Mangrove Wonorejo, Penjaga Ekosistem Pamurbaya
Meskipun sudah berpaving jalan menuju hutan mangrove masih bergelombang. Hamparan tambak-tambak di sekitar mangrove dipenuh air bercampur tumbuhan laut. Kiri kanan jalan rumah-rumah nelayan Kelurahan Wonorejo berjejer.
Di pintu masuk terpasang palang pintu bertuliskan "Hutan Mangrove Wonorejo" lengkap dengan ikon Surabaya. Disampingnya ada bangunan gazebo berukuran 6 x 7 meter bercat oranye. Gazebo ini untuk tempat istirahat bagi pengunjung.
Geser sedikit ke arah kiri ada bangunan mushala yang disediakan bagi pengunjung untuk menunaikan ibadah, setelah jalan-jalan melihat hutan pantai Surabaya.
Siang itu, usai shalat Jumat cuaca mendung menggelayut langit Wonorejo. Seorang pria bertubuh gemuk berjalan menyambut kehadiran ngopibareng.id. Dengan secangkir kopi, pria yang mengenalkan diri bernama Ruswito itu duduk santai mengenakan kaos hitam dan celana abu.
Ruswito merupakan penanggung jawab Hutan Mangrove Wonorejo sejak 5 tahun yang lalu. Ia menceritakan bahwa satu-satunya hutan mangrove Surabaya yang menjadi destinasi wisata ini banyak mengalami perubahan sejak 2014.
"Sekarang hutannya lebih lebat dan rindang. Banyak sekali pengunjungnya," katanya, sesekali sambil menghisap rokok.
Pria asli Lamongan itu menceritakan perjalanan panjang hutan mangrove Wonorejo. Tahun 2014, pohon mangrove di Wonorejo ini tidak begitu banyak. Di samping itu banyak sampah-sampah berserakan. Pohonnya masih kecil-kecil.
Melihat ini, Ruswito berinisiatif mengubah hutan mangrove agar lebih asri. Ini dilakukan dengan koordinasi bersama Pemerintah Kota Surabaya melalui penanaman pohon mangrove rutin setiap hari. Kemudian membersihkan sampah-sampah plastik dan merawat tanaman yang berada di sekitar 800 hektar.
"Kami selalu berkoordinasi dengan Pemkot Surabaya melalui Dinas Ketahanan Pangan dan Petanian (DKPP). Hampir setiap hari saya berkomunikasi baik melalui media sosial maupun bertemu langsung," katanya.
Penanaman, Penyulaman, dan Pembibitan Secara Kontinu
Untuk penanaman pohon mangrove, kata Ruswito, biasanya dilakukan pagi hari setelah melakukan bersih-bersih sampah. "Setelah bersih-bersih sekitar jam 09.00 WIB biasanya kami langsung melakukan penanaman. Meskipun cuma 10 hingga 15 pohon. Ini biasanya hanya mengganti pohon mangrove yang mati atau rusak," katanya.
Kata Ruswito, vegetasi asli yang tumbuh di daerah ini didominasi oleh bakau (Rizhophora mucronata, Rizhophora apiculata), api-api (Avicennia alba), pidada (Sonneratia caseolaris), kendeka (Bruguiera gymnorrhiza) dan buta-buta (Excoecaria agallocha). Beberapa jenis tumbuhan lain juga ditemukan di kawasan ini seperti ketapang (Terminalia catapa), trembesi (samanea saman) dan nipah (Nypa fructicans).
"Tanaman ini memiliki akar yang kuat dan mampu menahan gelombang air laut, sehingga bisa menahan abrasi. Karena itu tanaman Rhizopora Mucronata ini paling bagus ditanam di laut karena bisa menahan angin kencang dan ombak besar," katanya.
Alasan lain, lanjut Ruswito, tanaman bakau ini bisa membantu nelayan untuk mendapatkan ikan. Karena akar tanaman bakau ini disukai ikan dan kepiting.
"Malah sekarang bisa dimanfaatkan untuk bahan kosmetik, bahan campuran kue, dan sirup. Sudah banyak warga memanfaatkan buah-buah tanaman bakau baik jenis Kendeka, Bogem, maupun Rizhophora Mucronata," katanya.
