Malu-malu Mau Rica-rica Guguk untuk Vitalitas
Rica-rica ini disukai oleh komunitas tertentu. Bahan utamanya adalah daging asu, alias anjing. Nama latinnya anjing adalah canis lupus familiaris. Binatang ini biasanya jadi hewan peliharaan dan bukan untuk dikonsumsi.
Hanya supaya kedengarannya tidak saru, oleh pemilik warung biasanya diberi label agak halus, rica-rica guguk. Tenda di depan warungnya tetap menggunakan gambar seekor anjing.
Orang yang biasa menyantap rica-rica guguk menggambarkan kalau daging anjing tersebut enaknya luar biasa. Tidak ada tandingannya. Serat dagingnya lembut, aromanya pun menggoda. Apalagi juru masaknya jempolan. Bisa membuat ketagihan.
Ada yang bilang daging guguk lebih enak dari daging sapi, kambing maupun ayam. Bahkan ada orang yang kalau disuruh memilih antara ayam, sapi, kambing atau daging lainnya akan pilih guguk. Dia itu adalah seorang penikmat daging anjing, bernama Nelly Wowor.
Perempuan Manado usia kepala enam, mengaku sudah pernah makan daging berbagai jenis binatang. Dari ular, biawak, kelelawar, tikus sawah, kelinci, babi hutan, rusa, kuda, sapi, kambing dan kerbau. Dari semua itu enaknya tidak ada yang bisa mengalahkan rica-cica guguk.
"Ini soal selera. Kalau saya disuruh memilih di antara daging itu, jujur saya pasti memilih guguk," kata Nelly sambil tertawa.
Perempuan yang tinggal di Taman Darmo Permai Utara Surabaya ini, katanya punya langganan rica-rica guguk di daerah Karang Pilang, Surabaya. Lokasinya dekat lapangan bola. Warungnya hanya ada tulisan 'Solata'. Tidak disebutkan kalau berjualan rica guguk dan tuak.
Meskipun rica-rica guguk katanya enaknya tak tertandingi dan bisa bikin ketagihan, menu ini tidak untuk umat Islam karena termasuk makanan haram. Selain umat Islam, jemaat gereja Adven Masehi Hari Ketujuh juga mengharamkan daging anjing. Mereka berpatokan pada Alkitab Imamat 11 yang menuliskan dengan gamblang jenis makanan apa saja yang dilarang. Mengingat rica-rica guguk ini tidak diperuntukkan bagi orang Islam, warung rica rica-rica guguk tidak perlu mengurus sertifikat halal ke Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Di Sragen Jawa Tengah masih banyak warung rica-rica guguk meskipun cara jualannya tidak terbuka dan malu-malu. Pemilik warung menyadari kalau menjual makanan haram di daerah yang sebagian penduduknya beragama Islam.
Misalnya saja warung rica-rica guguk Yamin di Desa Mijahan Karang Gede Gemolong Sragen. Oleh warga sekitar dianggap bandel. Karena masih tetap buka meskipun sudah ada larangan Gubernur Jawa Tengah.
"Di Gemolong Sragen sekarang masih ada tujuh warung. Kalau dulu, 'nelecek' (tersebar) di mana-mana. Setelah ada larangan dari Gubernur Jateng Ganjar Pranowo, warungnya banyak yang tutup," kata Suyanto Ketua RT setempat.
Rica-rica guguk di warung Yamin, menyediakan empat jenis masakan yang menjadi favorit, yakni rica-rica basah, rica-rica kering, tongseng dan goreng bawang. Per porsi Rp23 ribu sudah termasuk nasi dan teh tawar. Kalau rica tanpa nasi Rp17.500.
Siapa pelanggannya? Yamin menyebut paling banyak sopir jarak jauh. "Warga Gembolong sendiri juga ada yang beli tapi ngumpet-ngumpet. Mungkin malu sama warga yang lain, karena dia beragama....maaf nggak enak kalau saya sebut agamanya," kata Yamin.
Setelah didesak terus, akhirnya Yamin menyebut agama pembelinya, dengan pesan jangan ditulis di media.
"Maaf jangan ditulis ya, nanti saya dituduh melecehkan agama," pesan Yamin dengan sangat.
Kira-kira lima tahunan yang lalu sate jamu atau rica-rica atau sate guguk juga mulai marak di Kota Solo. Saat itu penjual sate jamu ini malu-malu. Mereka menjualnya tidak terbuka.
