Magnitud Baru Bernama The Best Ministry Of Tourism
Rasa-rasanya tak ada elemen yang tidak bangga dengan gelar The Best Ministry Of Tourism. Award Best National Tourism Organization (NTO).
Penghargaan terbaik se-Asia Pasifik di ajang TTG Travel Awards 2018 yang baru diterima Kementerian Pariwisata, Kamis 20 September lalu.
Setelah guru marketing dunia, Hermawan Kartajaya, Association of the Indonesian Tours and Travel Agencies (ASITA) yang ikutan happy. Asosiasi Tour dan Travel Indonesia itu menyambut award tadi dengan semangat berlipat.
”Track record prestasi Kemenpar luar biasa. Sangat layak mendapatkan The Best Ministry Of Tourism. Ini semua karena tangan dingin Menpar Arief Yahya. Karenanya kami memberi apresiasi luar biasa atas kinerja beliau bersama jajarannya di Kemenpar,” ungkap Ketua Umum ASITA Asnawi Bahar.
Lantas apa pentingnya award tadi? Mengapa dirasa sangat bergengsi? Kenapa tidak disikapi dengan biasa-biasa saja?
Karena penghargaan pada dasarnya adalah sebuah legitimasi atau pengakuan. Bila kita mendapatkan penghargaan, maka self confidence kita akan naik.
Kemenangan-kemenangan tersebut akan meningkatkan self confidence kita dan membawa kita untuk yakin menuju kemenangan berikutnya.
Belum lagi kredibilitas yang ikut terkatrol naik. “Kita juga bisa mengukur apakah yang kita lakukan sudah ada dalam track yang benar atau tidak,” tambah Asnawi.
Pertanyaan selanjutnya, what’s next? Apa yang harus dilakukan kemudian?
“Pekerjaan pelaku bisnis Pariwisata yang ada di bawah ASITA adalah menindaklanjuti dengan membuat inovasi selling. Intinya, promosi dan berdagang harus lebih gencar dilakukan. Ingat loh, ini bukan hanya sebuah penghargaan, tapi sebuah tanggung jawab yang berat dan besar bagi organisasi kami untuk membuat berbagai paket menarik.”
Standardnya tentu saja mengacu pada level dunia. Layanan dan hospitality juga mengarah ke sana. Maklum, tangan dingin Menpar Arief Yahya membawa angin perubahan signifikan bagi pariwisata Indonesia.
Wonderful Indonesia membukukan devisa Rp203 Triliun di 2017. Angkanya sudah di atas target Rp200 Triliun.
“Pertumbuhannya 35%-40%. Dengan acuan itu, saya yakin pariwisata bisa memberikan kontribusi 10%-14% bagi pertumbuhan ekonomi nasional pada 2018. Ini juga menjadi sektor paling layak investasi. Ini yang akan kita imbangi dengan inovasi-inovasi baru."
Efek positif makro lainnya adalah kontribusi Produk Domestik Bruto (PDB). Di tiga tahun terakhir, trend-nya selalu naik. Pada 2017, kontribusi sektor pariwisata pada PDB 5%. Jumlah ini naik 0,5% dari 2016, riilnya 4,5%.
Lalu, kontribusi 4,23% untuk PDB 2015. Serapan tenaga kerjanya juga tumbuh 12 juta orang pada 2017. Padahal, di tahun 2016 hanya 11,8 juta orang dan 11,4 juta orang pada rentang 2015.
Aspek makronya lainnya juga terus on. Kontribusi pariwisata pada tahun ini dipatok 5,25% lalu 2019 digenapi menjadi 5,5%. Target devisa juga dipasang Rp223 Triliun pada 2018 dan naik menjadi Rp280 Triliun di tahun depan. Serapan tenaga kerja diproyeksi 12,6 juta orang di tahun ini. Untuk tahun depan, angkanya didorong menjadi 13 juta orang.
“Point terpenting itu selling. Award ini memiliki pengaruh yang besar terhadap proses perdagangan di industri pariwisata. Pasar semakin percaya dengan produk yang ditawarkan. Sebab, banyak aspek yang sudah teruji secara kualitasnya,” katanya lagi.
Ada optimisme baru. Keyakinan baru. Dan semuanya, ikut dikomentari Menpar Arief Yahya.
“Ini semua karena Presidennya sangat concern terhadap pariwisata. Di era Presiden Joko Widodo, pariwisata ditempatkan sebagai sektor unggulan, selain infrastruktur, maritime, pangan, dan energy,” kata Menpar Arief Yahya di Jakarta.
Apakah komitmen negara serius menempatkan pariwisata sebagai sektor prioritas?
“Sangat commited! Presiden Joko Widodo bahkan sudah menginjakkan kaki ke destinasi top di tanah air. Sebut saja: Raja Ampat-Papua, Labuan Bajo-NTT, Lombok-NTB, Borobudur-Jateng, Danau Toba-Sumut, Tanjung Kelayang-Belitung, Tanjung Lesung-Banten, Mandeh-Sumbar, Mentawai-Sumbar, Nias-Sumut, dan lainnya. Itu menunjukkan perhatian yang sangat sangat serius,” jelas Arief.
Inilah yang disebut Menpar dengan istilah Inilah CEO Commitment. Kalau orang nomor satunya mau, maka semua bisa terjadi.
“Tugas CEO itu menentukan arah dan mengalokasikan sumber daya, baik manusia maupun budgeting. Karena itu di pariwisata ditempatkan orang terhebat dan disupport anggaran, yang meskipun masih terbatas, tapi sudah sedikit naik,” ungkapnya. (*/idi)