Malam Suro, Asal Usul dan Larangannya
Satu Suro adalah awal bulan pertama Tahun Baru Jawa di bulan Suro yang penanggalannya mengacu pada kalender Jawa. Dikutip dari laman Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, bulan Suro dianggap oleh masyarakat suku Jawa sebagai bulan yang sakral. Peringatan malam satu Suro ini juga bertepatan dengan dengan 1 Muharram yang merupakan Tahun Baru Islam.
Istilah Suro juga berasal dari bahasa Arab, yaitu Asyura yang berarti sepuluh. Malam satu Suro yang bertepatan dengan 1 Muharram tahun ini jatuh pada hari Rabu, tanggal 19 Juli 2023.
Malam satu Suro dalam Kalender Jawa untuk memperkenalkan kalender Islam di kalangan masyarakat Jawa. Pada tahun 931 H atau 1443 zaman pemerintahan kerajaan Demak atau tahun Jawa baru, Sunan Giri II membuat penyesuaian antara sistem kalender Hijriah dengan sistem kalender Jawa pada masa itu.
Sultan Agung
Namun, tradisi malam satu Suro bermula saat zaman Sultan Agung, di mana masyarakat mengikuti sistem penanggalan tahun Saka yang diwariskan dari tradisi Hindu, sedangkan Kesultanan Mataram Islam sudah menggunakan sistem kalender Hijriah (Islam).
Berawal dari keinginan memperluas ajaran Islam di Tanah Jawa, Sultan Agung berinisiatif memadukan kalender Saka dengan kalender Hijriah menjadi kalender Jawa. Malam satu Suro dimulai sejak Jumat Legi bulan Jumadil akhir tahun 1555 Saka atau 8 Juli 1633 Masehi.
Larangan Malam Suro
Tidak boleh bicara atau berisik
Larangan malam satu Suro tidak boleh bicara atau berisik. Masyarakat Jawa Islam bahkan tak sedikit melaksanakannya dengan ritual bisu.
Keluar Rumah
Beberapa masyarakat Jawa, sangat pantang keluar rumah saat malam satu Suro. Mereka akan berdiam diri di rumah untuk menghindari kesialan.
Menikah
Sebisa mungkin, menggelar pernikahan tidak dianjurkan dilakukan pada malam satu Suro.
Pindah Rumah
Sama seperti keluar rumah, kebanyakan masyarakat Jawa yang percaya mitos malam satu Suro tidak menyarankan untuk berpindah rumah.
Advertisement