Mahfud MD: Perkara Yang Menimpa Jurnalis Tempo Jangan Berhenti
Mahfud MD minta agar perkara kasus penganiayaan terhadap Nurhadi, jurnalis Tempo diteruskan. Jangan dihentikan. Menko Polhukam sekaligus Ketua Komisi Kepolisian Nasional menegaskan itu kemarin, saat menerima perwakilan AJI Indonesia dan LBH Pers di Kantor Kemenko Polhukam yang melaporkan peristiwa yang dialami Nurhadi, Sabtu malam 27 Maret 2021, di Surabaya.
Menurut Mahfud, kalau ingin mencari kebenaran, biarkanlah jurnalis bekerja, dan telah menjadi prinsip bahwa pemerintah seharusnya memberikan perlindungan kepada jurnalis, termasuk kepada Nurhadi, jurnalis Tempo di Surabaya.
“Saya sudah mendengar dari AJI, LBH Pers, dan Polda Jawa Timur. Saya telah bicara dengan Kapolda Jatim, kasus itu akan terus ditindaklanjuti, sudah pra-rekonstruksi dan Kapolda menyatakan akan diteruskan kasusnya sampai jelas posisi hukumnya seperti apa,” katanya.
Hadir dalam pertemuan tersebut Sekretaris Jenderal AJI Indonesia Ika Ningtyas, Direktur LBH Pers Ade Wahyudin, Ketua bidang Advokasi AJI Indonesia Wawan Abk, dan Ketua Bidang Penyiaran AJI Indonesia Lexy Rambadeta. Menurut Mahfud, secara prinsip, pemerintah memang harus melindungi jurnalis.
“Bagi pemerintah, jurnalis bukan musuh, tetapi teman untuk mempercepat pengungkapan kasus. Oleh sebab itu, kita berharap pekerjaan jurnalis jangan diganggu. Siapa yang mengganggu jurnalis berarti dia punya kesalahan yang ingin ditutupi atau ingin menutupi kesalahan orang lain. Kalau ingin mencari kebenaran, biarkanlah jurnalis bekerja,” tambahnya.
Kata menko Polhukam, kalau jurnalisnya salah kan ada mekanismenya tersendiri. Ada mekanisme internal di Dewan Pers berdasarkan kode etiknya tersendiri. “Kalau masuk ke soal hukum ya ada hukumnya, tetapi jangan diganggu ketika sedang bekerja,” tambahnya.
Kepada Menko Polhukam, Sekjen AJI Indonesia Ika Ningtyas menyampaikan, AJI meminta pemerintah serius menyelesaikan kasus-kasus kekerasan pada jurnalis, termasuk mengusut semua pelaku kekerasan terhadap jurnalis Tempo, Nurhadi.
Pembiaran pada kasus kekerasan yang menimpa jurnalis menjadi ancaman serius bagi kebebasan pers dan demokrasi. Kekerasan yang menimpa Nurhadi bukan kali pertama terjadi. Sepanjang 2020, AJI mencatat terjadi 84 kasus kekerasan menimpa jurnalis di berbagai daerah. Sebagian besar kasus tersebut tidak pernah diusut oleh aparat.
“Pemerintah harus menunjukkan komitmen melindungi kebebasan pers dengan tidak membiarkan adanya impunitas terhadap para pelaku kekerasan yang telah merusak demokrasi kita. Direktur LBH Pers Ade Wahyudin menyampaikan, kekerasan yang menimpa Nurhadi merupakan pelanggaran Undang-Undang Pers, karena selain pengiayaan, ada juga penghalang-halangan aktivitas jurnalistik ketika para pelaku mematahkan simcard dan mereset telepon seluler Nurhadi.
“Kami mendorong penegak hukum untuk mengusut kasus ini dan mencari pelakunya siapa. Hingga sekarang sudah dihadirkan dua terduga pelaku. Tetapi kami berharap tidak berhenti di situ karena yang melakukan kekerasan banyak,” ujarnya.
Berdasarkan catatan Bidang Advokasi AJI Indonesia, sepanjang 2020, kasus kekerasan terbanyak terjadi di Ibu Kota Jakarta (17 kasus), disusul Malang (15 kasus), Surabaya (7 kasus), Samarinda (5 kasus), Palu, Gorontalo, Lampung masing-masing 4 kasus.
Dari jenis kasus kekerasan yang dihadapi jurnalis, sebagian besar berupa intimidasi (25 kasus), kekerasan fisik (17 kasus), perusakan, perampasan alat atau data hasil liputan (15 kasus), dan ancaman atau teror 8 kasus. Sedangkan dari sisi pelaku, polisi menempati urutan pertama dengan 58 kasus, disusul tidak dikenal 9 kasus, dan warga 7 kasus.
Kepada Mahfud MD, perwakilan AJI Indonesia dan LBH Pers juga menyampaikan catatan kasus kekerasan terhadap jurnalis yang terjadi di Indonesia selama beberapa tahun terakhir, termasuk kekerasan di ranah digital dan ancaman Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Menyikapi hal ini, Menko Polhukam akan menggelar pertemuan bersama Ketua Dewan Pers, Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Menteri Komunikasi dan Informatika, serta Kapolri.
Nurhadi, jurnalis yang sudah bekerja selama enam tahun di Tempo, hari Sabtu pekan lalu dianiaya oleh beberapa orang diduga aparat, ketika hendak konfirmasi berita kepada kepada Angin Satriyo Aji, bekas Direktur Pemeriksaan Ditjen Pajak Kementerian Keuangan. Oleh KPK, Angin Satriyo Aji tetlah ditetapkan sebagai tersangka, yang saat itu sedang mantu putranya di Gedung Samudra, Bumimoro, Surabaya. Putra Angin Satriyo Aji menikah dengan putri Kombes Pol. Ahmad Yani, mantan Karo Perencanaan Polda Jatim.
Advertisement