Mahmud Syabistari, Pesona Kebun Mawar Rahasia
Oleh: Ady Amar
Cahaya Maha Cahaya adalah keindahan-Nya
yang memikat hati,
dan singkapan-Nya yang mempesona
adalah kesatuan maha kesatuan.
Ketika Dia melangkah,
seluruh jiwa mengikutinya
bergayutan erat di keliman baju-Nya.
Sa’duddin Mahmud Syabistari, dilahirkan di Syabistar, dekat Tabriz, sekitar tahun 1250 Masehi. Ada ketidaksesuaian kalangan peneliti tentang tahun kelahirannya. Margaret Smith menuliskan Mahmud Syabistari lahir tahun 1320 Masehi (Readings from the Mistics of Islam).
Tidak banyak referensi menulis tentang kehidupannya. Dan dari referensi yang sedikit itu menyebut, bahwa Mahmud Syabistari menulis tiga risalah dalam bahasa Persia: Gulshan-i-Raz, Haqqul Yaqin, dan Risala-i-Shadid.
Gulshan-i-Raz dipandang sebagai karya master piece-nya, yang bermakna “Kebun Mawar Rahasia” (the Secret Rose Garden of Sa’d-ud-din Mahmud Syabistari), sebuah kumpulan puisi mistis yang merupakan salah satu catatan terbaik tentang Sufisme yang pernah ada.
Gulshan-i-Raz diperkenalkan pertama kali di Eropa pada tahun 1770. Selanjutnya, salinan-salinan puisinya itu ditemukan di beberapa perpustakaan Eropa. Lalu berturut-turut, pada tahun 1821 di Berlin, Doktor Tholuck menerbitkan nukilan-nukilannya, dan pada tahun 1825 sebuah terjemahan dalam bahasa Jerman, dari petikan puisi itu muncul dalam buku lain yang ditulisnya.
Setelah itu sebuah terjemahan lirik dan teks Persia diterbitkan Von Hammer Purgstall di Berlin dan Wina.
Selanjutnya, Gulshan-i-Raz diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Mr. Whirfield pada tahun 1880. Terjemahan dari bahasa Persia, dan mengacu pada edisi Hammer serta catatan Lajihi. Sedang edisi Indonesia, diterbitkan Risalah Gusti tahun 2001, dari edisi Inggris, the Secret Rose Garden of Sa’d-ud-din Mahmud Syabistari, 1992, terjemahan dan editor Florence Lederer, dengan judul Kebun Mawar Rahasia: Gulshan-i-Raz.
Pengantar dari Florence Lederer membantu mengenalkan Mahmud Syabistari, khususnya puisi-puisi dan simbolisme dalam membaca dan mengenal puisi Sufi. Florence Lederer mampu menghadirkan kekhasan Sastra Sufi Mahmud Syabistari, yang, menurut pandangannya, meski tidak semenakjub Hafiz, tidak seotensitas Rumi, dan tidak sebanding dengan elegan puisi-puisi Jami.
Namun demikian, puisi-puisi Mahmud Syabistari, menurutnya, meski tampak polos sederhana dalam pengucapan, tetapi mempunyai makna yang dalam pada pencapaian tujuan, bahkan bisa jadi melebihi mereka semua (Hafiz, Rumi dan Jami).
Mahmud Syabistari memberi kita sebuah pandangan yang jelas dan terang bak sinar mentari, tentang Kebajikan dan Kejahatan, Hakikat dan Ilusi, bahkan Kearifan dan Pengabaian.
Para Sufi cenderung memandang Hakikat secara tidak langsung, dan dari Sang Hakikat ini, dia mampu membedakan antara kekuatan Kebaikan dan Kejahatan yang saling bertikai. Tapi tidak dengan Mahmud Syabistari, yang memandang hakikat secara langsung dan distingtif.
