Mana yang Benar, Djenang apa Dodol? Kalau ini Djenang Kelapasari dari Blitar
Dua puluh tahun bertahan dalam bisnis yang sama tentu sebuah prestasi yang patut dicatat. Sayangnya waktu puluhan tahun itu habis untuk melayani pasar lokal saja. Ini yang membuat Roemah Djenang Kelapasari di Rejowinangun Blitar berusaha out of the box untuk menjangkau pasar yang lebih luas.
Makanan djenang sudah menjadi bagian dari tradisi masyarakat. Makanan ini begitu dikenal luas meski di beberapa daerah memiliki nama yang berbeda. Mulanya, djenang hanya menjadi bagian dari tradisi hajatan, namun seiring jaman makanan ini tidak lagi hanya menjadi pelengkap sebuah tradisi melainkan juga diupayakan menjadi peluang bisnis.
Haji Nyoto salah satunya. Sejak tahun1985 sudah mengupayakan djenang menjadi komoditas yang bisa mendatangkan keuntungan. Ia yang mengawali bisnis ini, maka ia pula yang paling memiliki nama besar diantara puluhan perajin djenang di Desa Rejowinangun, Kecamatan Kademangan, Kabupaten Blitar. Malahan, perajin djenang lain yang kini sukses dulunya adalah para pekerja yang pernah ikut bekerja dengannya.
Sayangnya, usaha yang dirintis sejak tahun 1985 itu, hanya menjadi jago kandang saja. Djenang ketan yang sangat enak itu hanya beredar di wilayah Blitar dan sekitarnya. Sementara proses produksinya juga hanya mengandalkan dari pesanan-pesanan. Karena hanya pesanan akhirnya banyak masa jeda produksi. Tiap Bulan Suro pasti omset turun karena tidak berproduksi. Begitu juga saat memasuki Bulan Selo pada penanggalan Jawa.
Ritme produksi yang tidak bisa ajeg inilah menggugah Hendri Kristiawan, 35 tahun, untuk merombak gaya bisnis mertuanya. Bersama istrinya yang putri Haji Nyoto kemudian membuat terobosan-terobosan agar produksi djenang mampu berproduksi tanpa harus mengandalkan pesanan.
Empat tahun belajar, dari tahun 2004-2008, mulai mengamati hingga terlibat produksi secara langsung, bertemulah Hendri Kristiawan dengan formula sekaligus jurusnya. Kelemahan mendasar dari djenang ketan adalah kemasan. Packaging. “Sudah makanannya tradisional kemasan juga tradisional. Ini yang membuat masyarakat kurang antusias menyambutnya. Sebab itu kami lantas membuat terobosan terkait kemasan. Masih dalam bentuk sederhana, tapi minimal sudah melibatkan sentuhan desain, juga label yang cantik,” cetus jebolan Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya Malang ini.
Dengan kemasan baru itu, Hendri pun lantas tancap gas. Tahun 2009 ia go keluar, memasarkan djenang ke daerah-daerah potensial seperti Malang, Tulungagung, dan Kediri. Hasilnya ternyata lumayan, kemasan baru mampu menjadi magnet. Alasan itulah kemudian membuatnya nekat masarkan ke luar hingga Jawa Timur, seperti wilayah Jawa Tengah dan Bali.
Karena cepat terserap pasar, produksi pun mulai menggarap pasar reguler. Sejak saat itu pasar pesanan bukan lagi jadi tumpuan utama. “Memang kalau ada pesanan, momen hari raya, usum manten dan hajatan khitanan, membuat omset naik drastis. Jika musim manten, bisa berproduksi 1 ton dalam sehari dan 3 ton untuk regulernya. Padahal dulu rata-rata setahun hanya 1 kwintal, hanya 10 kali berproduksi dalam sebulan,” kata Hendri.
Merk dagang Kelapasari mempunyai 6 varian produksi. Untuk jenis djenang ada 3 varian. Djenang beras, djenang ketan, dan djenang istimewa (jenang ketan tulen). Lainnya ada wajik, wajik kletik dan madumongso. Masing-masing mempunyai kemasan unik dan khas. Masih menggunakan besek juga, tapi dengan sentuhan desain cantik. Untuk meningkatkan daya serap, Hendri juga membuka outlet. Outlet tidak hanya berisi hasil produksi sendiri, tetapi juga sinergi dengan produk UMKM lain. Tujuannya untuk saling mengatrol dan mengisi.
“Besek kemasan kita berkejasama dengan perajin bambu dan rotan. Karena besek ada yang dari bambu dan rotan. Kemasan kardus juga melibatkan desain dan grafis agar lebih cantik dan menarik. Termasuk labelnya. Ada yang kemasan memakai bahan mika, ini lebih praktis dan umum. Kalau kemasan begini harganya lebih miring sedikit. Perbandingannya, dulu sebelum bermain-main dengan kemasan per bulan menghasilkan 15-20 juta rupiah, setelah dengan jurus kemasan model anyar per bulan mampu mencapai omset 20-100 juta rupiah.”
Hendri mengaku pilih-pilih pasar untuk menempatkan djenang produksinya. Yang pasti adalah tempat wisata. Jadi tidak semua pasar dimasuki. Jawa Tengah pun hanya ada di Semarang, Magelang, dan Jogjakarta. Logikanya, orang belanja di supermarket paling hanya belanja kebutuhan pokok. Jika ke pusat oleh-oleh pasti yang dicari adalah jenis-jenis makanan yang khas, dan belanja di pusat oleh-oleh belanja berapun uang tidak akan eman.
Untuk mengawal produksi 1 ton sehari, Kelapasari mempekerjakan orang tak kurang dari 35 orang. Rata-rata adalah penduduk di luar desa. Sebab, penduduk dalam desa masing-masing adalah perajin djenang dengan berbagai skala. Jurus lain yang dikembangkan Kelapasari adalah jaminan mutu, dan kualitas. Harga yang relatif mahal tidak menjadi masalah, asal mutu dan standar bahan tidak mengecewakan konsumen. widi kamidi