Mainan Unik, Bahannya Tepung Kue, Kolektornya Hingga Mancanegara
Di tahun 1970-an perempuan tidak bisa menjahit bisa dikataan sebagai kecelakaan. Karena diasumsikan menjahit adalah bagian penting untuk membangun kehidupan setelah berumah tangga.
Sebab itu tidak sedikit perempuan yang tidak mampu menjahit, dibayangi ketakutan jika waktu pernikahan itu tiba. Monica Harijati Hari Boentoro tidak seperti itu. Tidak bisa menjahit justru menjadi berkah baginya. Monica menemukan ilmu yang termasuk langka saat itu, yaitu Clay. Sebuah kerajinan tangan yang terbuat dari tepung kue.
Ketidakbisaannya menjahit serasa klop manakala dia menemukan guru Clay yang hebat. Yaitu Miss Miyuki dari Jepang. Seorang ekspatriat yang secara kebetulan berhubungan baik dengan keluarganya.
Hanya sayang Clay bukan mainan atau kerajinan murah saat itu. Meski sebenarnya bisa dibuat dari tepung kue, bahan baku clay harus diimpor dulu. Ya dari negeri Jepang itu. Di Indonesia sendiri, saat itu, belum ada.
Keinginan Monica untuk menjadikan Clay sebagai komoditas layak dipasarkan semakin menggebu. Diam-diam, Monica muda, yang siswi SMP Santa Agnes Surabaya itu, makin teguh berkutat dengan mainan Clay, si tepung. Kian hari makin menggoda sebuah intuisi bisnisnya.
Hobi mengutak-atik mainan tepung kue, hingga akhirnya menjadi mainan-mainan lucu dan menggemaskan itu terus berlanjut hingga Monica menjadi mahasiswi di Universitas Petra Surabaya. Di kampus Petra dia mengambil jurusan arsitek.
Belakangan, ijazah sarjana arsitek bangunan yang dimilikinya malah tidak terpakai. Dia tidak berkutat dengan bangunan-bangunan pencakar langit, melainkan njelimet berkutat dengan tepung mainan yang bisa dibentuk sesuka imajinasinya. Lalu berdirilah perusahaan bernama Vimo Fun Clay - hingga sekarang.
Jangan salah, meski hanya mainan dari tepung kue, kolektorya sudah menyebar hingga ke Singapura, Australia, Thailand, Jepang, Amerika, Cina, Korea dan tentu saja pasar dalam negeri, seperti Surabaya, Bali, Jogjakarta dan Jakarta.
Menjadi yang pertama yang di Surabaya, Monica dengan fun clay-nya tak kepalang tanggung. Berbekal pengetahuan khusus hasil belajarnya di Singapura, Jepang dan Korea, Monica pun berhasil menerbitkan tujuh buah buku tentang clay. Tentang gabungan clay dengan fantastik telor. Clay dengan buah, juga buku inspirasi souvenir.
Menurut Monica, perkembangan clay di Indonesia sedikit disayangkan. ”Kalau di luar negeri, segala tetek bengek urusan Clay ada sekolahnya, sedangkan di negeri sendiri hanya bersifat kursus,” katanya.
Dibantu enam orang karyawan, Vimo Fun Clay memulai produksi. Semuanya karyawan perempuan. Menurut Monica, sebenarnya tidak harus perempuan, hanya perempuan lebih telaten ketimbang yang maskulin. Membuat clay tepung memang membutuhkan keahlian, tapi yang paling penting adalah faktor telaten.
Tahun 1993, produk Vimo Fun Clay mulai dititipkan secara retail di toko-toko. Setelah itu masyarakat baru menyerap secara luas. Pesanan mulai berdatangan. Kolektor pun mulai mencari. Seiring banyaknya peminat, tahun 1996 Monica juga berhasil menemukan formula bahan pembuat Clay kualitas ekspor. Saat ini bahan terbaik untuk Clay hanya dari Jepang, berikutnya baru Thailand, Korea dan Singapura.
Sementara formula yang berhasil ditemukannya mampu bersaing dengan ekspor dari Jepang. Untuk itu, saat ini Vimo juga melempar bahan baku ke pasar. Jadi tidak hanya memproduksi Fun Clay jadi saja.
