Maksi Soto Kudus, Redaksi Ngopibareng.id Memompa Spirit Baru
Makan siang (Maksi) bersama soto kudus, di antara cara membangun kebersamaan kerja. Dari situlah, Redaksi ngopibareng.id melakukan obrolan kecil. Apalagi, masih dalam suasana Lebaran, Kamis 13 Juni 2019.
"Kita harus terus menerus menajamkan mata pena jurnalistik kita," tutur Fatkhurohman Taufik, Redaktur Pelaksana ngopibareng.id.
Tapi, menurut Taufik, yang penting bagi awak redaksi adalah komitmen untuk melayani publik pembaca dengan informasi yang tepat yang dibutuhkan dengan cepat. Acara sederhana ini, juga dihadiri General Manager ngopibareng.id, Muh Hasan Bisri.
"Memang ritme kerja di media siber, berbeda dengan media cetak. Saat ini, kita memberikan informasi yang akurat, bersaing dengan kecepatan media sosial. Bedanya, kita tetap berpedoman selaras dengan kaidah jurnalistik: kroscek, akurat, tepat dan berimbang," tutur Koordinator Liputan, Amir Tedjo Sukmono.
Dalam redaksi, disadari pentingnya saling kerja sama agar konsistensi dan ritme berita selalu terbarukan (update) setiap detiknya.
"Memang ritme kerja di media siber, berbeda dengan media cetak. Saat ini, kita memberikan informasi yang akurat, bersaing dengan kecepatan media sosial. Bedanya, kita tetap berpedoman selaras dengan kaidah jurnalistik: kroscek, akurat, tepat dan berimbang," tutur Koordinator Liputan, Amir Tedjo Sukmono.
Demikianlah, soto kudus sebagai pemompa spirit Redaksi ngopibareng.id. Bukan sekadar bercengkerama, tapi sekaligus terus menerus berbenah untuk memberi informasi yang terbaik yang dibutuhkan publik pembaca.
Soto Kudus dan Kisah di Balik Dakwah
Pada saat dakwah di Jawa Tengah, khususnya di Kudus dan sekitarnya di Jawa Tengah, Sunan Kudus menyaksikan masyarakat setempat telah memeluk agama Hindu yang sangat menghormati sapi.
Untuk menghormati pemeluk agama Hindu, Sunan Kudus melarang para pengikutnya menyembelih sapi agar tidak melukai hati pemeluk agama Hindu. Sejak itulah masyarakat yang ingin mengkonsumsi daging memilih menyembelih kerbau sebagai gantinya.
Ini memang setrategi dakwah, dengan mempertimbangkan kearifan lokal, sebagai strategi dakwah Sunan Kudus yang mengajarkan kedamaian. Nah, sekarang soal makan soto kudus. Kuliner khas Kudus dengan bahan daging kerbau, untuk soto. Dengan porsi yang, nasi sedikit, tapi nikmat dirasa.
Masyarakat Kudus hingga kini tetap memegang teguh ajaran Sunan Kudus untuk tidak menyembelih sapi, termasuk pada perayaan Idul Adha.
Sikap saling membantu masyarakat, sangat terlihat, antara lain saat peringatan Sunan Kudus pada 10 Muharam dengan ribuan orang ikut memberi sumbangan atau mendapat pembagian nasi, termasuk warga non-Muslim. Bahkan yang memberikan sumbangan untuk acara Haul Mbah Sunan Kudus itu juga dari masyakat non-Muslim. Itulah makna kebersamaan ini masih terus terjaga sampai sekarang.
Kanjeng Sunan Kudus, dengan mempertimbangkan kearifan lokal, menghormati pemeluk agama Hindu yang mensucikan sapi. Maka untuk toleransinya tidak nyembelih sapi. Biar tak menyinggung agama lain. Sampai sekarang dilestarikan dan menjadi ikon kuliner Kudus. (*)