Mafia Minyak Goreng, MAKI Desak Pemerintah Ambil Alih Kebun Sawit
Ada pengusaha minyak goreng yang mengancam akan menarik diri dari program minyak goreng subsidi akibat adanya penetapan empat orang tersangka oleh Kejaksaan Agung.
Mereka itu adalah terduga pelaku yang diduga mengakibatkan minyak goreng langka dan mahal. Atas ancaman pengusaha tersebut, Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) meminta pemerintah untuk bersikap tegas.
Antara lain mencabut hak guna usaha (HGU) perkebunan dan izin usaha perkebunan (HIP) dari pengusaha sawit yang mengancam akan memboikot program minyak goreng subsidi.
"Haruslah disadari bahwa kebun sawit seluas 9 juta hektar milik swasta sebenarnya adalah milik negara karena asalnya dari alih fungsi hutan atau pembebasan lahan atas izin pemerintah," kata " kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman Jumat 22 April 2023.
Jadi semestinya para pengusaha harus taat dan patuh aturan dalam menjalankan bisnisnya serta tidak ada tempat untuk main ancam program pemerintah.
Dalam program subsidi minyak goreng, Boyamin menilai pemerintah telah berbaik hati mengganti biaya sehingga pengusaha tetap untung, pengusaha tetap tidak merugi. "Jangan air susu dibalas dengan air tuba," ujarnya.
Selain itu pemerintah harus cabut izin ekspor pengusaha CPO nakal. Sebab selama ini pemerintah telah memberikan fasilitas ekspor kepada pengusaha CPO sehingga mereka telah memperoleh keuntungan ratusan triliun sejak puluhan tahun yang lalu.
Tetapi di saat rakyat kesusahan akibat ulah nakal mereka, malah mengancam boikot program pemerintah sehingga semestinya pemerintah harus tegas mencabut semua fasilitas dan izin ekspor pengusaha yang nakal dan ancam program pemerintah.
Sikap tegas lainnya yang diinginkan MAKI adalah pemerintah harus ambil alih kebun sawit dari pengusaha nakal untuk dialihkan kepada rakyat ( koperasi ) atau BUMN PTPN.
Pemerintah dalam memberikan izin alih fungsi hutan untuk jadi kebun sawit telah mendapat kecaman dari dunia internasional dengan tuduhan perusakan lingkungan dan deforestasi (penghilangan hutan) sehingga tahun kemarin pemerintah telah berusaha memperbaiki citra dengan program hijau (Go Green).
Niat baik pemerintah untuk memperbaiki citra malah mendapat balasan ancaman boikot mundur subsidi. Atas hal ini pemerintah harus tegas mencabut HGU dan IUP pengusaha nakal dan kemudian diserahkan kepada koperasi rakyat dan BUMN untuk menciptakan kedaulatan pangan sehingga tidak akan terulang kasus minyak goreng dan mahal dan langka seperti yang terjadi saat ini.
MAKI mendorong Kejaksaan Agung untuk mengembangkan penyidikan terhadap tersangka untuk menambah jumlah tersangka baik perseorangan dan perusahaan (korporasi) serta dilapisi pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) .
Hal ini untuk menjawab tantangan dari ancaman boikot pengusaha sawit bahwa penegakan hukum adalah untuk keadilan seluruh rakyat dan penegakan hukum tidak bisa ditawar apalagi diancam, kata Boyamin.
Empat Tersangka
Dalam kasus ini, ada empat tersangka, termasuk IWW. Mereka adalah MPT selaku Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, SMA selaku Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Grup (PHG), dan PT selaku General Manager di Bagian General Affair PT Musim Mas.
Para tersangka diduga melanggar Pasal 54 ayat (1) huruf a dan ayat (2) huruf a, b, e, dan f Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan.
Selain itu, mereka diduga melanggar Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 129 Tahun 2022 juncto Nomor 170 Tahun 2022 tentang Penetapan Jumlah untuk Distribusi Kebutuhan Dalam Negeri (Domestic Market Obligation) dan Harga Penjualan di Dalam Negeri (Domestic Price Obligation) dan Ketentuan Bab II Huruf A angka (1) huruf b, juncto Bab II huruf C angka 4 huruf c Peraturan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Nomor 02/DAGLU/PER/1/2022 tentang petunjuk teknis pelaksanaan kebijakan dan pengaturan ekspor CPO, RDB Palm Olein, dan UCO.
Jaksa Agung ST Burhanuddin mengatakan para tersangka diduga melakukan perbuatan hukum, sebagai berikut:
1. Adanya permufakatan antara pemohon dan pemberi izin dalam proses penerbitan persetujuan ekspor;
2. Dikeluarkannya persetujuan ekspor kepada eksportir yang seharusnya ditolak izinnya karena tidak memenuhi syarat yaitu
a. Mendistribusikan CPO atau RBD Palm Olein tidak sesuai dengan harga penjualan dalam negeri (DPO);
b. Tidak mendistribusikan CPO dan RBD Palm Olein ke dalam negeri sebagaimana kewajiban yang ada dalam DMO (20% dari total ekspor)