Maduro Kecam AS Campuri Urusan Dalam Negeri Venezuela
Presiden Venezuela Nicolas Maduro mengecam keras Amerika Serikat yang dinilai turut campur dalam masalah di negerinya.
"Amerika Serikat jangan ikut campur urusan Venezuela," tutur Maduro, seperti dilansir BBC, Kamis 14 Februari 2019.
Maduro menyebut, Venezuela sama dengan negara lainnya di dunia.
"Ya, kami punya masalah tapi kami bisa menyelesaikan masalah kami sendiri," kata Maduro.
Ia pun telah berulang kali menyangkal negaranya yang hancur secara ekonomi menghadapi krisis kemanusiaan, meskipun beberapa laporan keluar dari Venezuela tentang orang yang menderita karena kekurangan kebutuhan dasar.
Ia mengatakan, negaranya memiliki kapasitas untuk memenuhi semua kebutuhan rakyatnya dan tidak harus memohon dari siapa pun.
"Ini adalah bagian dari sandiwara itu," kata Maduro.
"Itu sebabnya, dengan segala hormat, kami katakan pada mereka bahwa kami tidak menginginkan remah-remah mereka, makanan beracun mereka, sisa-sisa makanan mereka," kata Maduro.
"Itu sebabnya, dengan segala hormat, kami katakan pada mereka bahwa kami tidak menginginkan remah-remah mereka, makanan beracun mereka, sisa-sisa makanan mereka," kata Maduro.
Maduro menegaskan ia tidak akan mundur dari kekuasaan dan menuduh AS berupaya menjajah Venezuela serta mengeksploitasi cadangan minyaknya yang sangat besar.
Ia berharap kelompok ekstremis di Gedung Putih dikalahkan oleh opini publik yang kuat di seluruh dunia.
"Ini adalah perang politik, dari kekaisaran Amerika Serikat, dari kepentingan hak ekstrem yang saat ini sedang memerintah, Ku Klux Klan, yang memerintah Gedung Putih, untuk mengambil alih Venezuela," tambah Maduro.
Maduro telah membuat pertunjukan mengawasi operasi militer yang diputar di TV pemerintah hampir setiap hari. Dia berlari dengan pasukan dalam formasi, menaiki tank amfibi dan mencerca apa yang dikatakannya sebagai invasi AS yang akan datang yang dia samakan dengan Vietnam Amerika Latin.
Presiden Donald Trump mengatakan semua opsi ada di meja perihal pelengseran Maduro. AS juga telah menjatuhkan sanksi pada perusahaan minyak negara PDVSA pada akhir Januari lalu dan dimaksudkan untuk menekan Maduro lengser dari jabatannya, namun belum menggigit. Di Ibu Kota Venezuela, Caracas, penduduk yang berhenti di pompa bensin masih dapat mengisi mobil mereka, meskipun ada kekhawatiran bahwa sanksi akan membuat kekurangan.
Dalam pemberitaan di sejumlah media, warga Venezuela memang tengah mengalami krisis. "Sampai kapan kamu akan bertahan?" dan "Kapan kamu akan pergi dan memulai kehidupan baru?". Itulah pertanyaan-pertanyaan yang selalu ada dalam benak mereka.
Setiap harinya tak kurang dari 5.000 warga yang angkat kaki meninggalkan negerinya untuk menyelamatkan diri dari krisis ekonomi dan kemanusiaan yang menerpa negara yang kaya minyak itu.
Lebih dari tiga juta orang sudah angkat kaki dari Venezuela beberapa tahun belakangan ini. Menurut PBB, angka itu akan melonjak menjadi lebih dari lima juta orang di akhir tahun 2019.
Orang-orang yang memiliki koneksi yang baik telah memulai kehidupan baru mereka dengan mencari pekerjaan dan mengenyam pendidikan di negara baru mereka. Namun, saya juga menemukan orang-orang yang hanya berjualan air minum dan makanan di jalanan di Peru dan Kolombia untuk mencukupi hidup sehari-hari.
"Kita berbicara tentang orang-orang yang mengungsi bukan karena bencana alam atau perang," ujar Claudia Vargas Ribas, seorang ahli migrasi di Universitas Simón Bolívar in Caracas. (bbc/adi)