Mandi Lumpur, Mandinya Pemedsos-Pengemis
Oleh: Djono W. Oesman
Nenek Sari, 55 tahun, mandi lumpur di TikTok. Heboh. Mensos Tri Rismaharini menerbitkan Surat Edaran Nomor 2 Tahun 2023 melarang itu. Kabareskrim Polri, Komjen Agus Andrianto perintahkan, itu segera ditindak.
------------
"Ditindak saja, jangan ragu-ragu," kata Komjen Agus Andrianto kepada pers Rabu, 25 Januari 2023, menirukan instruksinya kepada anak buah.
Instruksi kepada Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Brigjen Adi Vivid Agustiari Bachtiar.
Komjen Agus: "Saya sudah minta Pak Dirsiber untuk terus memonitor mana yang kira-kira meresahkan masyarakat, mencederai rasa keadilan masyarakat, ditindak saja, jangan ragu."
Mengapa ditindak? "Karena berpotensi meresahkan masyarakat," kata Agus.
Ia tak menyebut mandi lumpur sebagai tindakan pengemis. Melanggar hukum. Diatur di Pasal 504 KUHP, Ayat 1, berbunyi:
"Barang siapa mengemis di muka umum, diancam karena melakukan pengemisan dengan pidana kurungan paling lama enam minggu."
Meskipun, nenek mandi lumpur bisa digolongkan mengemis. Karena ada tendensi, berharap dapat pemberian atau sumbangan masyarakat.
Terbukti, Nenek Sari mengakui dapat sumbangan masyarakat. Sekali tayang live TikTok mandi lumpur setengah jam, dia dapat sekitar Rp 1 juta. Sudah dilakukan sembilan kali.
Nenek Sari kepada wartawan: "Kami cepat dapat uang. Daripada nyangkul di sawah, nyabit di sawah. Kami di sini cuma mandi-mandi dapat uang. Saya sudah dapat Rp 9 juta lebih, sembilan hari."
Sedangkan, Mensos Tri Risma menerbitkan Surat Edaran Nomor 2 Tahun 2023 tentang penertiban kegiatan eksploitasi dan/atau kegiatan mengemis yang memanfaatkan lanjut usia, anak, penyandang disabilitas, dan/atau kelompok rentan lainnya. SE ditandatangani Risma, Senin 16 Januari 2023.
Bunyinya: "Para gubernur dan bupati/wali kota di seluruh Indonesia, diimbau untuk mencegah adanya kegiatan mengemis, baik yang dilakukan secara offline maupun online di media sosial yang mengeksploitasi para lanjut usia, anak, penyandang disabilitas, dan/atau kelompok rentan lainnya."
Fenomena apa pula ini? Sembilan hari mandi lumpur dapat Rp9 juta. Bukankah, kuli bangunan, tukang batu, tukang ojek, tukang buah, buruh pabrik, bisa alih kerja, ganti mandi comberan?
Sari, warga Desa Setanggor, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, sudah diperiksa polisi. Hasilnya, dinilai tidak ada pelanggaran pidana. Sari dilepaskan. Tapi dilarang mengulangi lagi.
Semula polisi mengira, Sari dieksploitasi. Ternyata jawab Sari ke polisi, enteng saja: "Tidak pak polisi. Saya tidak dipaksa. Saya malah senang, sehari dapat sejuta."
Ceritanya begini. Pemilik akun TikTok @Sultan, mengunggah siaran live streaming, mandi lumpur. Isinya, Sari kelojotan di genangan lumpur. Sekalian, lumpur disiramkan ke badan gaya mandi pakai gayung.
Siaran itu viral. Penonton yang tersentuh memberikan saweran, cuma menekan tombol "gift". Pemilik akun @Sultan menghimpun gift. Setelah banyak, ditukar duit ke TikTok. Hasilnya dikumpulkan, lalu dibagi dua sama rata dengan Nenek Sari.
Kalau Sari mengaku sekali live dapat sekitar Rp 1 juta, maka hasilnya sekitar Rp 2 juta. Mandi uang itu.
Maka, warga desa tetangga Sari, ramai pada siaran TikTok mandi lumpur semua. Ada yang dapat lebih banyak daripada Sari, ada yang lebih rendah. Ada juga yang zonk.
Tapi, warga yang sehari-hari bertani jadi ogah bertani. Pada mandi lumpur semua. Mengemis semua.
