Makna dan Filosofi Sya'ban, Menurut Kitab ''Durratun Nashihin''
Sebelum memasuki bulan Ramadhan, umat Islam telah bersiap-siap dengan indahnya ibadah. Dua bulan siap menyambutnya, bulan Rajab dan bulan Sya'ban. Pada dua bulan inilah, semangat beribadah semakin meningkat sebelum masuk bulan Ramadhan.
Sya’ban merupakan salah satu bulan yang mulia di dalam Islam. Tentu saja banyak sekali hadist dan dawuh ulama’ yang menyatakan tentang keistimewaan dan fadhilah bulan Sya’ban untuk memperbanyak ibadah.
Di kalangan umat Islam di bumi Nusantara, telah memahami dari Kitab Durratun Nashihin, karya Syekh Ustman Hasan bin Ahmad Asy-Syakiry Al-Khoubawy, tentang hal itu. Khususnya pada "Bab Fadhilan Bulan Sya’ban yang Diagungkan".
Dijelaskan, satu hadis yang mungkin sudah umum didengar, Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam (SAW) memperbanyak ibadah puasa di bulan Sya’ban selain di bulan Ramadhan, kemudian beliau bersabda :
يرفع الله اعمال العباد كلها في هذا الشهر
“Allah mengangkat amal-amal hamba-Nya di bulan ini (bulan Sya’ban)”
Jika ditinjau dari segi jumlah huruf, maka kata “Sya’ban” mengandung lima huruf yaitu syin, ain, ba’, alif, dan nun. Tentu saja setiap huruf-huruf tersebut memiliki makna yang kebanyakan orang belum mengetahui. Selanjutnya, mari kita simak makna dibalik huruf-huruf bulan Sya’ban.
Sya’ban mengandung lima huruf
Yahya bin Mu’adz mengatakan bahwa kata “Sya’ban” mengandung lima huruf :
1. Syin memiliki arti الشَّرَفُ والشَّفَاعَةُ (kemuliaan dan pertolongan)
2. Ain memiliki arti العِزَّةُ (kemuliaan)
3. Ba’ memiliki arti البِرُّ (kebaikan)
4. Alif memiliki arti الاُلْفَةُ (persatuan)
5. Nun memiliki arti النُّوْرُ (cahaya)
Beberapa ulama’ lain juga mengatakan bahwa bulan Rojab adalah bulan untuk mensucikan badan, bulan Sya’ban adalah bulan untuk mensucikan hati. Sedangkan bulan Ramadhan adalah bulan untuk mensucikan rukh.
Jika seseorang sudah mensucikan badan di bulan Rajab dan mensucikan hati di bulan Sya’ban dengan melakukan berbagai macam ibadah, maka ia tentu bisa mensucikan rukh di bulan Ramadhan. Namun, jika seseorang tidak menysucikan badan dan hati di bulan Rajab dan Sya’ban, tentu kemungkinan besar ia tidak akan bisa mensucikan rukh di bulan Ramadhan.
Pandangan Para Hukama
Selain itu, para hukama’ (orang-orang yang ahli hikmah dan kebijaksanaan) mengatakan bahwa bulan Rajab adalah bulan untuk meminta ampun dari segala dosa-dosa, bulan Sya’ban adalah bulan untuk memperbaiki hati dari segala macam cacat dan maksiat.
Lalu, bulan Ramadhan adalah bulan untuk menyinari hati, sedangkan malam Lailatul Qadar adalah malam untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Jika kita mengkaji kembali pendapat ulama dan khukama’ di atas, tentu kita akan menemui sebuah kesimpulan bahwa setiap bulan memiliki keistimewaan dan beruntun. Ya, beruntun dan urut, jika salah satu urutan dari bulan sebelumnya tidak dilakukan dengan sempurna, maka kemungkinan buruk seseorang pun tidak akan bisa memperoleh keistimewaan dalam bulan selanjutnya.
Demikian penjelasan dari Kitab Durratun Nashihin, dihimpun Syekh Ustman Hasan bin Ahmad Asy-Syakiry Al-Khoubawy, dari bab "Fadhilah Bulan Sya’ban yang Diagungkan". Semoga bermanfaat.
Advertisement