Maju Mundur Trem Surabaya, Ada yang Usul Ganti Moda
Surabaya: Rencana Walikota Surabaya Tri Risma Harini untuk menghidupkan trem sebagai moda transportasi publik tampaknya masih jauh dari panggang api. Sebab, anggaran untuk mewujudkan rencana tersebut ternyata tidak bisa hanya ditanggung APBN (Anggaran Penerimaan dan Belanja Nasional). Tapi harus ada sharing APBD.
Lalu berapa APBD Pemkot Surabaya akan mempu menutupi rencana proyek prestisius tersebut? Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Surabaya belum bisa memastikan. Badan Perencana Kota (Bapeko) Surabaya juga setali tiga uang.
Lho, piye tho? Ya. Sebab, trem yang digagas walikota ini diperkirakan seniali Rp 2,4 Triliun. Semula, Pemkot berharap anggoaran proyek tersebut semuanya ditanggung APBN alias pemerintah pusat. Eh, ternyata harus ada bagi beban.
Menanggapi hal ini, Wakil Ketua DPRD Surabaya Masduki Toha mengakui kalau pihaknya sedang mempertimbangkan porsi berbagai anggaran proyek trem ini. Itu pun jika porsi bagi bebannya 70 persen Pusat dan 30 persen kota Surabaya.
"Kalau pembagiannya 50:50 terlalu berat. Bisa-bisa APBD Surabaya kesedot ke trem semua. Tapi kalau 70:30 masih bisa dipertimbangkan tapi perlu pembicaraan dengan DPRD," katanya.
Menurut dia, jika itu tetap dipaksakan dengan porsi 50 : 50, maka perlu kajian ulang perlu dan tidaknya AMC trem diterapkan di Surabaya. "Jangan sampai biaya sharing yang cukup besar itu, tidak mampu mengurai kemacetan Surabaya dan malah hanya dimanfaatkan oleh kelompok tertentu," katanya.
Masalah bagi beban proyk trem ini kayaknya juga membuat pening pihak Pemkot Surabaya. Ini menyusul adanya tawaran dari Kementerian Perhubungan untuk sharing pendanaan melalui APBN dan APBD.
"Bu wali meminta waktu untuk berkoordinasi dengan internal Pemkot dan DPRD Surabaya sampai minggu depan," ujarnya. Koordinasi di internal perlu dilakukan agar tidak salah langkah dan juga mengetahui besaran yang tepat untuk sharing pendanaan.
Agus mengatakan sharing pendanaan trem, tidak bisa disamakan dengan pembangunan Mass Rapid Transit (MRT) di Jakarta yang pembagianya 49 persen Pusat dan 51 persen APBD DKI. "Saya pikir tidak bisa disamakan. Antara Jakarta dan Surabaya itu berbeda. APBD Jakarta di atas Rp 70 triliuan lebih, sedangkan Surabaya hanya Rp 8 triluan," katanya.
Perubahan skema pemerintah pusat terhadap rencana proyek trem yang sudah dilaunching Walikota Risma ini membuat angota Komisi C Bidang Pembangunan DPRD Kota Surabaya Vinsensius Awey punya pikiran lain. Ia menilai Kota Surabaya lebih cocok diterapkan angkutan massal cepat (AMC) berbasis rel berupa MRT/LRT dari pada trem/monorail yang selama ini direncanakan Pemkot Surabaya.
"Kereta ini banyak digunakan di kota-kota besar di negara maju. Masing-masing gerbong LRT memiliki mesin penggerak sehingga tidak terpusat dalam satu gerbong," katanya. LRT ini dapat ditempatkan di antara lalu lintas lainnya mengingat tidak memiliki kecepatan tinggi, hanya sekitar 30-40 kilometer per jam.
Awey melihat, kalau masih diberlakukan modal transportasi jenis trem, maka itu hanya merupakan proyek romantika belaka. Intinya proyek ini jangan terlalu dipaksakan dan perlu pengkajian ulang. "Kalau dipaksakan juga akan menambah subsidi pemerintah. Pertanyaannya adalah apakah subsidi itu akan terus menerus dilakukan oleh pemakai jasa transportasi trem ini," kata Awey. (ant/azh)