Maju Jadi Waketum PII 2024-2027, Prof. ATM Ingin Mereformasi Organisasi Profesi Insinyur Tanah Air
Pada acara “Gagasan Berpikir Agus Taufik Mulyono (ATM)” yang bertempat di Hotel Grand Mercure Mirama Darmo, Prof. Dr. Ir. Agus Taufik Mulyono, S.T., M.T., IPU menegaskan visi transformasi organisasi profesi Persatuan Insinyur Indonesia (PII) yang dibawa olehnya.
Sebagai calon Wakil Ketua Umum PII pada masa jabatan tahun 2024-2027, Prof. ATM, sapaan akrabnya memaparkan, perlu adanya pendekatan yang humanistik dan reformasi organisasi dalam rangka menjawab tantangan dunia keinsinyuran di tanah air dan dunia.
“Bahwa seorang insinyur harus selalu mengingat bahwa apa yang dirancang, dibuat, atau dibangunnya adalah untuk manusia. Maka selalu kedepankanlah nilai kemanusiaan dalam setiap praktik keinsinyuran. Itulah yang saya sebut pendekatan yang humanistik,” ujar Guru Besar Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada (UGM) tersebut.
Dirinya juga mengkritisi bahwa Dewan Insinyur Indonesia (DII) belum terbentuk, meskipun hal itu sudah diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2014 tentang Keinsinyuran. Menurutnya, alpanya DII selama satu dekade menyebabkan standar kompetensi dan sistem uji keinsinyuran yang sah di Indonesia mengalami penurunan.
“Undang-Undang Keinsinyuran sudah lahir sejak sepuluh tahun lalu, tapi standar dan sistem registrasi kita belum sah. Masa transisi ini saya rasa terlalu lama dan harus segera diakhiri. Dibutuhkan keberanian untuk menyelesaikan semua persoalan yang fundamental ini,” ucap Ketua Forum Penilai Ahli Kegagalan Bangunan ini.
Prof ATM juga menyoroti status quo dari PII sebagai salah satu organisasi profesi di tanah air yang cenderung pasif dalam memperjuangkan hak dan pengakuan para insinyur. Salah satu contohnya adalah belum diakuinya gelar insinyur di Badan Kepegawaian Nasional (BKN), meskipun gelar tersebut telah sesuai dengan praktik keinsinyuran profesional.
“Saya heran mengapa gelar insinyur kita belum diakui, sementara gelar dokter sudah? PII harus lebih berani untuk memperjuangkan pengakuan insinyur sebagai profesi strategis. Jika PII diam, maka siapa lagi yang akan memperjuangkan?” tanya Prof ATM.
Dengan motto “Insinyur Beradab yang Humanis,” Prof. ATM ingin membawa perubahan yang baru dalam dunia keinsinyuran. Ia menekankan pentingnya memadukan integritas, profesionalisme, dan nilai kemanusiaan dalam setiap karya dan cipta yang dihasilkan oleh para insinyur.
“Semegah apapun bangunan yang kita buat, jika mengabaikan manusia dan nilai-nilai kemanusiaan, semuanya akan sia-sia. Praktik keinsinyuran harus mampu menjawab kebutuhan manusia tanpa mengorbankan nilai-nilai etika dan moral,” jelasnya.
Untuk mewujudkan visinya, Prof. ATM telah merumuskan program kerja bertajuk “Dasa Karsa”. Program ini meliputi percepatan keanggotaan PII, pemberdayaan badan kejuruan bagi para calon insinyur muda, dan kolaborasi dengan berbagai sektor untuk meningkatkan daya saing insinyur Indonesia. Salah satu targetnya adalah dengan menggaet banyak anggota baru dalam waktu singkat.
“Kalau kita serius, menambah anggota PII sebanyak 2.000 orang dalam waktu sehari bukan hal yang sulit. Asosiasi profesi bisa diwajibkan untuk memiliki kartu anggota PII karena keberadaan PII ini sesuai dengan undang-undang,” tuturnya.
Untuk itu, Prof ATM juga menegaskan bahwa PII harus menjadi lembaga yang independen, tanpa terikat pada kepentingan partai politik atau kementerian tertentu. Dirinya yakin, dengan fondasi profesionalisme dan integritas dapat membangun kepercayaan masyarakat terhadap para insinyur yang tergabung dalam PII.
“Saya tegaskan PII ini bukan milik partai atau kementerian. PII adalah rumah bagi seluruh insinyur Indonesia untuk berkembang secara profesional. Bahwa pemimpin PII ke depan harus bebas dari kepentingan kelompok atau bendera tertentu,” tegasnya.
Pada akhir pemaparannya, Prof ATM menekankan bahwa reformasi PII adalah langkah penting untuk menjawab tantangan dalam transformasi global, khususnya di bidang keinsinyuran. Ia berkomitmen dalam membawa PII menjadi organisasi yang lebih aktif, profesional, dan relevan di tingkat nasional maupun internasional.
“PII harus berani berubah. Dengan reformasi dan pendekatan humanistik, saya yakin para insinyur Indonesia bisa menjadi kekuatan besar yang diakui dunia,” pungkasnya.