Mahfud MD: Eks HTI Tak Perlu Mundur dari PNS
Dialog Kebangsaan di Pendopo Kabupaten Probolinggo, Sabtu, 3 Oktober 2020 itu tiba-tiba terpantik soal bahasan komunisne (PKI) dan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Menko Polhukam, Mahfud MD pun menjelaskan soal keberadaan kedua organisasi yang sama-sama ingin mendongkel Pancasila itu.
“Saya ingin menyoroti soal khilafah. Bagi saya HTI itu sama dengan PKI karena sama-sama ingin mengubah NKRI. Pertanyaannya, mengapa HTI hanya kena sanksi adimistrasi, bukan pidana,” ujar Husnul Milad dari Pesantren Darul Mukhlasin, Kabupaten Probolinggo.
Seharusnya pemerintah lebih tegas terhadap eks-anggota HTI terutama yang berstatus pegawai negeri sipil. “Harus ditegasi, mengapa mereka menolak Pancasila tetapi mau uang Pancasila. Seharusnya, pegawai negeri sipil (PNS) yang menolak Pancasila mundur sebagai PNS,” katanya.
Milad menambahkan fakta, gegeran antara Pemuda Ansor dengan aktivis eks-HTI yang berusaha mengajarkan khilafah. Hal ini karena menurutnya, pemerintah kurang tegas menindak eks-HTI.
Meski tidak “sekeras” Milad, KH Syafaat, Pengasuh Pesantren Darussalam, Blokagung, Banyuwangi juga menanyakan soal PKI. “Pada 1965 kekejaman PKI luar biasa terhadap para kiai dan ulama di negeri ini,” katanya.
Sementara itu KH Musayyib Nahrawi dari PCNU menyoroti, maraknya ekstrem kanan dan ekstrem kiri semasa Orba. “Saat Orba ramai, ekstrem kiri dan ekstrem kanan. Sekarang muncul wahabi, wahabu,” katanya.
Musayyib juga mempertanyakan, perbedaan penanganan penusuk Jenderal (Purn) Wiranto dengan penusuk Syaikh Ali Jabber. “Soal pembacokan mubaligh ini kami ketir-ketir. Kalau kasus Pak Wiranto viral. Bagaimana kelanjutan kasus ini, juga kasus Syaikh Ali Jabber?” katanya.
Mahfud kemudian menjelaskan, PKI dibubarkan karena terbukti melalukan kudeta dan sudah disidangkan di Mahmilub. “Sisi lain, HTI tidak berontak sehingga tidak sampai dipidana seperti PKI,” katanya.
HTI dibubarkan karena dinilai menyalahi UU Keormasan yakni, semua ormas di Indonesia harus berasaskan Pancasila. “Karena menyalahi UU Keormasan, ya HTI dibubarkan,” kata Mahfud.
Mengapa pemerintah tidak melarang eks-HTI yang menjadi PNS mundur dari jabatannya? “Begitu HTI dibubarkan, ya tidak ada lagi, mengapa PNSnya harus mundur?” tanya Mahfud.
Berbeda dengan PKI yang terbukti kudeta, pemerintah kemudian melarang paham komunisme, Marxisme-Leninisme muncul di negeri ini. “Kalau paham ‘khilafahisme’ memang tidak tercantum di hukum positif,” kata guru besar hukum Islam di Universitas Islam Indonesia (UII) Jogjakarta itu.
“Kasus Lampung, ulama yang dibacok (Syaikh Ali Jabber) sudah dilimpahkan kejaksaan,” kata pria kelahiran Madura itu. Kasus Wiranto, dua pelaku suami-istri masing-masing sudah divonis 12 tahun penjara.
Sisi lain, Mahfud mengaku, heran dengan seringnya kiai atau ulama yang dianiaya,ternyata pelakunya orang gila. “Aneh kan, orang gila kok maju milih kiai atau ulama. Sebaiknya, kalau ada dugaan orang gila, sebaiknya kasus tetap diproses. Biar pengadilan yang memutuskan, pelakunya gila atau tidak, bukan di tingkat kepolisian,” kata pengikut setia Gus Dur itu.
Advertisement