Mahfud MD dan Cak Imin, Ini Kesaksian tentang Kardus Durian
Mahfud MD tetap menjadi bahasan panjang di jagat informasi, khususnya medsos. Bagaimana hubungan Muhaimin Iskandar (Cak Imin) dan Mahfud MD sesungguhnya?
Berikut ngopibareng.id menghadirkan pandangan M Kholid Syeirazi, Sekjen Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU):
Secara tidak sengaja, saya menonton tayangan TVOne, telewawancara live dengan Cak Imin (beberapa waktu lalu). Cak Imin tampil santai, mimik dan gesturnya rileks, mesam-mesem. Dia menanggapi santai berbagai pertanyaan host, bahkan terkait isu sensitif soal kardus durian yang disinggung Pak Mahfud.
Mimiknya tidak menunjukkan marah dan kemudian melakukan serangan balik ke Pak Mahfud. Menurut saya, penampilan Cak Imin jauh lebih elegan dibanding Pak Mahfud di ILC tempo hari, yang saya lihat cuplikannya banyak dibagikan di media sosial.
Pak Mahfud bilang legowo atas proses politik yang terjadi, yang menggagalkan nominasinya sebagai Cawapres di detik-detik terakhir. Tetapi, dari torpedo yang diarahkannya ke banyak pihak, kesan yang ditimbulkan justru sebaliknya. Beliau sama sekali tidak legowo.
"Padahal, dibandingkan dengan Cak Imin, beliau nyaris tidak berpeluh-basah menjadi Cawapres. Cak Imin mendisain dirinya sedemikian rupa agar dikenal publik, mendapat simpati orang dan memantaskan diri dengan harapan dilirik Jokowi menjadi pendampingnya."
Padahal, dibandingkan dengan Cak Imin, beliau nyaris tidak berpeluh-basah menjadi Cawapres. Cak Imin mendisain dirinya sedemikian rupa agar dikenal publik, mendapat simpati orang dan memantaskan diri dengan harapan dilirik Jokowi menjadi pendampingnya. Saya kira modal tenaga, waktu, uang, dan harapan yang dipupuknya demikian besar.
Cak Imin memupuk keyakinan untuk dirinya sendiri agar menular menjadi keyakinan orang lain bahwa dia pantas menjadi Cawapres.
Sementara Pak Mahfud nyaris tidak mengerahkan banyak tenaga. Modalnya adalah integritas dan reputasi yang dibangunnya bertahun-tahun sebagai tokoh bersih dan berkarakter. Tetapi, semua orang tahu modal politik tidak cukup itu. Bahkan, dibanding posisi Pak Mahfud periode lalu (2014), namanya melambung hingga masuk bursa Cawapres Jokowi kali ini nyaris tanpa kerja tim.
Periode lalu Pak Mahfud membentuk tim: media dan lobi agar digandeng menjadi Cawapres. Di perhelatan kali ini, tidak. Ada kekuatan lain bertenaga besar yang bekerja untuk melambungkan namanya. Lalu tiba-tiba terjerembab di tikungan terakhir dan Pak Mahfud kecewa karena di-PHP.
Padahal, omong-omong soal PHP, semua orang juga kena, termasuk Cak Imin. Di Palembang, Jokowi bilang nama Cak Imin masuk di kantongnya dan tentu membuatnya berbunga-bunga. Tapi semua orang tahu bahwa ketua partai, dari partai manapun, tidak dikehendaki Jokowi dan PDIP.
Cak Imin gagal setelah upayanya yang begitu keras, tetapi dia menunjukkan kelasnya sebagai politisi yang kian matang. Meski tempo hari pernah berseloroh andaikan gagal menjadi Cawapres dia akan patah hati dan mengurung diri, penampilan Cak Imin menunjukkan kesan sebaliknya. Rautnya tidak muram.
Dua hari lalu saya ketemu Cak Imin, mengenakan kaos dan sarung. Saya tanya bagaimana perasaannya? Dia jawab, "aku loyo dan patah hati," tetapi sambil ketawa-ketiwi. Dia lalu mendeklamasikan puisi: "Aku ini hanya sebutir debu di hamparan pasir...." habis itu ngakak cerita kesana-kemari.
Banyak orang bersimpati dg Pak Mahfud karena reputasinya. Gayanya yang ceplos-ceplos mengingatkan orang kepada Gus Dur, dan memang berkat Gus Dur-lah nama Mahud MD terkerek di jajaran elit nasional dan dikenal di lingkungan elit NU dan PKB.
Sebelum itu, Pak Mahfud nyaris tidak dikenal sebagai orang NU. Ketika PAN dideklarasikan di Yogayakarta tahun 1998, Pak Mahfud salah seorang dari 50 orang deklaratornya. Jejak kiprah Pak Mahfud di Jogja memang lebih dekat dg kelompok Islam modernis. Setelah membersamai Gus Dur di tengah situasi politik sulit (1999-2001), Pak Mahfud langsung masuk di jajaran elit PKB dengan menjadi Waketum DPP PKB (2002-2005) hasil MLB Yogyakarta.
Setelah itu, Pak Mahfud dikenal sebagai ABG (Anak Buah Gus Dur) dan kesan itu tertanam di publik sampai sekarang. Sementara Cak Imin, buntut konflik PKB 2008-2009, dicap sebagai pembangkang Gus Dur tanpa peduli kerja kerasnya merehabilitasi dampak dari konflik itu dan tanpa peduli bahwa dia adalah mantan Ketua Umum PB PMII.
Sementara Pak Mahfud mantan Ketua Presidium KAHMI. PMII sayap kaderisasi NU di tingkat mahasiswa. Sementara HMI, meski banyak anggotanya berasal dari anak muda NU, dulunya adalah underbouw Masyumi, organisasi yang sanad perjuangannya bersimpang jalan dengan NU.
Di ILC Pak Mahfud menegaskan dirinya sebagai orang NU sekaligus melancarkan serangan frontal ke elit PBNU. Publik akan punya penilaian sendiri terkait elok-tidaknya. Menurut saya, tidak semua hal perlu dikatakan, tidak semua hal perlu diceritakan.
Selamat berlongwiken..
M Kholid Syeirazi
*) Dipetik dari akun facebook M Kholid Syeirazi.