagaimana cara mengorganisir warga," jelasnya.
Irul menceritakan, saat mengajak warga mengikuti pelatihan atau workshop dirinya juga sering menerima penolakan dari warga. Tapi berbagai penolakan itu, tak membuat Irul menjadi menyerah. Dia malah merasa tertantang untuk mengajak warga sekitar rumahnya. Dan lagi, dalam mengajak warga, Irul mempunyai prinsip silahkan ikut, kalau tidak mau juga tak memaksa.
Lambat laun, ajakannya kepada warga untuk mandiri secara ekonomi dengan menekuni bisnis kue akhirnya menunjukkan hasilnya. Bahkan warga yang dulunya menolak, kini malah berbalik ikut bergabung.
"Siapapun dari warga yang ingin ikut bergabung saya terima. Karena ini kan memang terbuka untuk siapa saja yang mau mandiri. Apalagi di kampung kue sistemnya kolaborasi," ucap Irul.
Melihat perkembangan kampung yang sudah memasuki tahun kesepuluh sebagai kampung penghasil kue, Choirul merasa sangat senang.
"Meskipun memang dulu harus jatuh bangun. Beberapa warga juga kini membuat kampung unggulan lain. Seperti Kampung Markisa di Gresik dan Kampung Ketela di Pacitan," ujar dia.
Tak hanya mendorong dan mengorganisir pelatihan, Irul juga mengatakan bahwa dirinya juga membuat usaha dengan brand Pawon Kue.
Pawon kue milik Irul memproduksi beragam kue kering. Mulai dari almond crispy, nastar, lidah kucing, sagu keju, choco chips, semanggi krispi, dan sederet camilan lainnya.
"Dengan usaha ini orang-orang jadi bisa melihat bahwa saya tidak sekadar ngomong. Saya juga mengalami yang namanya kekurangan modal dan menjalankan strategi pemasaran, pengemasan, dan sebagainya," tandasnya.
Kata Irul, apa yang selama ini saya sampaikan merupakan pengalaman pribadi, bukan dari teori. Meskipun sebenarnya saya dulu tidak ada basic memasak kue kering atau pun pemasaran.
"Tapi saya bisa melakukannya. Dan yang lain pun juga bisa kalau ada kemampuan," imbuhnya.
Di mata warga Rungkut Lor II pun Irul menjadi sosok yang inspiratif karena semangatnya yang tinggi.
"Bu Irul itu orangnya sangat semangat. Apapun info yang ia dapatkan selalu diberitahu pada warga. Dan kalau ada warga berselisih tengang dia juga bisa jadi penengah. Bagus orangnya," kata salah satu warga, Wycha Febriana Puspita Sari.