Mahasiswa UNESA Tampilkan Teatrikal di Aksi Indonesia Gelap, Sindir Pembungkaman oleh Pemerintah
Dalam aksi 'Indonesia Gelap' yang digelar di depan Gedung DPRD Jatim, Jalan Indrapura, Surabaya hari ini, Jumat 21 Februari 2025, para mahasiswa yang tergabung dalam Teater 'Institut' Universitas Negeri Surabaya (UNESA) mengadakan aksi teatrikal sebagai bentuk kekecewaan mereka terhadap kebijakan pemerintah yang dinilai tidak pro rakyat.
Salah satu pemeran teatrikal 'Indonesia Gelap', Muhammad Abdul Ghani Bima menyebutkan, pentas yang berlangsung kurang lebih selama lima menit tersebut menggambarkan tuntutan massa aksi serta keadaan lanskap nasional yang terjadi akhir-akhir ini.
"Banyak pembungkaman kritik seni, ada pembredelan lukisan, lalu pentas teater di Bandung juga dibredel, yang terakhir lagu dari Sukatani yang judulnya Bayar Bayar Bayar itu juga dibredel," ucap Bima di sela-sela aksi.
Dirinya menjelaskan, sosok orang bersongkok dan berpakaian setelan jas yang identik dengan pejabat, dan sedang makan, melambangkan kabinet Merah Putih di bawah komando Presiden Prabowo. Menurutnya, hal itu tidak gunanya dan hanya sebatas untuk membagi-bagi kekuasaan.
"Ini yang sedang dialami oleh negara kita, dan itu tidak ada gunanya sebenarnya, mereka hanya membagi-bagi kekuasan. Mungkin politik balas budi. Bagaimana presiden ini membagi-bagi kekuasaannya kepada orang yang mendukung dia, akhirnya dia akan mendapatkan jatah-jatah," paparnya.
Selanjutnya, terdapat juga penampilan seorang mahasiswa yang berperan sebagai rakyat jelata. Ia terlihat sedang menjerit dengan mulut tertutup lakban hitam, yang menandakan pembungkaman terhadap pendapat.
Rakyat itu juga terlihat sampai berguling-guling dan memohon dengan sangat kepada pejabat atau penguasa untuk mendengar suara mereka. Namun, pejabat dengan segala kuasa yang dimilikinya justru tidak mendengarkan suara rakyat dan menutup kedua telinganya.
"Rakyat di sini kelaparan. Tadi juga ada adegan berguling-berguling yang menyimbolkan kemiskinan itu tidak pernah usai. Setiap ganti penguasa ada kemiskinan baru. Nah itu kan sebuah ironi yang terus kita alami. Kita sudah merdeka, tetapi kenapa rakyat ini masih lapar, dan penguasa itu malah joget-joget dan mendapat fasilitas mewah," tegasnya.
Selain itu, terdapat pula pemeran lainnya yang berperan sebagai ibu pertiwi. Dengan mata tertutup, ibu pertiwi yang terlihat sedang menari-menari sebagai simbol dari kekayaan sumber daya alam, tetapi para penguasa bersiap untuk merusaknya sewaktu-waktu demi kepentingan golongan tertentu.
"Pemeran penari yang ditutup matanya itu juga menyimbolkan Ibu Pertiwi, yang edang memperindah negara kita, tetapi para penguasa selalu merusaknya dengan tambang, penggundulan hutan, kelapa sawit, dan sebagainya," pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, segenap mahasiswa, akademisi, dan masyarakat sipil di Kota Surabaya akan kembali menggelar aksi 'Indonesia Gelap' di depan Gedung DPRD Jawa Timur, Jalan Indrapura, hari ini Jumat 21 Februari 2025.
Pantauan Ngopibareng.id, terlihat puluhan massa telah berkumpul di titik aksi sejak pukul 09.00 WIB. Mereka kompak memakai pakaian berwarna hitam serta ada juga beberapa yang turut membawa payung berwarna senada.
Terlihat, massa juga turut membawa poster, yang di antaranya bertuliskan 'Dulu Sok Cinta Rakyat, Sekarang Cinta Duit Rakyat', 'Rakyat Diperas Anggaran Pendidikan Dipangkas Indonesia Cemas', dan 'Di Negara Ini yang Waras Cuma Rakyat'.
Koordinator aksi, Thanthowy Syamsuddin mengatakan, para demonstran berasal daei Kesatuan Solidaritas dan Soliditas Indonesia Gelap Nasional, yang tergabung dalam aliansi warga sipil Arek Gerakan Rakyat (Arek Gerak), yang terdiri atas mahasiswa, akademisi, dan elemen sipil-elemen sipil lainnya.
Pihaknya menuntut supaya pemerintah pusat segera berbenah, membatalkan rancangan undang-undang (RUU) yang dianggap mensengsarakan rakyat dan segera mengesahkan RUU yang pro rakyat.
"Tuntutan kami se-nasional sama, satu yaitu tolak undang-undang anti rakyat yakni Undang-undang Minerba, UU Multifungsi TNI-Polri, yang sebenarnya itu akan berdampak buruk pada kesejahteraan rakyat dan demokrasi sendiri," ucap Thanthowy ditemui di sela-sela aksi, Jumat 21 Februari 2025.
"Dan yang kedua, kami menuntut pemerintah untuk segera mengesahkan undang-undang pro rakyat, yakni satu UU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga, UU Masyarakat Adat, dan UU Perampasan Aset," tambahnya.
Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Airlangga (UNAIR) Surabaya itu juga mengungkapkan, pihaknya juga menuntut evaluasi besar-besaran atas kebijakan serta program pemerintah yang memperparah penderitaan rakyat. Seperti program Makan Bergizi Gratis (MBG) dan rencana pemangkasan anggaran pada pos vital, seperti pendidikan, kesehatan serta pembangunan infrastruktur.
"Pendidikan itu (rencana) dipotong Rp110 triliun untuk efisiensi yang disebut Prabowo, tapi kabinetnya sendiri enggak efisien. Yang kedua (anggaran Kementerian) PU pekerjaan umum dipotong Rp80 triliun. Jadi alokasi penting untuk rakyat itu dihabisi, dipress, tapi in-efisiensi masih berlaku dan itu dialokasikan ke tempat-tempat lain. Salah satunya juga (anggaran) MBG yang menurut kami itu lebih cocok untuk investasi sosial," tegasnya.
Selain itu, pihaknya juga menyoroti kebijakan pemerintah lainnya, yakni lembaga "Danantara" yang akan difungsikan untuk menginvestasikan deviden dari setiap BUMN yang ada.
Thanthowy menerangkan, tata kelola lembaga tersebut yang belum jelas strukturnya dan disebut-sebut akan terdiri atas para elite dan oligarki. Pihaknya melawan atau menolak konsep Danantara tanpa tata kelola yang solid, transparan, dan akuntabel.
"Kami melihatnya itu bagi-bagi kue ekonomi untuk menginvestasikan uang rakyat, uang negara, secara legal. Yang bisa jadi ketika tata kelolanya buruk, itu bisa berakhir dengan investasi seperti di Malaysia. Kita bisa berkaca pada (kasus) Jiwasraya dengan ketentuan OJK, pengawasan supervisi dari BI, itu pun masih lolos. Apalagi ini (Danantara), di mana itu menurut penuturan para ahli, itu bisa lepas dari konteks undang-undang kerugian negara," paparnya.
Advertisement