Karenanya, dia mendorong dengan penuh kasih upaya mencari Kebenaran (al-Haqq), untuk merindukan substansi bukannya fatamorgana, mengabaikan pikatan cinta duniawiah, dan dengan demikian hatinya akan terpaut hanya pada Sang Kekasih.
Baginya, perjalanan menuju Sang Kekasih hanya ada dua tahapan: mematikan diri dan menyatu dengan Sang Kebenaran. Makna mematikan diri di sini lebih pada menanggalkan atribut-atribut duniawiah, konsen semata menuju Sang Kekasih.
Adapun dua tahapan itu adalah “perjalanan ke atas menuju Tuhan” dan “perjalanan turun menuju Tuhan”, yang seperti sirkuit. Sempurnalah insan yang mampu mengitari sirkuit itu.
Mahmud Syabistari menasihatkan, sebagai pengingat, hakikat untuk apa insan hadir di muka bumi. Dimana insan memiliki kecenderungan dikuasai nafsu-nafsu setaniah, itu jika terlena. Namun insan yang tahu hakikat untuk apa dia hidup, senantiasa menggunakan insting kepada Tuhan dengan rasa rindu menemukan kesucian. Insan macam itu akan mendapat Cahaya-Ilahi.
Setelah naik menuju Tuhannya, insan mesti turun kembali ke dunia untuk menemukan cahaya-Nya di muka bumi. Insan mestilah memegang hukum-hukum duniawiah sebagaimana yang Tuhan ajarkan/tetapkan.
Gambaran itu bisa diistilahkan dengan perjalanan dua dimensi: menuju Tuhan dan kembali kepada Tuhan.
Kebun Mawar Rahasia
Risalah yang ditulis Mahmud Syabistari, Kebun Mawar Rahasia (Gulshan-i-Raz), tidak tergolong tebal, tapi tersusun dengan rapi bagian per bagian. Risalah ini terdiri dari 14 Bagian. Tiap bagian memuat beberapa puisi yang dikelompokkan dengan judul pada bagiannya. Dan menariknya, risalah ini ditutup dengan Epilog, seolah merangkum 14 Bagian dari tema-tema yang ada.
Tidak tahu persis apakah naskah dalam bahasa Persia sudah mewujud demikian, atau atas inisiatif dan kreasi editor yang mengelompokkan puisi-puisi itu dalam pengelompokan sebagaimana edisi terjemahan Inggris.
Bagian Satu diberinya judul “Wajah Sempurna Sang Kekasih”, terdiri dari 4 puisi tentang penggambaran organ tubuh manusia, yang diwakili puisi “Mata dan Bibir”, “Tahi Lalat”, “Rambut Ikal”, “Pipi dan Bulu Halus”.
Begitulah, Bagian Dua hingga Empat Belas pun selalu diawali dengan judul pada tiap-tiap bagian dan judul puisi yang dimuatnya. Perlu disebutkan di sini, judul tiap-tiap bagian agar bisa menyelami kedalaman gagasan puisi-puisi Mahmud Syabistari.
Bagian Dua diberi judul “Keindahan”; Bagian Tiga “Lautan dan Batu Mutiara”; Bagian Empat “Perjalanan Itu”; Bagian Lima “Sang Kala dan Dunia Impian Ini”; Bagian Enam “Bias-Bias”; Bagian Tujuh “Kemabukan Ilahi”; Bagian Delapan “Akal Budi dan Kemauan Bebas”; Bagian Sembilan “Manusia, Kemampuan dan Takdirnya”; Bagian Sepuluh “Sang Tunggal”; Bagian Sebelas “Keakuan”; Bagian Dua Belas “Berhala, Jubah dan Nasrani”; Bagian Tiga Belas “Pemikiran”; Bagian Empat Belas “Wujud Cahaya”. Lalu ditutup dengan Epilog.