Membuat satu desain pesanan benar-benar butuh ketelatenan. Untuk produk pesanan, dengan desain yang umum, satu orang pekerja mampu menghasilkan enampuluh buah dalam sehari. Untuk desain khusus, atau desain baru, tak jarang dalam satu hari hanya bisa menghasilkan dua biji saja.
Produk Vimo Fun Clay yang kini beredar di pasaran, atau sebagian yang sudah dipesan, yaitu kalung, jepit rambut, gantungan pintu, gantungan handphone, gantungan kunci, cincin, telor hias, tempelan undangan, penghias cake, hiasan stoples, hiasan kulkas, hiasan kaca rias. Untuk tingkat kolektor, biasanya seratus depalan puluh satu jenis kepala anjing, lukisan, karakter tertentu, dan souvenir khusus untuk tamu-tamu penting.
Alat pengerjaan tidak terlalu sulit. Bisa apa saja. Dan tidak menggunakan peralatan khusus. Yang bekas-bekas juga bisa dipakai, misalnya guntingan kaleng, kertas bekas. loyang yang tak terpakai, dan lain-lain.
Tidak pula membutuhkan energi khusus, misalnya listrik. Tidak membutuhkan open untuk pemanas, juga alat pendingin. Semuanya alami. Jika memerlukan pengeringan, hanya perlu dijemur di terik matahari. Kalau pun hujan, diangin-angin pun sudah cukup. Dibutuhkan waktu sekitar tiga hari untuk produksi hingga jadi pengemasan.
Bahan-bahan Clay yang bagus adalah seperti membuat kue sungguhan. Tepung juga harus pilihan, supaya hasil produksi tahan lama. Nah, tahan lama adalah pilihan utama konsumen, selain desain itu sendiri.
Bahan baku yang diperlukan untuk Clay, yaitu tepung terigu, tepung kanji, lem putih, pewarna kue jika butuh pewarnaan, pengawet kue - natrium benzoat. Campuran itu diaduk sesuai dengan kelenturan yang dibutuhkan. Perbandingan yang umum adalah satu banding satu. Penyimpanan bahan baku cukup menentukan untuk proses produksi.
Untuk satu bentuk mainan bayi, dengan posisi tidur lucu misalnya, hanya membutuhkan sekitar satu kepal adonan clay. Badan bayi dibuat dari kepalan kertas koran yang dipadatkan dengan air, lalu dijemur kering. Clay digiling pipih untuk membungkus kepalan kertas koran yang sudah kering. Ketika badan sudah jadi, baru mengatur posisi untuk menempel tangan, kepala, kaki, dan rambut.
Boleh dibilang harga fun clay sangat bagus di tahun-tahun awal 80-an hingga pertengahan 90-an. Menurut Monica, produksi berapa pun akan terserap. Baik pemesanan maupun kolektor. Harganya pun suka-suka. Satu desain boneka, ukuran separuh kepalan tangan misalnya, dijual Rp 60 ribu sampai Rp 80 ribu tetap akan dibeli.
Saat ini tidak seperti itu. Seiring mudahnya memperoleh bahan baku, juga banyaknya kompetitor, harga harus terjangkau, kecuali, tentu, untuk kategori kolektor, atau kategori eskpor. Ketatnya suasana persaingan, kadang membuat produsen mengabaikan kualitas bahan baku. Namun tidak demikian dengan Vimo Fun clay. Bahan tetap kualitas ekspor. Meski demikian, Vimo tetap memproduksi fun clay dari yang termurah hingga yang tertinggi.
Yang termurah saat Rp 1500 per buah. Sedangkan yang paling mahal mencapai Rp 2 juta, bahkan lebih. Untuk karakter wajah anjing misalnya, Vimo mematok harga hingga Rp 2 juta. Selain rumit dan membutuhkan ketelitian tinggi, jumlahnya mencapai 181 buah. Karena jenis anjing yang dikenal dunia ini berjumlah 181 jenis tersebut.
Selain memiliki ruang pamer sendiri di Plaza Trade Centre Surabaya, produk Vimo Fun Clay juga dipajang di Gedung Dekranasda Jawa Timur.
Berapa sih omzet Vimo? Monica mengaku fluktuatif. Bisa juga melihat suasana trend, namun yang jelas, pesanan dari Bali, Jakarta, Jogjakarta, Suarabaya, tak berhenti mengalir. Banyakya event organizer juga menambah dan menambal omzet yang menurun. Pasar ekspor, lebih pada tingkat kolektor. widi antoro