Malang Sejuta Kopi, Urusi Kopi di Kebon Hingga Ajari Ibu-Ibu PKK Bikinin Kopi untuk Suami
Sebuah postingan di Instagram membuat dunia coffee lovers tersenyum simpul. Beberapa sepertinya juga sampai tersipu-sipu, karena gemes. Yang lain boleh jadi juga ada yang menyelutuk; ada-ada saja!
Itulah Budi dan Bejo. Mas Budi dan Mas Bejo. Seperti duo kembar, dua tokoh penggiat kopi di Kota Malang ini selalu punya cara mengopikan dunia di sekelilingnya dengan acara-acara kopi yang asik. Acara-acara itu dikomunikasikan melalui komunitas yang dihimpunnya yaitu Malang Sejuta Kopi.
Dalam postingan instagram itu, duo laki-laki kekar laiknya bodyguard ini, usung-usung peralatan kopi dalam jumlah bejibun masuk ke dalam bagasi mobil. Gaya membawanya mengesankan buerattt banget. Itu terlihat dari ekspresi wajahnya yang sampai meringis-meringis menahan beban.
Bawaannya: ada kompor, ada ketel leher angsa, ada gelas-gelas, ada server penampung seduhan kopi, ada alat gilingan kopi, dan seterusnya. Katanya; mau sowan ibu-ibu. Ibu-ibu pe ek ek. Mau sharing kopi dan mengajari para ibu-ibu itu bikin kopi yang baik dan benar agar para suami betah ngopi di rumah.
Gayanya yang melucu, membuat semuanya jadi tersenyum cerah. Tahu pe ek ek? Tak lain, kalau dieja hurufnya, jadinya adalah PKK. Kok jadi pe ek ek sih? "Ya dulu kalau kita diajari mengeja huruf kan bunyinya begitu," kilah Budi yang potongan dan warna rambutnya khas dan unik zaman milenial.
Melihat duonya berkilah yang bisa bikin orang tertawa, Mas Bejo hanya senyum-senyum manis dengan kilatan gigi Pepsodent-nya. Memang lelaki ini tak begitu banyak bicara, tapi kalau sudah menyeduh kopi, hemm sulit untuk menyetop keasyikannya membuat seduhan kopi yang nikmat.
Hari itu, siang itu, Mas Budi dan Mas Bejo siap berangkat ke Jalan Supriadi GG 8, Sukun, Malang. Ibu-ibu PKK mengundangya. Mereka tidak mengajak untuk arisan panci atau sejenisnya. Tetapi meminta keduanya untuk mengajarkan teknik menyeduh kopi yang benar. Pihak pengundang pun juga kelewat serius, 25 ibu-ibu aktif dihadirkan untuk menyimak dan menyerap ilmu keduanya.
"Ini undangan yang asyik buat kita. Berbagi ilmu hingga ke lapisan yang sangat menentukan arah kebijakan citarasa kopi di rumah. Dalam arti, ibu-ibu inilah yang sejatinya begitu berpengaruh kepada gaya ngopinya sang bapak. Bapak dalam hal ini adalah suaminya. Jadi jarang ada suami yang memrotes pengadaan kopi di dapur yang dibeli sang istri. Ini undangan yang pas, dan kita bisa memulai edukasi dari sana," kata Budi.
Ibu-ibu, lanjut Budi, aslinya, sudah cukup lama tidak begitu peduli dengan kebutuhan kopi untuk dapurnya. Pokoknya murah, kemasan bagus, ada di Iklan tipi yang bilang enak, sedap, lalu dibeli, dan selesai. Para ibu sejatinya banyak yang tidak ngerti kopi jenis apa yang sudah dibeli itu. Bahwa, kopi itu ada jenis robusta, arabika, exelsa, liberika, yang umum beredar di masyarakat.
"Maka di acara kenal kopi ini jenis-jenis kopi yang paling umum yang kita bawa. Robusta, Arabika, dan exelsa. Mereka juga pada gumun, bahwa ada kopi yang asam, pahit tidak terlalu, dan bisa diminum tanpa gula. Ini pengalaman mereka yang luar biasa, katanya. Bahwa kopi tidak melulu disiram air panas, diaduk, dan lalu dihidangkan buat suami. Enak dan tidak terserah suami. Kalau bilang tidak enak tinggal ganti merk kopi. Kan tidak begitu ibu-ibu..." kata Budi.
Beredukasi dengan ibu-ibu PKK adalah sebagian kecil dari aktivitas Malang Sejuta Kopi yang sudah dilakoninya. Hari ini dengan para ibu PKK misalnya, lain hari dan lain waktu sudah blusukan ke kebon-kebon kopi. Ngunduhi kopi hingga menimba dan berbagi ilmu dengan para petani kopi juga stakeholders perkopian yang lain. Esoknya sudah berganti lagi, bisa brewing rame-rame berbagi kopi hingga berada di meja-meja kompetisi membuat seduhan kopi dengan para juri kopi.
Pendeknya, Malang Sejuta Kopi adalah sebuah entitas yang mencoba tak pernah berhenti dengan denyut kopi. "Memang kopi sedang luar biasa hits, dan kita terjun di dunia hits ini berupaya bisa mewarnai di dalamnya agar tak lekas pudar ditelan tren yang bisa berubah cepat setiap saat," kata Mas Bejo yang kali ini ikut berstatemen tajam dan kritis tanpa menghentikan tangannya yang sedang mbrewing kopi.
Malang Raya khususnya, sambung Budi, pertumbuhan dunia kopi sangat bagus. Bahkan anak-anak muda sekolahan banyak yang masuk kebon kopi dan belajar menjadi petani kopi. "Ini tenan lho."
Tidak hanya sekadar bikin warung kopi, asik-asikan sebentar dengan kopi, bosan, lalu ditinggal dan mencari dunia lain yang menjanjikan. Tidak begitu!
Ini sebuah pergeseran pola pikir progresif yang layak mendapat tempat dan patut diapresiasi kalangan luas. Termasuk dalam hal ini adalah pemerintahan terkait. Mereka tak boleh diam saja dan melihatnya dari jauh. (*)