Upaya Sanggar MTB Gelar Panggung Ludruk Saat Pandemi
Lantunan gendhing dan suara sinden menggema ketika memasuki gedung utama BK3S Jawa Timur, di Jalan Raya Tenggilis, Mejoyo, Surabaya. Berderet kursi terlihat tertata rapi, berjarak sedepa antara satu dengan yang lain. Beberapa kursi terisi sejumlah orang bermasker. Perhatian mereka tertuju pada panggung utama. Petang itu, anggota sanggar Medhang Taruna Budaya (MTB) mementaskan seni ludruk dengan mematuhi protokol kesehatan.
“Kami sekarang gladi resik, tanggal 27 Agustus 2020 kami akan tampil di gedung ini. Kami diminta mengisi acara untuk peringatan Hari Anak Nasional,” kata Sri Wahyuni, pendiri sanggar MTB kepada Ngopibareng.id, Rabu, 26 Agustus 2020.
Sembari duduk dan memantau anak didiknya, Sri Wahyuni mengatakan pementasan ini sungguh berarti. Pasalnya manggung kali ini adalah show pertama saat pandemi.
Sejak Maret 2020, segala aktifitas pertunjukan seni dibatalkan. Terhitung sudah ada tiga jadwal manggung yang gagal. Salah satunya mengisi acara di Alun-alun Balai Pemuda Surabaya.
Tak heran, anggota MTB tampak semangat dan antusias. Mereka telah latihan sebanyak 12 kali untuk mematangkan persiapan. Bahkan, agar pementasan berjalan maksimal, Sri Wahyuni berkolaborasi dengan Sabil Lugito dan Diki Rahmansyah. Sabil yang aktif di dunia ludruk dipercaya mengarahkan aksi panggung para kru.
“Kami terakhir pentas pada Februari 2020 di sebuah hotel. Setelahnya kami nggak pentas sama sekali karena pandemi. Banyak acara manggung yang batal, baru berhasil tampil ya besok itu. Makanya ini kami harus total,” ujarnya.
Semangat Lestarikan Budaya
Sanggar yang dikelola Sri Wahyuni sejak 27 Oktober 2010 itu beranggotakan 62 orang. Mulai dari anak usia taman kanak-kanak (TK) hingga mahasiswa. Salah satu murid sanggar, Kayla Zahra Mecca dan Kayza Izza Medina, mengaku senang lantaran bisa kembali pentas. Sejak pandemi, Kayla dan Kayza hanya disibukkan dengan kelas daring dan gim online.
“Saya senang bisa kembali tampil karena kemarin sempat vakum beberapa bulan. Setiap hari saya latihan sejak pukul 16.00 hingga 19.00 WIB. Wlaau capek saya sangat bahagia,” kata Kayla dengan ekspresi bahagia.
Kayla dan Kayza bergabung di sanggar MTB sejak tiga tahun terakhir. Keduanya tertarik melestarikan kebudayaan Indonesia. Kayla dan Kayza mulai mengenal sanggar MTB dari kegiatan ekstra kurikulernya di sekolah. Dari sanggar MTB, Kayla dan Kayza berhasil menorehkan prestasi. Keduanya menyabet piala pada Festival Tari Nasional tahun dan Gamelan Internasional.
“Kami suka karawitan dan menari remo. Dengan bergabung di MTB kami bangga bisa turut melestarikan budaya karena asli Indonesia. Kami juga mengisi waktu luang dan terhindar dari kecanduan ponsel” celetuk Kayza.
Senada dengan Kayla dan Kayza, anggota sanggar MTB yang lain Jessica Ivan Safira mengaku hal serupa. Bocah berusia sembilan tahun ini sudah mendalami tari di sanggar MTB sejak ia TK.
Jessica tertarik melestarikan budaya tari setelah melihat video di kanal Youtube. “Saya pingin ikut nari setelah lihat Youtube. Pas jalan-jalan ke Balai Pemuda saya lihat MTB dan langsung bergabung. Saya juga ingin melestarikan budaya juga,” tutup Jessica.
Berita ini mengalami koreksi, pada Kamis, 27 Agustus 2020, pukul. MTB menyelenggarakan ludruk, bukan karawitan. Redaksi memohon maaf.
Advertisement