Makam Raden Wijaya di Mojokerto Dikunjungi Soeharto Hingga SBY
Raden Wijaya merupakan pendiri dari kerajaan Majapahit sekaligus raja pertama Majapahit yang memerintah pada tahun 1293-1309, bergelar Prabu Kertarajasa Jayawardana. Sebagai salah satu raja berpengaruh dan memiliki sejarah yang panjang, tak heran jika makam Raden Wijaya hingga kini masih banyak didatangi para peziarah.
Bahkan kabarnya, banyak pejabat dan Presiden Republik Indonesia datang untuk melakukan napak tilas dan bermeditasi di tempat ini.
Lokasi Siti Inggil, Makam Raden Wijaya Mojokerto
Lokasinya berada di Dusun Kedungwulan Desa Bejijong, Kecamatan Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur dan dekat dengan Candi Brahu, Maha Vihara Majapahit, dan Kampung Majapahit.
Situs ini ditemukan pada tahun 1965, saat itu hanya berbentuk tumpukan batu bata kuno dengan tinggi 1,5 meter dan luas sekitar 15 meter persegi. Kemudian pada tahun 1968 situs diperbaiki oleh pemerintah Desa setempat.
Situs ini juga dikenal dengan sebutan Lemah Geneng, yang artinya sama dengan Siti Inggil yaitu tempat yang tinggi atau tanah yang tinggi. “Dulu disebut Lemah Geneng, artinya tanah yang tinggi. Sama juga artinya dengan Siti Inggil yang dulu muncul saat di eranya Pak Harto,” ujar juru kunci situs Slamet 45 tahun kepada wartawan, Sabtu 17 April 2021.
Kata Slamet, pada tahun 1968 silam, mantan Presiden RI kedua yakni Soeharto sering berkunjung ketempat ini. Sejumlah mantan Presiden lainnya pun pernah mengunjungi situs ini, mulai dari Susilo Bambang Yudhoyono, Megawati dan Gus Dur. "Pak Wiranto juga pernah kesini, para anggota dewan dan calon-calon bupati biasanya semedi disini minta doa," tegas Slamet.
Nisan di Kompleks Siti Ingil, Makam Raden Wijaya
Di dalam kompleks Siti Inggil ini ada lima nisan, yakni nisan Raden Wijaya yang bergelar Kertarajasa Jayawardhana, pendiri Kerajaan Majapahit. Kemudian makam Ghayatri (permaisuri Raden Wijaya) dan dua selirnya yang bernama Dhoro Pethak dan Dhoro Jinggo, serta Abdi Kinasih.
Menurut Slamet, makam ini bukanlah tempat jenazah Raden Wijaya, melainkan hanya sebagian abu dari jenazahnya. "Dulu abu Raden Wijaya dikuburkan di sini bersama permaisuri dan para selirnya," cetus Slamet.
Di luar kompleks Siti Inggil, terdapat Sanggar Pamujan serta yang tak kalah menarik adalah dua makam yang bertuliskan Sapu Jagad dan Sapu Angin yang merupakan pengawal dari Raden Wijaya. Kemudian makam Mbah Kasan, salah satu dari sekian banyak guru spiritual Soeharto. Selain itu juga terdapat sumur tua dan lumpang kesucian yang hingga saat ini masih digunakan.
"Air dari sumur itu dimasukkan kedalam lumpang suci, kemudian biasanya digunakan untuk cuci muka dan minum. Airnya dipercaya dapat menyembuhkan penyakit," jelasnya.
Perpaduan Darah Sunda dan Jawa
Hampir setiap hari selalu ada saja pengunjung yang datang dari berbagai daerah. Bahkan pada hari-hari tertentu, seperti Selasa Kliwon Jumat Legi dan malam satu Suro, situs ini dipadati pengunjung dari kawasan Mojokerto, hingga Surabaya, Bali, Jakarta, dan Jawa Barat.
Tempat ini dipercayai dapat mengabulkan doa yang berkaitan dengan jabatan atau kedudukan. Hal tersebut tak lepas dari keagungan Raden Wijaya yang berhasil menyatukan nusantara.
Para wisawatan yang mau berkunjung untuk sekadar melihat pun bersemedi di tempat ini cukup hanya mengisi kotak amal seikhlasnya saja. Kotak amal itu nantinya digunakan untuk memperbaiki bangunan situs yang rusak. "Ya sama, beri yang buka pintu seikhlasnya, sama bayar parkiran. Pengujung juga bisa menginap di sini, tapi kami batasi cuma dalam waktu 3 hari saja," tandasnya.
Raden Wijaya adalah putra pasangan Rakyan Jayadarma dan Dyah Lembu Tal. Ayahnya adalah putra Prabu Guru Darmasiksa, raja Kerajaan Sunda Galuh, sedangkan ibunya adalah putri Mahisa Campaka dari Kerajaan Singhasari. Dengan demikian, Raden Wijaya merupakan perpaduan darah Sunda dan Jawa.
Advertisement