Mahasiswi UNESA Diteror Pembawa Virus Corona
Jumlah kasus infeksi corona atau Covid-19 di Indonesia terus melonjak. Pembaharuan terakhir per 20 Maret 2020, terdapat 369 kasus dengan 32 orang di antaranya meninggal, dan 17 sembuh. Di antara jumlah tersebut, 13 kasus infeksi corona ada di Surabaya.
Jauh sebelum virus corona menginfeksi warga Kota Pahlawan, salah satu mahasiswi Universitas Negeri Surabaya (UNESA) Pramesti Ardita Cahyani sempat terjebak di Wuhan, China. Kota itu terdeteksi sebagai lokasi pertama sebaran virus Covid-19.
Mahasiswi semester akhir jurusan Bahasa Mandarin itu tengah mengikuti pertukaran pelajar di Central China Normal University (CCNU) selama 6 bulan. Semenjak wabah corona, Pramesti Ardita Cahyani bersama beberapa warga negara Indonesia (WNI) di China pun dievakuasi dan dikarantina di Pulau Natuna, Kepulauan Riau.
Sekarang, Pramesti Ardita Cahyani sudah kembali ke Surabaya. Ngopibareng.id berkesempatan berbincang dengannya di sebuah kamar kos mahasiswi di Surabaya.
Gadis berkerudung hitam dan berbaju pink itu menyambut dengan ramah. Di dalam kamar kos 3x3 terlihat karpet plastik digelar di lantai. Ada dua makanan ringan, sepiring roti, dan satu botol minuman.
Sambil menawarkan camilan itu, gadis asli Lamongan tersebut menceritakan pengalamannya terkait virus corona. Gadis yang akrab disapa Memes itu ingat saat dirinya mendapat dukungan dari Bupati Lamongan, civitas akademi UNESA hingga aktor sekaligus YouTuber Boy William.
“Saya sempat teleconference dengan Bapak Bupati Lamongan bersama teman yang lain (mahasiswa yang terjebak di Wuhan). Saya sebelumnya sudah diberi informasi oleh Ketua Kesbangpol (Kesatuan Bangsa dan Politik),” ucap Pramesti pada Jumat, 20 Maret 2020
Kala itu, bupati menanyakan kondisi Pramesti. Selain itu, gadis yang hobi memasak ini juga ditanyai soal lokasi wisata yang ingin dikunjungi jika selesai masa karantina. Selain itu, Pramesti juga diajak bercanda.
“Saya ditanya kondisinya gimana, ingin makan apa, dan jalan-jalan ke mana nantinya. Terlebih sebenarnya, kebanyakan waktu teleconference itu seringnya guyonan, Mbak. Mungkin agar kami nggak stres kali ya,” ceritanya.
Selain sang bupati, Rektor UNESA pun turut memberikan dukungan moral dan mental melalui telepon di WhatsApp. Pramesti juga mendapatkan bantuan dana dari teman-temannya di UNESA.
Yang tak kalah mengejutkan, Pramesti mendapat telepon dari aktor sekaligus YouTuber Boy William. Dia membahas kondisi mahasiswa UNESA yang terjebak di Wuhan di tayangan Nebeng Boy.
“Sempet juga Boy William telepon secara langsung. Dia tanya kondisi kami di Wuhan bagaimana. Itu di YouTube Nebeng Boy,” kenang Pramesti.
Natuna Mengasyikkan
Wabah corona di Wuhan membuat pemerintah setempat melakukan lockdown. Melihat kondisi yang ada, pemerintah Indonesia mengevakuasi beberapa mahasiswa UNESA yang terjebak. Selanjutnya, mereka bersama WNI lainnya dari China dikarantina di Pulau Natuna, Kepulauan Riau.
Awalnya, Pramesti mengaku tak mengetahui akan dibawa ke mana. Dia dan WNI lainnya yang naik pesawat Hercules diturunkan di Bandara Hang Nadim Batam. Ternyata, tujuan mereka selanjutnya ke Pulau Natuna.
Kala ditanya pengalamannya di sana, perempuan 23 tahun itu mengaku sangat menikmati. Dia mendapatkan makanan, baju dan celana gratis. Selain itu, ada juga perlengkapan mandi, selimut dan bantal.
