Malapetaka Besar Bila AS Pindahkan Kedubesnya ke Yerusalem
Seorang pejabat senior pemerintah Turki memperingatkan “malapetaka besar” jika Amerika Serikat (AS) mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel, di tengah banyaknya peringatan dari dunia Arab, Senin 4 November.
“Jika status Yerusalem saat ini diubah dan satu langkah lain diambil... itu akan menimbulkan malapetaka besar,” kata Wakil Perdana Menteri Bekir Bozdag dalam konferensi pers yang ditayangkan di TV.
“Langkah tersebut akan sepenuhnya menggagalkan proses perdamaian yang rapuh di kawasan ini, dan memicu konflik baru, perselisihan baru dan kerusuhan baru.”
Status Yerusalem adalah salah satu isu yang paling diperdebatkan dalam konflik Israel-Palestina.
Presiden Donald Trump harus mengambil keputusan penting pada pekan ini mengenai apakah akan mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel, yang berpotensi mendobrak kebijakan Amerika Serikat selama bertahun-tahun dan memicu reaksi keras dari pimpinan Palestina dan dunia Arab.
Sebagian besar masyarakat internasional, termasuk Amerika Serikat dan juga Turki, tidak secara resmi mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel, bersikeras bahwa konflik itu hanya dapat diselesaikan melalui negosiasi status akhir.
Sementara itu, Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) hari Senin 4 November menyerukan sebuah KTT negara-negara muslim bila Amerika Serikat (AS) mengambil keputusan kontroversial untuk mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.
Presiden Donald Trump menghadapi sebuah keputusan penting pekan ini mengenai status Yerusalem, yang berpotensi membalikkan kebijakan AS yang sudah berjalan selama bertahun-tahun dan memicu respons keras dari warga Palestina dan dunia Arab.
OKI -- yang beranggotakan 57 negara -- berusaha untuk menyoroti kekhawatiran mengenai kemungkinan tindakan tersebut dalam sebuah pertemuan darurat pada Senin di Kota Jeddah, Laut Merah, Arab Saudi.
"Bila AS mengambil langkah untuk mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel, kami dengan suara bulat merekomendasikan mengadakan sebuah pertemuan di tingkat dewan menteri luar negeri yang dilanjutkan dengan sebuah KTT Islam sesegera mungkin," kata badan pan-Islam tersebut dalam sebuah pernyataan.
OKI juga memperingatkan bahwa mengakui Yerusalem atau mendirikan misi diplomatik di kota yang disengketakan itu akan dianggap sebagai "serangan terang-terangan terhadap negara-negara Arab dan Islam."
Status Yerusalem adalah salah satu isu yang paling sering diperdebatkan dari konflik Israel-Palestina yang sudah berlangsung lama.
Sebagian besar masyarakat internasional, termasuk Amerika Serikat, tidak secara formal mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel, bersikeras bahwa masalah tersebut hanya dapat diselesaikan melalui negosiasi status akhir.
Inti dari masalah pengakuan adalah pertanyaan tentang apakah Trump memutuskan untuk memindahkan kedutaan AS di Israel ke Yerusalem. (afp)