MAKI: BPK Harus Tindakanjuti Temuan Menteri Jualan Kit PCR
Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) meminta Badan Pemeriksa Keungan (BPK) dan Komisi Pemberantasan Korupsi diminta menindaklanjuti temuan masyarakat berupa dugaan terafiliasinya dua anggota kabinet atau menteri dalam penjualan kit PCR.
Ironisnya, mereka berperan melahirkan aturan wajib tes PCR, tetapi ikut dalam putaran bisnis impor sampai dengan tata kelola tes PCR. Dua pembantu presiden yang terseret pusaran bisnis alat kesehatan penanganan Covid-19 adalah Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan serta Menteri BUMN Erick Thohir.
Dorongan ini disampaikan Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman saat wawancara dengan Ngopibareng.id, Senin 8 November 2021.
"BPK maupun KPK harus segera turun menindaklanjuti temuan masyarakat tersebut. Jangan ragu!" kata Boyamin.
Koordinator MAKI melihat adanya petunjuk awal berupa pengakuan dari Luhut Binsar Pandjaitan, bahwa perusahaannya memang ikut ambil bagian dalam bisnis alat PCR tersebut, tapi tidak mengambil keuntungan dari bisnis yang sedang menjadi perbincangan publik itu.
"Soal mengambil keuntungan atau tidak, itu urusan lain. Persoalannya dia yang membuat kebijakan, tapi ikut berbinis yang erat kaitannya dengan kebijakan yang dibuatnya sendiri. Masyarakat harus tahu Pak Luhut itu Komandan Satgas PPKM, sebab itu secara moral tidak pantes ikut bisnis PCR," ujar Boyamin. Ia pun berjanji akan mengawal bagaimana kerja BPK dan KPK terhadap temuan masyarakat tersebut.
Sehubungan dengan adanya dugaan penyalahgunaan wewenang untuk memperkaya diri sendiri, LBH Kesehatan bersama Indonesian Audit Watch (IAW) dan Institut Ekonomi Politik Soekarno Hatta beserta Petisi 28 hari ini mendatangi BPK RI memohon auditor keuangan negara untuk mengaudit terhadap masalah PCR yang menghebohkan ini.
Sebelumnya, ekonom Rizal Ramli juga berharap kepada dua menteri yang diduga turut jualan alat swab PCR sebaiknya mengundurkan diri, atau dicopot dari kabinet.
Baginya, perbuatan pembantu presiden itu memalukan dan berpengaruh pada kepercayaan masyarakat terhadap penanganan pandemi Covid-19 yang dilakukan pemerintah. Karena masyarakat bisa saja menilai penanganan Covid ini ditumpangi kepentingan bisnis. Persis dengan sinyalemen anggota DPR RI Fraksi PDI Perjuangan Ciptaning, yang kala itu mempersoalkan pengadaan vaksin.
Bisnis Yang Menggiurkan
Anggota Ombudsman RI, Alvin Lie, juga berkomentar bahwa penyedia alat tes swab meraup untung yang sangat besar. Mantan Anggota DPR RI ini memantau laba bersih yang didapat salah satu usaha perdagangan besar alat laboratorium, kedokteran, dan farmasi, PT Itama Ranoraya Tbk (IRRA), hingga mencapai 840,59 persen.
Perlu diketahui biaya penanggulangan pandemi Civid-19 yang dialokasikan pemerintah cukup fantastis. Dari yang semula Rp405,1 triliun, menjadi Rp677,2 triliun. Artinya membengkak Rp272.2 triliun setara dengan 67 persen.
Hal itu disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani usai rapat bersama Presiden Joko Widodo melalui video conference, Rabu 5 Juni 2020.
Anggaran sebesar Rp 87,55 triliun diperuntukkan bidang kesehatan. Lainnya untuk Bansos bagi masyarakat yang terdampak Covid-19.
Advertisement