Malibu, Hotel Esek-esek yang Berdiri di Atas Tanah Milik Pemprov
Sudah bertahun-tahun Hotel Malibu yang terletak di Jalan Ngagel 137 beroperasi. Sudah beribu-ribu pula pasangan selingkuh memanfaatkan hotel ini. Karena memang hotel ini memfasiltasi dan diperuntukkan bagi pasangan selingkuh berbagai usia.
Dengan tetap berada di dalam kendaraan, pasangan-pasangan itu masuk ke hotel dengan aman. Melalui pintu gerbang yang terbuka, masuk ke jalan khusus yang sepi, kendaraan bisa langsung parkir di garasi yang ada persis di depan setiap kamar. Satu kamar memiliki satu garasi.
Tarifnya relatif lebih murah dibanding hotel-hotel yang ada di Surabaya. Untuk short time atau jangka waktu 6 jam, tarifnya Rp 250 ribu untuk kelas standar, dan Rp 300 ribu untuk yang VIP.
Pada umumnya pasangan-pasangan yang menyewa kamar hotel ini mengambil short time. Tapi bila hendak bermalam atau menyewa sehari semalam, tarifnya Rp 700 ribu untuk kelas standar dan Rp 900 ribu untuk VIP.
Di sebelah utara hotel, ada klub atau night club bernama X1–Executive Club, tempat hiburan malam yang menyediakan berbagai minuman keras, karaoke serta wanita-wanita penghibur. Dari klub ada jalan tembus ke hotel Malibu yang langsung masuk ke kamar.
Ironisnya, tanah tempat hotel dan klub mesum ini beroperasi adalah milik Pemprov Jawa Timur, yang dikelola oleh Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Provinsi Jawa Timur, PT Panca Wira Usaha (PWU) Jatim. Karena itu sangat disayangkan aset milik pemerintah ini digunakan untuk memfasilitasi pasangan-pasangan selingkuh.
Erlangga Satriagung, yang awal bulan September ini terpilih menjadi Dirut PT PWU Jatim berjanji akan menghentikan pengelolaan aset tanah yang dianggap tidak benar ini.
“Iya, tanah di siitu kan milik Pemprov Jatim, masak dipakai untuk hotel seperti itu? Tanggung jawab kita dalam berbisnis tentu bukan hanya kepada Pemprov, tapi juga kepada Allah. Karena itu kita akan tinjau lagi, bagaimana dulu kerjasamanya sampai tanah milik kita bisa untuk operasional hotel semacam itu. Ini bukan semata-mata bisnis, tapi juga faktor moral yang jadi ukuran,” jelas Erlangga Satriagung kepada ngopibareng.id, pekan lalu. (nas)