Semua puisi karyanya menarik dan punya kedalaman makna, meski mudah dipahami awam sekalipun. Ada yang menganggap puisi yang sulit dipahami itu berkelas, tapi tidak semuanya demikian. Puisi-puisi Mahmud Syabistari dimaksudkan untuk menggugah kesadaran insan seutuhnya, dan itu mencapai semua lapisan. Pada misi itulah puisi-puisi itu dibuatnya. Terpenting, maksud yang terkandung dalam puisi-puisinya dapat dipahami seluruh lapisan pembacanya. Dan untuk itu, apa yang diharapkan tercapai.
Beberapa puisi menarik darinya, bukan berarti yang lain tidak menarik, layak ditampilkan di sini:
Bayi dan Anak Muda
Seorang bayi kecil dalam ayunan
berdiam dekat ibunya,
tetapi ketika dia tumbuh besar
dia berjalan bersama ayahnya.
Jadi tetaplah bersama ibumu,
unsur-unsur duniawi,
sampai kau bergabung dengan Sang Ayah
di puncak tinggi sana.
(Bagian Empat: “Perjalanan Itu”).
Dunia Ini Fatamorgana
Rumah ini menghampa, kecuali al-Haqq,
karena dalam sesaat dunia telah lenyap.
Lalu dirimu, hapus keakuan, naik ke atas
dan menyatu dengan Sang Kekasih.
Milikmulah Kesatuan ketika dunia mimpi ini
memudar dan musnah.
(Bagian Lima: “Sang Kala dan Dunia Impian Ini”).
Akal Budi
Biarkan akal pergi. Karena cahayanya
membakar akal dari kepala sampai kaki.
Jika kau berharap menatap raut Wajah itu,
carilah mata yang lain. Filsuf dengan
dua matanya melihat bayang,
sehingga tak mampu melihat
kesatuan al-Haqq.
Seperti cahaya membakar
sayap-sayap malaikat,
begitu pula ia menghisap akal.
Laksana cahaya mata kita menatap matahari,
cahaya akal menatap Cahaya Maha Cahaya.
(Bagian Delapan: “Akal Budi dan Kemauan Bebas”).
Aku dan Engkau
Aku dan engkau tidak lain hanya kisi-kisi,
dalam ceruk-ceruk sebuah lentera,
tempat Sang Satu Cahaya bersinar.
Aku dan engkau hanyalah selubung
antara langit dan bumi,
angkatlah selubung ini dan tak lagi kau lihat
ikatan madzhab dan keimanan.
Ketika aku dan engkau melenyap,
apa arti masjid, apa arti sinagog?
Apa itu Kuil Api?
(Bagian Sembilan: “Manusia, Kemampuan dan Takdirnya”).
Kebun Mawar Rahasia terdiri dari 72 Puisi menawan, dan Florence Lederer sang editor, memberi kamus makna Simbolisme Sufi, guna memudahkan pembaca memahami kebiasaan-kebiasaan tertentu yang lazim dipakai kalangan Sufi. Misal, Pipi bermakna esensi nama-nama dan sifat-sifat Ilahi. Bulu Halus adalah dunia ruh-ruh suci yang paling dekat dengan Ketuhanan.
Pelukan dan Ciuman bermakna pesona-pesona cinta. Tidur bermakna kontemplasi. Parfum bermakna harapan untuk berkah Ilahi. Obor bermakna cahaya yang terpancar dalam hati oleh Sang Kekasih. Kemabukan bermakna ekstase religius. Keriangan bermakna kesenangan dalam cinta Sang Khaliq. Dan seterusnya.
Mahmud Syabistari tidak diketahui tahun wafatnya, dan di mana dimakamkan. Amat sedikit referensi tentangnya. Namun demikian, Mahmud Syabistari meninggalkan sebuah karya Gulshan-i-Raz, satu dari tiga risalah karyanya yang terus dibicarakan... Yang fana cuma waktu, tapi tidak pada karya yang ditulisnya, yang akan terus diapresiasi oleh kalangan lintas zaman.**
*Ady Amar, penikmat dan pemerhati buku, tinggal di Surabaya.
Advertisement