Lapak-lapak pedagang kaki lima yang hanya menuliskan sate jamu saja, tanpa embel-embel tulisan anjing atau guguk apalagi gambar anjing. Mengapa? Sepertinya karena pedagang sungkan, tak enak hati menjual anjing sebagai makanan yang bagi umat muslim adalah haram.
Mereka tidak vulgar menjualnya. Dan biasanya hanya orang tertentu dan pelanggan yang tahu sate jamu. Tak heran kalau ada saja warga yang belum paham dan bahkan tidak menduga sama sekali kalau sate jamu itu adalah sate anjing. Saat itu, karena banyak warga yang kecele. Pemerintah Kota Solo pun memberikan imbauan agar pedagang sate jamu menuliskan secara jelas bahwa sate jamu itu adalah sate guguk.
Nah, sejak saat itulah, semua pedagang mulai terbuka, terus terang dan tak malu lagi menuliskan sate guguk atau rica guguk, dengan gambar anjing besar. Sengaja, agar orang-orang tahu bahwa mereka menjual sate anjing.
Kenapa disebut sate jamu? Konon, menurut orang-orang yang percaya mengonsumsi sate guguk bisa menambah vitalitas dan menaikkan kejantanan. Itulah alasannya kenapa disebut sate jamu, karena bisa untuk jamu atau obat.
Tidak diketahui secara pasti benar atau tidak. Yang jelas kalau diamati memang banyak yang suka mengonsumsinya. Pedagang juga pintar membuat beragam masakan dari daging anjing, seperti rica basah, rica kering dan sate.
Meski sudah ada larangan dari Gubernur Jawa Tengah soal konsumsi daging anjing, kalau ke Kota Solo, gampang sekali menemukan penjual rica-rica guguk. Di pinggir jalan besar, lapak rica-rica guguk banyak bertebaran. Siang maupun malam dengan mudah ditemukan.
Saking ramainya penggemar sate jamu guguk, menurut data Provinsi Jateng, di Solo dalam sehari konsumsi anjing mencapai 63 ekor. Wow, jumlah yang besar. Rekor konsumsi anjing di Kota Solo menjadi yang terbesar di seantero Jawa Tengah dari total 223 ekor per hari. Disusul Klaten dengan 25 ekor per hari dan Semarang dengan 22 ekor setiap harinya.
Tak heran jika para penggemar anjing di Solo menjadi risau dan semakin was-was dengan jumlah konsumsi yang besar tersebut.
Aktivis komunitas penggemar anjing drh. Liang Kaspe blak-blakan menilai orang yang mengonsumsi daging anjing dianggap tak manusiawi. Penyebabnya, karena anjing menjadi binatang peliharaan yang mampu menjaga rumah dan disayang-sayang keluarga.
Dengan kebutuhan konsumsi daging anjing yang sedemikian besar, bukan tidak mungkin keberadaan anjing akan mudah terkikis dan habis.
Apalagi cukup miris, saat mendengar saat membunuh anjing dengan cara yang sadis yaitu digantung kemudian kepalanya 'dikepruk' baru kemudian di sayat dagingnya. Cara tersebut diyakini membuat daging anjing lebih enak, karena darahnya masih ada di tubuh anjing, tak ada yang tercecer.
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo sebenarnya sudah mengeluarkan larangan konsumsi daging anjing. Larangan tersebut penting mengingat harus memastikan produk pangan yang dikonsumsi warganya terjamin kesehatannya.
Karena sangat mungkin daging anjing yang dibuat sate jamu guguk itu berasal dari anjing liar yang bisa jadi tertular rabies.
"Tak ada yang bisa menjamin produsen menyembelih anjing sehat bukan?" kata Liang Kaspe kepada Ngopibareng.id Senin 24 Januari 2022.
"Penikmat jamu guguk, agaknya perlu berpikir ulang untuk meneruskan kebiasaan mengonsumsi guguk. Jangan sampai niat untuk menambah vitalitas, menjaga kebugaran malah berakibat sebaliknya," kata dokter hewan pensiunan Kebun Bintang Surabaya yang buka praktik di Jalan Musi Surabaya.
Ia berharap larangan Gubernur Jateng itu disertai dengan sanksi. Tidak sekadar imbauan.
"Kalau cuma imbauan tidak ada gregetnya," kata Liang.