Bagaimana bisa dapat duit? Syaratnya cuma tiga:
1) Harus punya akun TikTok versi terbaru. Yang ada fitur live.
2) Pemilik akun minimal usia 16 tahun.
3) Jumlah pengguna minimal 1.000 followers.
Jika syarat itu terpenuhi, langsung mainkan. Bisa mandi lumpur, comberan, atau apa pun. Lalu, syarat tambahan ini yang berat: Harus viral. Karena, dengan viral, berpotensi ada follower yang memberi gift, atau menekan tombol gift.
Ketika sedang siaran, pemilik akun bisa melihat jumlah penonton. Juga melihat masuknya gift dari penonton.
Gift yang bernilai uang, cuma yang jenis diamond (berlian). Setiap 200 gift diamond, bisa ditukarkan ke TikTok dengan USD 1 (Rp 14.875).
Jadi, fenomena mandi lumpur, adalah perkawinan antara permainan medsos dengan pengemis. Tapi, kedua pihak sama-sama pengemis.
Definisi pengemis: Orang yang melakukan sesuatu, dengan harapan agar orang lain merasa iba, lalu memberi hadiah. Baik berupa uang, makanan, atau gift. Kuncinya: Pelaku sudah berharap diberi hadiah.
Terbukti, para petani itu langsung meninggalkan pekerjaan mereka bertani, beralih ke mandi lumpur. Pekerjaan petani, mulia, karena membuat masyarakat bisa makan. Sebaliknya, mandi lumpur membuat masyarakat iba, lantas memberi gift.
Apakah pengemis melanggar hukum? Jawabnya, sangat banyak aturan hukum yang menyebutkan, bahwa pengemis melanggar hukum. Selain Pasal yang sudah disebut di atas, masih ada beberapa aturan hukum lagi.
Peraturan Pemerintah No. 31 Tahun 1980 tentang Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis. Di situ dipaparkan definisi gelandangan dan pengemis.
Pengemis adalah orang-orang yang mendapatkan penghasilan dengan meminta-minta di muka umum dengan berbagai cara dan alasan untuk mengharapkan belas kasihan dari orang lain.
Tapi (ini uniknya) PP 31/1980 tidak memuat sanksi terhadap gelandangan dan pengemis.
Ada lagi. Peraturan Kapolri No. 14 Tahun 2007 tentang Penanganan Gelandangan dan Pengemis. Antara lain, mengatur tentang cara preventif dan penegakan hukum dalam menangani gelandangan dan pengemis.
Khusus untuk DKI Jakarta, ada Perda Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum. Pada Pasal 40 Perda tersebut, diatur larangan mengemis. Juga melarang orang memberi hadiah apa pun kepada pengemis.
Pelanggar Pasal 40 huruf a Perda DKI Jakarta 8/2007 diancam dengan pidana kurungan paling singkat 20 hari, dan paling lama 90 hari atau denda paling sedikit Rp500 ribu dan paling banyak Rp30 juta (Pasal 61 ayat (2) Perda DKI 8/2007).
Aturan hukum sampai bertumpuk-tumpuk. Tapi, pengemis tetap sangat banyak.
Aturan hukum memang penting. Tapi lebih penting lagi adalah pelaksanaan aturan tersebut.
Sesungguh, semua aturan itu bertabrakan langsung dengan induk dari segala aturan hukum Indonesia, yakni UUD 1945.
Pasal 34 UUD 1945, Ayat 1, berbunyi: "Fakir miskin dan anak-anak terlantar ditanggung oleh negara."
Tapi, karena begitu banyak jumlah orang miskin di Indonesia, sehingga keuangan negara tidak mampu menanggung. Atau kewalahan menanggung. Maka, dikeluarkanlah aturan-aturan hukum tentang pengemis itu. Walaupun, ternyata tidak jalan juga.
Maka, seperti kata Nenek Sari kepada wartawan, dia protes: "Ibu Mensos (Tri Rismaharini) jangan larang kami mandi lumpur. Kalo Ibu larang kami, carikan kami kerjaan, karena kami butuh makan, butuh bayar utang, dan lain-lain."
Padahal, Nenek Sari sudah bekerja, sebagai buruh tani. Bukan penganggur.
Mungkin, maksud Sari adalah: Carikan kerjaan yang sehari bisa dapat Rp 1 juta, seperti mandi lumpur. Terbukti, dia juga menyebut kata punya 'utang'.
*) Penulis adalah Wartawan Senior
Advertisement