Manhaj Tarjih Muhammadiyah, Ternyata Ini Tumpuannya
Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid (MTT) Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Syamsul Anwar mengatakan, dalam memahami tarjih jangan hanya difahami sebagaimana menurut pengertian aslinya dalam usul fikih yaitu memperbandingkan.
Dalam memahami agama ada cara-cara tertentu yang di dalam Muhammadiyah disebut Manhaj Tarjih. “Jadi manhaj tarjih adalah satu sistem yang terdiri dari empat komponen yang menjadi landasan untuk memahami agama menurut Majelis Tarjih,” jelas Syamsul, dalam keterangan diterima ngopibareng.id.
Keempat komponen tersebut memuat unsur-unsur (1) wawasan (atau semangat/persfektif), (2) sumber ajaran, (3) pendekatan, (4) metode (prosedur teknis) tertentu yang menjadi pegangan dalam kegiatan ketarjihan.
“Kegiatan ketarjihan itu artinya proses pemahaman agama dalam rangka merespon berbagai masalah yang timbul,” terang Syamsul, dalam Pengajian Tarjih Muhammadiyah edisi ke 2 pada Rabu (28/3) bertempat di Serambi Masjid Gedhe Kauman Yogyakarta.
Syamsul juga menjelaskan, manhaj tarjih tidak sekadar bertumpu pada sejumlah prosedur teknis an sich. Hal itu juga dilandasi oleh wawasan/persfektif pemahaman agama yang menjadi karakteristik pemikiran Islam dalam Muhammadiyah yang meliputi lima hal.
Pertama wawasan paham agama, putusan tarjih mendefinisikan agama (yaitu agama Islam) yang dibawa oleh nabi Muhammad saw ialah apa yang diturunkan Allah di dalam Qur’an dan yang tersebut dalam sunnah yang sahih. Berupa perintah-perintah dan larangan-larangan serta petunjuk-petunjuk untuk kebaikan manusia di Dunia dan Akhirat (Anwar, 2005).
Kedua wawasan tidak berafiliasi mazhab tertentu, memahami agama dalam persfektif tarjih dilakukan langsung dari sumber-sumber pokoknya, Al-Qur’an dan Sunnah melalui proses ijtihad dengan metode ijtihad yang ada. namun ini tidak berarti menafikan berbagai pendapat fukaha yang ada.
Ketiga wawasan toleransi, dalam “Penerangan tentang Hal Tardjih” yang dikeluarkan tahun 1936, dinyatakan “Kepoetoesan tardjih moelai dari meroendingkan sampai kepada tidak ada sifat perlawanan, jakni menentang ataoe menjatoehkan segala jang tidak dipilih oleh Tardjih itoe.” Pernyataan ini menggambarkan bahwa Tarjih Muhammadiyah tidak menegasikan pendapat lain apalagi menyatkan tidak benar.
Keempat wawasan keterbukaan, artinya bahwa segala yang diputuskan oleh Tarjih dapat dikritik dalam rangka melakukan perbaikan, di mana apabila ditemukan dalil dan argument lebih kuat, maka Majelis Tarjih akan membahasnya dan mengoreksi dalil dan argument yang dinilai kurang kuat.
Kelima wawasan tajdid, dalam hal ini mempunyai dua arti, dalam bidang akidah dan ibadah tajdid bermakna pemurnian dalam arti mengembalikan akidah dan ibadah kepada kemurniannya sesuai dengan Sunnah Nabi saw. Dalam bidang muamalat duniawiah, tajdid berarti mendinamisasikan kehidupan masyarakat dengan semangat kreatif dan inovatif sesuai tuntutan zaman.
Oleh karena itu, dalam lingkungan Muhammadiyah tarjih diartikan sebagai setiap aktivitas intelektual untuk merespon permasalahan sosial dan kemanusiaan dari sudut pandang agama Islam.
“Dari situ tampak bahwa bertarjih artinya sama atau hampir sama dengan melakukan ijtihad mengenai suatu permasalahan dilihat dari persfektif Islam,”pungkas Syamsul. (adi)
Advertisement