Mahasiswa ITS Pecahkan Masalah Lalu Lintas dengan Probe Data
Dhiya Aldifa Ulhaq merupakan mahasiswa Departemen Teknik Mesin Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, yang berkesempatan mengikuti ajang Global Project Based Learning (GPBL) yang diadakan Shibaura Institute of Technology (SIT), Jepang.
Dalam program yang dihelat selama 10 hari itu, Aldi memberikan solusi guna meningkatkan keselamatan lalu lintas dengan memanfaatkan probe data.
Aldi menuturkan, jika program GPBL ini bertujuan mengasah kemampuan untuk memecahkan masalah dan kemampuan berpikir inovatif peserta. Berbagai perusahaan Jepang, seperti Ricoh, Toshiba, Smith & Nephew, Kanepackage, serta perwakilan dari Prefektur Saitama dan Tochigi yang menjelaskan permasalahan yang mereka hadapi saat ini.
"Totalnya ada 12 permasalahan yang harus diselesaikan oleh 12 kelompok dan harus diselesaikan selama sembilan hari," ucap Aldi, Sabtu, 29 Desember 2018.
Berbekal riset dari internet, statistik dari pemerintah Prefektur Saitama dan hasil kuesioner dari beberapa mahasiswa yang kuliah di sana, ia dan kelompoknya menawarkan penggunaan probe data dari alat navigasi kendaraan roda empat untuk menentukan lokasi rawan kecelakaan.
Selain itu, turut pula dibangun fasilitas jalan yang dapat mengurangi kemungkinan kecelakaan di lokasi tersebut. "Fasilitas yang kami tawarkan sederhana, berupa marka jalan dan polisi tidur berbahan cairan non-newtonian," jelas mahasiswa angkatan 2016 ini.
Untuk polisi tidur sengaja dibuat dari cairan non-newtonian yang hanya akan mengeras ketika diberikan gaya yang besar, sedangkan untuk gaya yang kecil cairan tersebut bersifat lunak bahkan cair hampir menyerupai air.
"Sehingga, ketika mobil melaju kencang, polisi tidur akan mengeras dan menghambat lajunya. Namun, jika mobil berjalan pelan, polisi tidur akan melunak. Setelah dilewati, polisi tidurnya dapat kembali ke bentuknya semula," ucap Aldi.
Selanjutnya, di akhir progam Aldi dan peserta lain diajak mengunjungi daerah Nasu yang terletak di Prefektur Tochigi. Di sana, mereka menyambangi kuil dan beberapa tempat wisata.
Bukan sekedar bertamasya, setiap kelompok diminta mewawancarai masyarakat lokal, kemudian memberikan analisa untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan tempat wisata tersebut.
“Kami juga diminta membuat film pendek mengenai kunjungan ke tempat wisata tersebut," ujarnya.
Usai mengikuti progam ini, mahasiswa yang gemar membaca artikel tentang perkembangan teknologi itu, mengaku dapat belajar untuk memberikan solusi atas suatu masalah yang tak hanya sekedar memberi ide. Solusi tersebut haruslah didasarkan fakta dan data, dilihat relevansi terhadap masalah yang ada, juga harus menganalisa biaya yang akan dikeluarkan.
"Belum lagi, saya harus berkolaborasi dengan peserta dari berbagai macam negara dan latar belakang pendidikan, ibaratnya kami berperan sebagai konsultan untuk suatu perusahaan," pungkasnya. (amm)