Selain itu, lanjut Ruswito, ada pula tanaman sejenis bakau dan nonbakau introduksi (hasil kegiatan reboisasi). Misalnya waru larut (Hibiscus tilliaceus), tanjang (Bruguiera gymnorrhiza), nyamplung (Callophylum inophyllum), bintaro (Cerberamanghas), akasia (Acacia auriculiformis), asem (Tamarindus indica), dan lamtoro (Paraseriantes falcataria).
"Tanaman ini untuk membuat rimbun, sehingga menjadi teduh. Jika dirasa kurang rimbun, akan ditanami lagi. Untuk bibit tanamannya sudah disediakan DKPP," katanya.
Kata Ruswito, dalam 4 tahun terakhir ada 5 hektar tanaman Bruguiera gymnorrhiza yang ditanam di dekat tambak. Jumlahnya sekitar 50 ribu pohon.
Kemudian, ada penambahan tanaman 20 ribu pohon yang ditanam di lahan seluas 2 hektar. Sejak akhir 2019, Wonorejo sudah tidak mampu ditanami pohon baru. Hal ini dikarenakan lahannya sudah dipenuhi Bruguiera gymnorrhiza. Oleh karenya, penanaman pohon dilakukan di laut, khususnya Wonorejo dan Keputih.
"Di laut wonorejo kira-kira ada 30 hektar yang sudah ditanami Rhizopora mucronata. Setiap bulan pasti ada penanaman ulang, sekitar 5 hingga 10 kali," kata Ruswito
Sementara, untuk di Keputih dari 70 hektar lahan baru 4 hektar yang ditanami Rhizopora mucronata. "Untuk jumlah pohon yang sudah ada di Keputih baru mencapai 40 ribu," katanya, sambil sesekali menyeruput kopinya.
Selain penanaman, ada juga penyulaman. Penyulaman ini artinya mengganti tanaman yang mati dan rusak. Ruswito mengatakan, untuk melihat tanaman hidup atau mati pihaknya selalu melakukan pemantauan yang dilakukan setiap saat.
"Kami selalu mantau dengan menyisir tanaman-tanaman mangrove. Kalau ada yang mati atau rusak kita ganti yang baru. Setiap bulan paling tidak ada 20 tanaman baru berukuran antara 80 sampai 90 cm," katanya.
Dalam mengelola mangrove Wonorejo, Ruswito dibantu 16 petugas outsourcing dari DKPP. Beruntungnya, petugas ini memiliki jaminan kesehatan berupa BPJS dari pemerintah lokal jika ada kecelakaan kerja.
Pembaruan Fasilitas Ekowisata di Hutan Mangrove
Kata Ruswito, hutan Mangrove Wonorejo ini selain sebagai penyangga pantai timur Surabaya (Pamurbaya) juga sebagai wahana ekowisata yang mudah diakses.
Mangrove Wonorejo kerap dikunjungi banyak wisatawan, baik lokal maupun mancanegara. Daya tarik hutan mangrove yang eksotis, selain menjadi habitat asli bagi sekawanan burung langka endemik Jawa Timur, juga menjadi alasan utama mengapa objek ekowisata yang satu ini patut untuk dikunjungi.
Karena itu, untuk kenyamanan pengunjung Pemkot Surabaya membangun berbagai fasilitas, seperti kolam pancing, jogging track, kantin, pendopo, gazebo, dan sarana prasarana lain.
Jogging track Ekowisata Mangrove Wonorejo mempunyai panjang sekitar 2 km. Sepanjang perjalanan pengunjung disajikan pemandangan tanaman mangrove di sisi kiri dan kanan.
Suasana ini menjadi terasa eksotis dengan bunyi kicauan burung yang kerap terdengar dari ranting-ranting pohon. Selain itu, sesekali juga bisa melihat kepiting rawa di akar mangrove yang menjadi habitat hewan bercapit ini.
Fasilitas yang disediakan ini selalu diperbarui demi kenyamanan pengunjung. Seperti pembaruan pada area jogging track. "Meski gratis, kenyamanan pengunjung kami perhatikan. Tahun kemarin kita melakukan penggantian alas Jogging Track dengan papan kayu agar lebih nyaman saat dimanfaatkan pengunjung," katanya.
Lanjut Ruswito, mangrove Wonorejo ini akan dihubungkan dengan mangrove di gunung anyar sebagai kebun raya mangrove. "Bu Risma rencananya akan membangun kebun raya mangrove. Sekarang pembebasan lahan masih sampai Medokan Ayu. Ini masih proses, karena gak bisa instan," katanya.