Mandi Peluh, Membangunan Jembatan Sementara Klamono
Balai Pelaksana Jalan Nasional XVII Manokwari, Satuan Kerja II Sorong, berkejaran dengan waktu untuk membangun jembatan sementara di Distrik Klamono, Kabupaten Sorong.
Mereka berkejaran dengan waktu, karena targetnya sebelum Natal tiba, jembatan sementara Klamono ini sudah bisa terpakai. Padahal, sesuai dengan kontrak kerja, pekerjaan pembangunan jembatan sementara di Distrik Klamono ini baru dimulai awal Oktober dan harus rampung sebelum Natal tiba.
"Tapi melihat perkembangan pembangunan jembatan, kami optimis target itu bisa tercapai," kata Antonio Dacosta ST, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) II 03 Balai XVII Manokwari Papua Barat, Satuan Kerja Pelaksana Jalan Nasional II Sorong.
Jembatan lama di Distrik Klamono memang sudah waktunya untuk diperbaiki. Jembatan yang dibangun sekitar tahun 1993 ini, di salah satu portal atau dudukan bentang jembatan sudah mengalami kemiringan di salah satu sisinya. Kemiringannya bahkan sudah mencapai 57 persen.
Jika tak ditangani secara cepat, dikhawatirkan jembatan lama kemungkinan terburuknya bisa ambruk. Padahal, jembatan ini mempunyai peran yang sangat vital.
Jembatan ini menghubungkan antara Kabupaten Sorong dengan Kabupaten Maybrat dan Sorong Selatan. Jika sampai ambruk, maka bisa dipastikan distribusi logistik menuju kedua kabupaten tadi bakal tersendat. Padahal distribusi logistik selama ini lebih banyak berasal dari Sorong.
Selain berpengaruh terhadap distribusi logistik, untuk kepentingan jangka pendek pembangunan jembatan sementara di Distrik Klamono berkaitan dengan arus mudik menjelang Natal nanti.
Asal tahu saja, meski tak sepadat di Jawa, tradisi mudik ternyata dikenal warga Papua Barat. Saat menjelang Natal mereka biasanya sambang saudara dan handai taulan untuk sekedar mengucapkan selamat Natal.
Jika melihat perkembangan pembangunan jembatan sementara di Distrik Klamono ini, seolah semuanya berjalan lancar. Padahal, di balik itu ada perjuangan yang melelahkan. Terutama berkaitan dengan pasokan bahan material pembangunan seperti semen, tiang pancang beton dan perizinan.
Misalnya kendala perizinan. Jembatan sementara yang dibangun ini menempati dermaga mili Kementerian Perhubungan. Dermaga ini sebenarnya dalam kondisi yang tak layak. Namun karena sudah dicatat sebagai aset negara, dermaga ini tak boleh dihilangkan.
"Solusinya, dermaga yang sudah tak layak ini dibongkar. Setelah pembangunan jembatan selesai, dermaga ini akan dibangun kembali," kata Antonio Da'Costa.
Untuk masalah perizinan ini lumayan memakan waktu. Dalam perhitungan Antonio Da'Costa setidak proses keluarnya perizinan memakan waktu sekitar tiga minggu.
Belum lagi kendala pasokan semen. Pasokan semen masih menjadi salah kendala pembangunan di Papua Barat. Meski di Sorong sudah terbangun pabrik semen, namun produksinya masih belum mencukupi untuk pembangunan infrastruktur di Papua Barat yang sedang gencar-gencarnya. Butuh berbulan-bulan inden untuk memenuhi kebutuhan pembangunan.
Begitu juga dengan ketersediaan tiang pancang. Tiang pancang masih harus mendatangkan dari Surabaya. Butuh waktu berminggu-minggu untuk pengiriman. Kalau pun barangnya sudah datang di pelabuhan. Tak bisa langsung dikeluarkan. Butuh sekitar lima hari untuk bisa keluar dari pelabuhan. Karena yang menjadi prioritas utama untuk keluar dari pelabuhan adalah sembako.
"Makanya untuk menggarap proyek di Sorong, kita harus mengetahui kontraktor yang akan menangani mempunyai sistem supply and chains yang bagus. Agar pembangunan berjalan lancar," pungkas Antonio Da'Costa. (amr)