Mahasiswa Brodcasting Jual Masker Dadakan Bukan Untuk Cari Untung
Wabah corona bagi sebagian orang dipakai untuk mencari keuntungan pribadi. Contoh nyata, ada oknum yang nekat menimbun masker dan menjualnya kembali dengan harga lebih mahal. Istilahnya bagai memancing di air keruh.
Haludy Shofy, mahasiswa jurusan Broadcasting di sebuah perguruan tinggi swasta di Surabaya ini juga ikut jualan masker. Namun, dia sengaja memanfaatkan situasi demi kebaikan.
Ludy, sapaan akrabnya, berjualan masker untuk membantu sepupunya yang biasa jualan parfum, kini alih profesi jualan masker. Jualan masker dadakan ini dilakukannya dalam rangka menolong temannya, seorang relawan medis yang membutuhkan.
Ceritanya, sepupu Ludy punya kenalan di sebuah pabrik masker. Ada aturan pembelian di pabrik tersebut. Minimal pembelian sebanyak 5 kardus. Setiap kardusnya berisi 40 boks. Per boks isinya 50 helai masker.
Sementara itu, relawa medis yang butuh masker itu hanya membeli tiga kadus. Alhasil, sisa dua kardus masker itu pun dijual sendiri.
“Saya cuma bantu sepupu saya saja. Itu temannya butuh tiga karton, padahal pembelian minimalnya lima (kardus). Sisanya saya yang bantu promosiin,” kata mahasiswa semester enam itu kepada Ngopibareng.id, saat dihungi melalui telepon beberapa waktu lalu.
Saat ini, harga masker sudah melonjak. Per kardus harganya Rp10 juta. Harga masker di pasaran per boks sekitar Rp500 ribu. Sedangkan, masker yang dijual Ludy hanya dibanderol Rp 370.000. Jika dibandingkan sebelum wabah corona, per boks masker dijual seharga Rp 50.000.
“Ini sepupu saya niatnya cuma bantu temennya. Nah, beli lima kardus kan Rp50 juta, sedangkan dia dapat Rp30 juta. Sisanya dia hanya ingin modalnya balik. Makanya saya tertarik untuk membantu,” tutur Ludy.
Pria berusia 21 tahun itu mempromosikan masker jualannya melalui WhatsApp. Namun, selama berjualan masker, Ludy kurang beruntung. Kebanyakan calon pembeli hanya tanya harganya, dan belum satu pun yang berniat membeli. Sebaliknya, kakak Ludy yang ikutan promosi jualan masker sudah laku 10 boks.
“Selama ini yang ada cuma sebatas tanya belum sampai beli. Kalau kakak bisa jualin sampai 10 boks. Tapi saya nggak tahu dapat untungnya kakak berapa,” katanya warga Sepanjang ini.
Menurut Ludy, dirinya tak banyak mengambil keuntungan dari hasil penjualan maskar itu. "Paling cuma Rp 10.000-20.000 ambil untungnya per boks. Biasanya, buat ganti bensin aja," sambung dia.
Berbeda dengan Ludy, sang ibu ikut jualan masker. Dia jualan masker secara ecera. Satu helai masker dijual Rp 7.500. Sebelumnya, wanita paruh baya itu berprofesi penjahit baju. Begitu ada pelanggannya yang menanyakan soal masker, ibunda Ludy yang enggan disebutkan namanya itu menawarkan masker jualannya secara eceran. Lagi-lagi alasannya hanya untuk menolong warga.
“Ibu jualin secara eceran agar murah, kalau satu boks kemahalan untuk mereka. Ibu jual murni untuk membantu warga, karena banyak yang nyari dan nanyain. Kalau nggak ada ya nggak jual,” cerita Ludy.
Banyak warga di sekitar rumah Ludy yang butuh masker. Karena lokasi setempat berdekatan dengan pasar.
"Biasanya yang beli eceran masker para pedagang di pasar, atau ada tetangga yang mau belanja ke pasar juga beli masker di ibu," kata Ludy.
Beruntung, selama jualan masker secara eceran tersebut tak mendapat cemoohan dari warga. "Kita memang nggak ambil keuntungan berlebihan jadi warga biasa aja reaksinya ke kita," sambung Ludy.
Selain itu, Ludy juga promosi ke WhatsApp, sehingga hanya kalangan keluarga dan teman dekat yang tahu jika dirinya berjualan masker dadakan. "Toh, saya nggak mencari untung, cuma bantu sepupu saja agar modalnya balik,” tutupnya.