Selama masa karantina 14 hari, mereka dilarang pergi ke luar. Waktu mereka dihabiskan untuk senam dan melakukan kegiatan pribadi. Seperti main kartu uno, menonton televisi, dan mengerjakan tugas-tugas kuliah.
Pramesti betah di Natuna. Fasilitas karatina lengkap. Ada karaoke, voli, futsal, dan pingpong. Terlebih di dekatnya ada pantai. Jatah makan sehari tiga kali dan snack berupa jajan pasar, biskuit dan roti sebanyak dua kali.
“Ini kan kita nggak boleh ke mana-mana, tapi semuanya sudah disediain lengkap. Makannya pun bisa tiga kali dan snacknya dua kali. Saya nyaman dan nggak bosan," katanya.
Pramesti mengaku sering menghabiskan waktunya untuk bermain uno dan sharing pengalaman dengan sesama peserta karantina lain dan aparat TNI yang bertugas.
Lebih lanjut, hal yang paling diingatnya adalah menghabiskan masa-masa karantina dengan aparat TNI.
“Di antara TNI dan kami nggak ada sekat sama sekali. Apa-apa selalu dilakukan bersama-sama. Mulai dari main uno, poker, sampai kami dibakarkan makanan T2 (ransum makanan kaleng),” kenangnya dengan antusias.
Pramesti yang tidak menunjukkan gejala terinfeksi corona, maka dia tidak pernah mendapatkan tes corona secara langsung. Meski demikian, suhu badannya terus dipantau. "Jika ada pasien yang batuk atau pilek baru di tes corona," sambung dia.
Diteror sebagai Pembawa Virus
Setelah kepulangannya dari karantina, banyak tetangganya yang masih sangsi. Ada yang mengirim pesan untuk menanyakan kondisi kesehatannya yang sebenarnya. Bahkan ada yang meneror melalui media sosial Facebook.
Sedihnya, Pramesti dituding sebagai pembawa virus corona. Padahal, perempuan yang hobi MC itu sudah mendapatkan sertifikat dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) terkait kesehatannya.
“Ada yang ngirim pesan ke Facebook saya dan tante. Katanya, jangan bawa virus ke sini. Saya juga bingung, saya nggak bawa virus. Saya ada sertifikat dari Kemenkes lho, bukan bikin sendiri. Keadaan saya pun sehat,” tegasnya.
Terkadang saking jengkelnya saat ditanya kondisi kesehatannya, Pramesti malah menyampaikan permintaan maafnya karena membawa 'oleh-oleh virus'.
“Kalau sudah jengkel, akhirnya saya bilang saya minta maaf ya nggak bisa ngasih oleh-oleh apa-apa. Saya cuma bisa bawain virus aja,” ucapnya dengan sedikit kesal dan tertawa kecil.
Mengajar Les dan Ingin Jadi Penerjemah Mandarin
Setelahnya kembali dari Natuna, perempuan yang ramah ini sempat kembali ke Lamongan selama dua minggu. Dia sempat dikunjungi Bupati Lamongan dan Rektor UNESA.
Pramesti kembali ke Surabaya pada 25 Februari 2020 untuk bekerja. Di tengah merebaknya virus corona di Kota Pahlawan, dia lebih fokus mengajar les bahasa mandarin dan mata pelajaran umum untuk SD pun SMP sembari menunggu pengumuman dari sebuah perusahaan untuk menjadi seorang translator atau penerjemah.
“Saya masih ngajar les bahasa mandarin dan mata pelajaran umum. Ini juga sambil nunggu panggilan translator yang sudah saya apply,” ceritanya.
Pramesti mengaku embel-embel pernah ke Wuhan, membuat dirinya sempat batal wawancara kerja sebanyak dua kali. Lamaran kerjanya untuk posisi translator ditolak.
Ya, mungkin pekerjaan itu belum rezeki Pramesti. Di sisi lain, saat wabah virus corona merebak di Surabaya, perempuan beraksen Jawa itu berharap semoga masyarakat lebih waspada dan menjaga kesehatan.
"Harapannya wabah Covid-19 segera berakhir," ucapnya.