Majelis Pertimbangan Tak Berwenang Pecat Ketum PPP
Ketua DPP PPP bidang Organisasi dan Keanggotaan Saifullah Tamliha menyatakan, Majelis Pertimbangan PPP tak punya kewenangan untuk memberhentikan atau mencopot Suharso Monoarfa dari jabatan ketua umum.
Tamliha mengatakan hal itu memperhatikan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) PPP.
"Tidak ada kewenangan (Majelis Pertimbangan berhentikan Soeharso)," kata Tamliha secara tertulis yang dibagikan kepada media.
Tamliha mengatakan Majelis Pertimbangan memiliki tugas untuk memberikan saran, pendapat dan pertimbangan kepada pengurus harian. Tapi, tak berwenang memberhentikan ketum.
''Urusan digunakan atau tidak (pertimbangannya itu) tergantung para pengurus harian PPP," kata dia.
Tamliha menjelaskan AD/ART PPP mengatur pemberhentian seseorang dari posisi ketum hanya bisa melalui forum muktamar luar biasa atau rapat pengurus harian PPP.
Pemecatan Ketum PPP, lanjut Tamliha tidak bisa dilakukan secara sepihak dan harus melalui mekanisme yang diatur dalam AD/ART PPP.
"Lewat muktamar luar biasa atau dengan mekanisme rapat pengurus harian. (Majelis Pertimbangan) Tak punya (kewenangan). Kalau mau fair, mesti lewat muktamar luar biasa," tandasnya.
Tamliha juga menegaskan forum muktamar luar biasa tak bisa secara sembarangan digelar. Mekanisme itu harus ada persetujuan atau permintaan secara tertulis dari 2/3 DPW dan DPC PPP seluruh Indonesia.
"Dan ke arah muktamar luar biasa belum ada. Sebab, DPW dan DPC dan DPP sibuk verifikasi parpol, sibuk menyusun para caleg. Begitu lah," kata Tamliha.
AD/ART PPP
Dikutip dari laman resmi PPP, AD/ART PPP pasal 11 ayat (1) mengatur bahwa posisi ketua umum dapat diberhentikan karena beberapa alasan. Antara lain meninggal dunia, berhalangan tetap karena sakit atau hal lain yang ditetapkan berdasarkan putusan dan/atau pendapat Hukum Mahkamah Partai DPP PPP, berhenti atas permintaan sendiri serta menjadi tersangka tindak pidana korupsi oleh KPK dan tindak pidana narkoba oleh Polri atau Kejagung.
Selain itu, telah dinyatakan bersalah dengan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, tidak aktif berturut-turut selama tiga bulan dalam kegiatan kepemimpinan PPP, melakukan perbuatan yang menjatuhkan nama baik PPP dan melanggar keputusan PPP yang ditetapkan secara sah.
Pasal 11 ayat (4) mengatur bahwa pemberhentian Ketua Umum DPP PPP karena alasan tidak aktif berturut-turut selama tiga bulan dalam kegiatan kepemimpinan PPP, melakukan perbuatan yang menjatuhkan nama baik PPP dan melanggar keputusan PPP yang ditetapkan secara sah, harus melalui mekanisme Muktamar/Muktamar Luar Biasa.
Pasal 58 AD/ART PPP menjelaskan Muktamar Luar Biasa dapat digelar setelah diputuskan dalam Musyawarah Kerja Nasional atas permintaan secara tertulis dari lebih 2/3 jumlah DPW dan jumlah DPC.