Mampukah Guardiola Ubah Man Coty dari Pecundang Jadi Pemenang?
Sheikh Mansour mengambil alih kepemilikan Manchester City dari Thaksin Shinawatra pada 4 Agustus 2008 lalu. Sejumlah pelatih dan pemain top mereka datangkan untuk memulai proyek besar dengan tujuan menguasai kompetisi domestik maupun panggung Eropa.
Sayang, semua tak berjalan mulus sesuai dengan ambisinya. Roberto Manchini sebagai pelatih kepala pertama sejak era Sheikh Mansour hanya perkasa di liga domestik, tapi gagal total di pentas Eropa.
Dalam dua kali kesempatan yang ia meiliki di Liga Champions, musim 2011/2012 dan 2012/2013, Man City dibawa polesan Manchini gagal melaju ke fase gugur. Hasil ini berujung pada pemecatan Manchini pada Mei 2013.
Dengan harapan terjadi peningkatan prestasi, petinggi Man City merekrut Manuel Pellegrini. Pelatih sarat pengalaman ini didatangkan dengan tujuan membawa Man City menemukan kejayaan yang belum pernah mereka rasakan.
Pellegrini membuat asa petinggi klub melambung ketika berhasil membawa Man City melaju ke semifinal Liga Champions 2014/2015. Sayang, mereka gagal ke final setelah langkah mereka dihentikan Barcelona usai kalah dalam dua leg sekaligus, kalah 1-2 di leg pertama dan 0-1 pada leg kedua.
Itu menjadi capaian tertinggi Man City di bawah kendali Pellegrini, setelah dua musim sebelumnya hanya mampu menembus fase gugur. Sayang, keberhasilan membawa City ke semifinal tetap dianggap sebagai kegagalan. Pellegrini pun harus angkat kaki di akhir musim 2015/2016.
Sebagai gantinya, Man City memboyong Josep Guardiola yang sebelumnya membesut Bayern Munchen. Meski selalu gagal meraih trofi Liga Champions sejak meninggalkan Barcelona, sukses Pep Guardiola membangun Barcelona menjadi jawara Eropa, tampaknya menjadi daya tarik kuat bagi Sheikh Mansour untuk mempekerjakan pelatih asal Catalan itu.
Namun, lagi-lagi upaya Sheikh Mansour menjadikan City sebagai kampiun di Benua Biru berkali-kali gagal meski Guardiola membawa City menjelma menjadi tim raksasa di liga domestik dengan meraih lima trofi Premier League dari tujuh tahun kepemimpinannya.
Di pentas Liga Champions, pencapaian terbaik Guardiola terjadi pada musim 2020/2021 ketika mengantarkan Man City lolos ke final. Sayang, mereka dikandaskan Chelsea di partai puncak lewat gol tunggal Kai Havertz. City pun hanya menjadi pecundang.
Kini, Man City kembali ke partai puncak. Mereka berkesempatan menebus kegagalan itu saat bersua tim peringkat ketiga Serie A Italia musim ini, Inter Milan.
Lantas, mampukah City mengubah predikat pecundang dua musim lalu menjadi pemenang di final kali ini? Patut kita nantikan laga Man City vs Inter Milan.
Advertisement