Mahasiswa Unisla Unjuk Rasa Tolak Dualisme Kepemimpinan Kampus
Mahasiswa Universitas Islam Lamongan (Unisla) akhirnya gerah juga. Mereka pun harus beraksi setelah menunggu dua bulan lebih terkait adanya dualisme kepemimpinan di tempat mereka kuliah tak kunjung usai.
Salah satu alasannya, sejumlah mahasiswa yang mengatas namakan Aliansi Organisasi Mahasiswa (Ormawa) dan Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) Unisla merasa terganggu. Baik secara adminsitrasi maupun jalannya perkuliahan.
Termasuk tentang nasib wisuda mahasiswa. Mereka khawatir tradisi kewajiban wisuda tahun 2023 terancam batal. Padahal, itu satu-satunya harapan utama sebagai penanda sarjana.
"Jika dualisme kepemimpinan ini tidak segera diakhiri, bagaimana nasib mahasiswa. Jangan korbankan kami karena kepetingan pribadi, "kata mahasiswa yang berorasi di depan gedung induk Unisla, Rabu 17 Mei 2023.
Salah seorang mahasiswi yang enggan disebut namanya kepada ngopibareng.id mengatakan, wisuda Unisla biasanya diadakan Agustus atau September. Sekarang ini, sudah banyak mahasiswa sedang menyelesaikan skripsi.
"Bahkan ada yang sudah lulus. Kalau ada dualisme kepemimpinan seperti ini, siapa nanti yang akan.mweisuda dan tanda tangan ijazah," tuturnya.
Inti unjuk rasa mahasiswa yang berharap kasus di kampusnya tuntas ditunjukkan dengan mengajukan tuntutan harus ditandatangani oleh ketua yayasan dua kubu terkait.
Tidak lupa, mahasiswa juga memperingatkan kepada pihak kampus. Jika tidak ada penyelesaian dalam kurun waktu 2 x 24 jam, maka mahasiswa akan kembali menggelar aksi dengan lebih banyak.
"Jika dalam waktu yabg sudah kami sampaikan itu tidak juga tuntas kami akan turun aksi lagi, dan mungkin lebih ekstrem. Kita tidak perduli siapapun orangnya yang memimpin Unisla. Terpenting bagi kami, segera ada penyelesaian agar tidak merugikan mahasiswa, "sambung orasi salah seorang anggota DPM.
Diketahui, hampir tiga bulan ini Unisla perguruan tinggi swasta terbesar di Lamongan ini memanas. Muncul dua kepemimpinan. Yakni, ada Pj Rektor Dody Eko Wijayanto dengan Ketua Yayasan (YPPTI Sunan Giri) Wardoyo dan Pj Rektor Abdul Ghofur.l dengan Ketua Yayasan Bambang Eko Mulyono.
Sementara ini, dua kubu mengklaim sama-sama sah. Tentu, mereka memiliki dasar, data dan argumentasi masing-masing.
Saat aksi, awalnya mahasiswa diterima kubu Wardoyo/Dody Eko Wijayanto bersama orang-orangnya. Beberapa saat kemudian hadir kubu Pj Abdul Ghofur dan orang-orangnya. Minus Bambang Eko Mulyono karena informasinya yang bersangkutan sedang berada di Surabaya.
Karena keberadaan Bambang ini, mahasiswa saat itu hanya mendapatkan satu tandatangan dari surat tuntutannya. Yakni, dari Wardoyo. Sedang kubu Pj Abdul Ghofur yang menjanjikan Bambang baru bisa pukul 15.00, mahasiswa pun menerimanya.
Begitu Bambang datang, mahasiswa pun kembali turun. Tetapi, kubu Wardoyo juga ikut menyaksikan. Selain meminta tandatangan, mahasiswa juga meminta kejelasan dari Bambang.
Seperti diduga, Bambang pun menjelaskan kalau pihaknya sah. Pernyataannya itu, juga dengan menunjukkan bukti dan argumentasi.
"Sudah, kita tidak ingin mendengarkan pernyataan saling membenarkan masing-masing. Kami hanya menuntut masalah ini segera diselesaikan. Ayo kita semua bubar, " sela seorang DPM dan mahasiswa bubar.
Wardoyo membenarkan jika mahasiswa akhirnya bergolak dengan kondisi inu. Karena mereka merasa terganggu. Tetapi, diyakinkan bahwa mahasiswa tidak akan terganggu dengan urusan wisuda.
"Karena kami memang masih yabg sah, tentu dari pihak kami yang akan menandatangani ijazah mahasiswa yabg nanti wisuda, " tegas Wardoyo di ruangnya, Rabu 17 Mei 2023, malam.
Sebelumnya, usai menemui mahasiswa Bambang juga menyatakan senada. Ia bersama Pj Rektor Abdul Gofur juga meyakinkan tidak akan ada gangguan untuk kegiatan wisuda. "Karena kami memang ingin menyelamatkan mahasiswa agar tetap beraktifitas, " tandasnya.
Advertisement