Makna Hijrah Menyimpang, Awal Intoleransi Jadi Bahaya Radikalisme
Gurubesar Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Husniyatus Salamah Zainiyati, mengatakan, muncul tafsir tentang makna hijrah yang justru menyimpang dari tuntunan Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam (SAW).
"Sekarang muncul gerakan hijrah, tapi justru implementasi maknanya jauh dari ajaran Nabi Muhammad SAW, sebagai panutan umat Islam. Karena gerakan hijrah, kok justru menjadikan komunitas Muslim tertutup, eksklusif," tutur Guru besar Ilmu Pendidikan.
Wujud nyata gerakan hijrah ini, terlihat dari adanya kelompok hijrah, busana hijrah, kampung hijrah, bentuk-bentuk performans yang mencitrakan watak eksklusif di masyarakat.
Hijrah yang diajarkan Islam, menurut Prof Titik, panggilan akrab Husniyatus Salamah Zainiyati, justru menjadikan masyarakat terbuka dan penuh toleransi serta menghargai perbedaan, baik perbedaan agama, keyakinan dan warna kulit.
Hijrah Rasulullah
Hijrah Rasulullah SAW dari Makkah ke Madinah, justru melahirkan toleransi dan hidup rukun dan harmonis.
"Nah, bila suatu komunitas masyarakat bersikap tertutup cenderung kurang toleran alias intoleransi. Merasa benar sendiri dan menganggap pihak lain salah, " tuturnya.
Di sinilah Nabi Shallallahu alaihi Wassalam menyatakan bahwa identitas ketakwaan atau Islam itulah satu-satunya identitas yang ada.
Hal itu diungkapkan dalam kegiatan "Sosialisasi Membangun Sinergi untuk Melindungi Anak Bangsa dari Bahaya Intoleransi, dan Radikalisme", digelar Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Jawa Timur, didukung Bakesbangpol Pemprov Jatim, di gedung Bakorwil Pamekasan, Kamis 6 Juni 2024.
Kegiatan yang diikuti para guru, dari guru SD, SMP hingga SMA, se-Madura Raya, dihadiri Ketua FKPT Jatim Prof Dr Hj Hesti Armiwulan SH MHum dan dibuka Kepala Bakorwil Pamekasan, Sufi Agustin.
Dimoderatori Hj Faridatul Hanum MKom, Kabid Perempuan dan Anak FKPT Jatim, tampil juga pembicara Prof DR Husniyatus Salamah Zainiyati, Guru Besar Ilmu Pendidikan Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) dengan topik "Aksentuasi Moderasi Beragama di Lembaga Pendidikan: Strategi Pembelajaran dalam Menangkal Radikalisme dan Mewujudkan Sekolah Ramah Anak ".
Pada bagian lain, diungkapkan, faktor munculnya radikalisme terdiri dari dua faktor. Pertama, faktor internal: adanya penyimpangan norma-norma agama yang dianggap sekuler dalam kehidupan masyarakat sehingga mendorong untuk kembali pada otentitas agama yang bersifat kaku dalam memahami teks-teks agama. Kedua, faktor eksternal: yang mendukung terhadap penerapan dogma agama dalam sendi-sendi kehidupan.
Pencegahan di Masyarakat
Selain Prof Titik, panggilan akrab Husniyatus Salamah Zainiyati, tampil pembicara Doni Nugroho Susanto dari Bakesbangpol Pemprov Jatim. Dijelaskannya, penanganan radikalisme memang perlu kesadaran literasi yang tolerans.
Memang sikap intoleran dan radikalisme cenderung muncul dari media sosial. Bila tidak paham soal suatu masalah, harusnya kita bertanya pada ahlinya. Sehingga kita tidak langsung begitu saja disebarkan di medsos.
Upaya-upaya pencegahan terus menerus dilakukan Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Jawa Timur, dengan berbagai langkah strategi. Terutama ditujukan bagi anak-anak dan remaja, dan kaum perempuan, yang rentan terhadap bahaya intoleransi dan radikalisme.
"Kali ini, kami mengajak para guru sebagai agen penting dalam menyampaikan isu-isu yang berkembang di masyarakat, untuk melindungi anak bangsa dari bahaya radikalisme dan terorisme, " tutur Ketua FKPT Jatim, Prof DR Hj Hesti Armiwulan SH MHum.
Sebelumnya, Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Provinsi Jawa Timur bersama Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menggelar Gembira Beragama di Pendopo Agung Kabupaten Sumenep, Rabu 5 Juni 2024. Tajuk “Gembira Beragama” singkatan dari Gerakan Muda Bangga Bernegara dan Beragama.
Dalam kegiatan ini, menghadirkan pembicara Prof Andi Faisal Bakti, MA PhD (Gurubesar UIN Syarif Hidayatullah), Syaiful Rachman dari BNPT dan Bupati Sumenep Achmad Fausi SH MH.