Perajin Masker Bermunculan, Bukan Semata karena Motif Bisnis
Imbauan memakai masker hanya untuk yang sakit dan terinfeksi virus corona atau Covid-19, yang sering disampaikan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto, sudah tak berlaku lagi. Kini, pemerintah meminta seluruh masyarakat untuk memakai pelindung mulut dan hidung tersebut, terutama ketika berada di luar rumah.
“Mulai hari ini, sesuai dengan rekomendasi WHO, semua harus menggunakan masker,” kata Presiden Joko Widodo di dalam rapat melalui teleconference dari Istana Bogor, Senin 6 April 2020.
Imbauan memakai masker kain menjadi pilihan terbaik di tengah semakin mahal dan langkanya masker bedah dan N95 di pasaran. Pesan Presiden itu berdasarkan pada temuan WHO terhadap kasus individu yang positif Covid-19 dan tidak mengalami gejala. Orang ini tidak merasa sakit, tapi menularkan ke banyak orang. Dampaknya, jumlah orang yang terinfeksi semakin banyak.
Masyarakat umum dapat memakai masker berbahan dasar kain. Sementara, tenaga kesehatan wajib mengenakan masker bedah dan N95.
Anjuran Presiden tersebut, oleh sejumlah ibu rumah tangga yang mempunyai keahlian menjahit, ditangkap sebagai peluang, yang bisa diolah menjadi uang. Beberapa daerah mulai bermunculan perajin masker dadakan. Cara mengerjakannya mudah dan cepat, dibanding membuat APD (Alat Pelindung Diri) yang dibutuhkan paramedis.
Suyati, salah satu ibu rumah tangga yang menangkap peluang tersebut. Ketika berbincang dengan Ngopibareng.id, ibu dua anak asal Karanganyar, Jawa Tengah, mengatakan tergerak hatinya membuat masker dari bahan kain setelah melihat dan mendengarkan keluhan banyak orang yang kesulitan mendapatkan masker. Kalau ada itu pun harganya mahal.
"Itu yang menggerakkan hati saya untuk membuat masker, bukan memanfaatkan kesempatan," ujar Suyati.
Sebelum menjadi perajin masker, ibu berusia 50 tahun ini, sudah berkonsultasi dengan dokter spesialis paru RS Persahabatan, Erlin Burhan.
"Semua petunjuknya saya ikuti. Alhamdulilah banyak yang pesan dari rumah sakit, masjid, gereja dan lembaga sosial. Ada yang dijual lagi dan ada yang dibagikan secara cuma-cuma," katanya.
Yati baru mengetahui maskernya dipakai banyak orang setelah diberi tahu temannya. Maklum, Yati hampir tak pernah beranjak dari "lapaknya" yang bernama Penjahit Yati Pasar Kopro, Tanjung Duren, Jakarta Barat.
Setiap hari bisa menghasilkan 80-90 lusin masker beraneka warna. "Setiap lusin saya hargai Rp60.000. Untuk lembaga sosial harganya bisa lebih murah," kata perajin masker dadakan yang sibuk melayani pesanan.
Dokter Spesialis Paru Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan Erlina Burhan secara terpisah menjelaskan penggunaan masker kain bisa menjadi alternatif bagi warga yang sehat sebagai bagian proteksi diri dari ancaman virus.
"Masker kain atau buatan rumah menjadi pilihan terakhir untuk mencegah penularan virus melalui partikel kecil (droplet) setelah masker N95 dan masker bedah," ujarnya.
Batas waktu pemakaian masker jenis ini maksimal empat jam. Setelah itu, setiap pemakai wajib mencucinya dengan sabun dan air sebelum dipakai kembali.
Pemakaian masker kain tak serta-merta membuat seseorang terlindung 100% dari virus corona, tapi bisa menghambat penularannya. Erlin mengingatkan setiap orang harus tetap menjaga jarak (physical distancing), mencuci tangan dengan sabun, serta beraktivitas di dalam rumah jika tidak ada keperluan penting.