Mahasiswa ITS Ubah Limbah Jerami dan Lumpur Jadi Energi Listrik
Mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menginovasikan energi listrik ramah lingkungan dari limbah jerami dan lumpur Sidoarjo yang saat ini belum dimanfaatkan secara optimal.
Limbah jerami sebenarnya mengandung selulosa cukup tinggi dan dapat dimanfaatkan kembali, namun di Indonesia pemanfaatannya belum maksimal.
"Kandungan selulosa ini dapat diproses menjadi energi listrik ramah lingkungan menggantikan energi listrik berbahan bakar fosil,” terang ketua tim, Qurratul Ain Farahiyah.
Dalam penelitiannya, mahasiswi yang biasa disapa Fara ini menjelaskan, limbah jerami digunakan sebagai sumber karbon pada proses Microbial Fuel Cell (MFC). Yakni metode yang digunakan untuk mengubah energi kimia menjadi energi listrik melalui metabolisme mikroba terhadap suatu media sebagai katalis.
“Metode ini mentransfer elektron dari anoda melalui copper wire, kemudian menghasilkan arus listrik menuju katoda,” jelas mahasiswi Departemen Teknik Kimia ITS ini.
Lebih lanjut, Fara menjelaskan, proses pengolahan limbah jerami dan Lumpur Sidoarjo hingga menjadi energi listrik. Pertama, jerami di ekstrak lalu diencerkan dan dipisahkan antara cairan dan padatannya.
Cairan yang mengandung selulosa ini kemudian diambil untuk dihidrolisis oleh sejenis fungi bernama Aspergillus Niger untuk menghasilkan glukosa. Satu kilogram limbah jerami bisa menghasilkan 11.362 gram per liter glukosa.
Glukosa kemudian dicampurkan dengan lumpur Sidoarjo untuk kemudian diumpankan sebagai makanan bakteri Shewanella Oneidensis MR-1 di dalam elektroda untuk menghasilkan elektron. Selanjutnya electron ditransmisikan dari anoda ke katoda yang keduanya berbahan carbon cloth twill melalui bahan konduktor resistor.
“Lumpur Sidoarjo yang kerap dianggap sebagai masalah ini mengandung mikroorganisme yang berperan penting dalam proses transfer elektron dalam MFC,” ungkap mahasiswi angkatan 2021 ini.
Fara menambahkan, semakin banyak glukosa yang digunakan maka arus listrik yang ditimbulkan akan semakin besar. Hal ini terjadi karena metabolisme bakteri dalam larutan dengan lebih banyak glukosa akan lebih cepat dan pertumbuhan bakteri yang cepat membuat jumlah arus yang lebih besar.
“Daya sebesar 8.515,351 miliwatt dapat dihasilkan dari pemrosesan 11.362 gram glukosa,” lanjut gadis kelahiran Mei 2003 ini.
Dengan bimbingan dari Dr Eng Raden Darmawan ST MT, inovasi ini telah berhasil meraih medali perunggu pada kategori Energy di kompetisi Indonesia International Applied Science Project Olympiad (I2ASPO) yang diselenggarakan oleh Indonesian Young Scientist Association (IYSA), beberapa waktu lalu.
Dalam penelitian Fara juga didukung oleh beberapa anggota tim lainnya, yakni
Akbar Krisna Wandana (Departemen Teknik Instrumentasi), Cherish Global Etnic (Departemen Teknik Kimia), Dwi Mayasari (Departemen Teknik Kimia), dan Ramadhita Putra Purnomo (Departemen Teknik Kimia).
Advertisement