Manifesto Akademisi dan Tokoh Masyarakat Jawa Timur
Pada saat memerdekakan Indonesia, para pendiri republik bersepakat untuk memilih bentuk republik sebagai sistem kenegaraan negara kita, bukan monarkhi dan bukan pula kerajaan. Maknanya Republik Indonesia adalah milik semua bukan milik sekelompok kaum bangsawan maupun yang golongan kaya saja.
Indonesia adalah milik semua warga yang diperlakukan setara. Pilihan terhadap republik artinya Republik Indonesia memiliki tujuan bernegara yang menempatkan kekuasaan di bawah konstitusi yang menegaskan dirinya sebagai negara hukum, rule of law bukan rule by the law. Memilih sistem republik artinya dalam Republik Indonesia tidak diperkenankan seorang Presiden maupun segenap penyelenggara negara memanfaatkan akses kekuasaan dan sumber daya negara untuk kepentingan privat, keluarga maupun kepentingan2 personal apapun tujuan dan caranya.
Sementara itu kita menyaksikan berbagai pemelencengan-pemelencengan terhadap prinsip-prinsip republik tengah berlangsung dalam beberapa waktu terakhir demi kepentingan personal kekuasaan. Mulai dari upaya untuk memanfaatkan MK untuk mengubah aturan syarat mendaftar capres maupun cawapres sebagai celah hukum yang memberi jalan kepada Gibran Rakabuming Raka maju sebagai cawapres, indikasi penggunaan fasilitas negara maupun aparat negara demi kepentingan politik partisan elektoral, sampai ketidaktegasan kepemimpinan pemerintah untuk menunjukkan netralitas dalam ucapan dan tindakan dalam pilpres 2004, yang memiliki kecenderungan membela paslon tertentu yang memiliki hubungan kekeluargaan. Hal ini menunjukkan ketidakadaan teladan etis republik yang seharusnya dicontohkan oleh pemimpin republik.
Dalam perjalanan Republik Indonesia, perjuangan menegakkan demokrasi semenjak tahun 1998 dengan jatuhnya Suharto telah membawa korbanan-korbanan luar biasa—darah, nyawa dan airmata. Semenjak itu pelan-pelan seluruh warga Indonesia dan bangunan kelembagaan Republik Indonesia perlahan-lahan melangkah menuju tatanan demokrasi yang diperkuat dan diikat oleh TAP MPR tahun 1999 perihal Penyelenggaran Negara yang bersih dan anti KKN, menegaskan ikrar kita terhadap tegaknya etika republik dalam bernegara.
Atas dasar itulah kita sebagai bagian dari entitas masyarakat sipil tidak menghendaki Republik Indonesia untuk jatuh kembali pada situasi kegelapan yang mengkhianati jati dirinya sebagai negara Republik, sekaligus negara demokrasi. Oleh karena itu kami menyerukan secara tegas kepada Presiden Republik Indonesia untuk tidak meninggalkan prinsip republik yang menjadi nilai-nilai etis Pancasila, amanat reformasi berkaitan dengan demokrasi dan bebas KKN untuk tidak memihak kepada salah satu paslon dalam Pilpres 2024, apalagi paslon yang bersangkutan terindikasi bertabrakan dengan prinsip republik, amanah reformasi dan demokrasi.
Hal yang perlu diingat kembali oleh Presiden bahwa legitimasi maupun dukungan rakyat kepada pemerintahannya semenjak 9 tahun lalu tidak bisa dilepaskan dari harapan bahwa Presiden akan menjalankan etika republik dan merawat demokrasi maupun pemerintahan yang bebas KKN. Hendaknya demikian pula saat akan mengakhiri pemerintahannya Presiden seharusnya mengambil sikap yang tidak menodai prinsip-prinsip utama tersebut.
Yang bertandatangan di bawah ini:
1) Prof Dr Ramlan Surbakti (Professor Ilmu Politik Universitas Airlangga).
2) Haryadi (warga negara, keluarga besar Departemen Politik Fisip Universitas Airlangga).
3) Dr Airlangga Pribadi Kusman (Pengajar Departemen Politik FISIP Universitas Airlangga Surabaya).
4) Dr Dede Oetomo, Pengajar Ilmu Sosial Kritis di beberapa universitas di Surabaya)
5) Muhammad Yunus MA ( Pengajar Departemen Hubungan Internasional FISIP Universitas Airlangga).
6) Febby R Widjayanto MA, Pengajar Departemen Politik FISIP Universitas Airlangga).
7) Dr Kris Nugroho ( Pengajar Departemen Politik FISIP Universitas Airlangga).
8. Dr Tuti Rahayu (Pengajar Departemen Sosiologi FISIP Universitas Airlangga).
9. Joko Susanto MSc (Pengajar Departemen Hubungan Internasional FISIP Universitas Airlangga). 10. Dr.Dwi Windyastuti Budi Hendrarti, Dosen Ilmu Politik Fisip Unair.
11. Puspa Cintanya Djatmiko, Dosen Ilmu Politik Fisip Unair
Advertisement