Mahfud MD: Bukan TSM JIka Tak Bisa Kendalikan Sampai TPS
Mantan Hakim Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD menyebut jika menghimpun sejumlah orang dalam sebuah forum kemudian mengeluarkan imbauan untuk memilih calon presiden tertentu, tidak termasuk dalam kategori kecurangan pemilu yang bersifat terstruktur masif, sistematis dan terstruktur (TSM).
Mahfud memberikan contoh misalnya ada seorang bupati yang dengan biaya sendiri mengumpulkan banyak orang dalam sebuah forum. Kemudian dalam forum tersebut sang bupati mengeluarkan imbauan agar memilih calon presiden tertentu. Maka tindakan semacam itu tak bisa dikategorikan sebagai kecurangan pemilu yang TSM.
"Disebut kecurangan yang masif, sistematis dan terstruktur (TSM) jika sang baupati bisa mengendalikan sampai ke TPS dan menentukan perolehan suara. Jika tak sampai pada perbuatan tersebut, maka tak bisa disebut sebagai TSM. Karena kendali tak sampai masuk pada TPS dan penentuan perolehan suara," kata Mahfud seperti dikutip dari wawancara Kompas TV.
Kata Mahfud, perbuatan semacam itu, memang melanggar dan termasuk kecurangan yang sistematis. Namun, bukan ranah dari Mahkamah Konstitusi untuk mengadilinya melainkan ranah dari Badan pengawas Pemilu (Bawaslu) atau hukum pidana.
Sebelumnya Bambang widjajanto selaku penasihat hukum pasangan dari calon presiden Prabowo Subianto-Sandiaga Uno menyebut jika kubu pasangan calon presiden Joko Widodo dan Ma;ruf Amin telah melakukan serangkaian tindakan kecurangan pemilu yang bersifat TSM. Dia mencontohkan ada imbauan dari kubu Joko Widodo-Ma'ruf Amin untuk mengenakan pakaian putih-putih saat melakukan pencoblosan di Tempat Pemungutan Suara (TPS).
Imbauan semacam ini dianggap sebagai intimidasi psikis kepada calon pemilih karena bisa jadi mereka tak ingin memilih pasangan calon presiden yang identik dengan baju putih yaitu Joko Widodo dan Ma'ruf Amin, tapi diimbau untuk memakai baju putih.
"Instruksi memakai baju putih adalah pelanggaran serius karena bentuk intimidasi sebagai bagian dari kecurangan," kata Bambang.
Selain itu, Bambang juga menyebut kebijakan Presiden Joko Widodo untuk menaikan gaji Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan pensiunan yang pembayaran dirapel dan dibayarkan pada pertengahan April sebelum pemilu juga dianggap sebagai bentuk kecurangan yang memanfaatkan anggaran belanja dan program negara untuk kepentingan pemenangan pemilu presiden Joko Widodo.
Advertisement