Madrasah akan Dimasukkan Lagi dalam Revisi RUU Sisdiknas
Tidak pernah ada rencana penghapusan bentuk-bentuk satuan pendidikan melalui revisi RUU Sisdiknas. Semua bentuk satuan pendidikan, baik sekolah maupun madrasah, sedari awal memang terwadahi dalam revisi RUU Sisdiknas.
Jaminan ini disampaikan oleh Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikbudristek Anindito Aditomo melalui pernyataan resmi yang diterima Ngopibareng.id, Selasa 29 Maret 2022.
Jaminan ini itu disampaikan untuk menanggapi protes yang mengemuka dari masyarakat, terkait Madrasah yang akan dihapus dalam Sisdiknas.
“Sedari awal tidak ada keinginan ataupun rencana untuk menghapus sekolah atau madrasah atau bentuk-bentuk satuan pendidikan lain dari sistem pendidikan nasional. Sekolah maupun madrasah secara substansi tetap menjadi bagian dari jalur-jalur pendidikan yang diatur dalam batang tubuh dari revisi RUU Sisdiknas.
Namun, penamaan secara spesifik seperti SD dan MI, SMP dan MTS, atau SMA, SMK, dan MA akan dijelaskan dalam bagian penjelasan. Hal ini dilakukan agar penamaan bentuk satuan pendidikan tidak diikat di tingkat UU sehingga lebih fleksibel dan dinamis.” kata Anindito.
Penyusunan RUU Sisdiknas dilaksanakan dengan prinsip terbuka terhadap masukan dan tidak dilaksanakan dengan terburu-buru. Perkembangan RUU Sisdiknas sekarang masih dalam revisi draf awal. Hal itu berdasarkan masukan dari para ahli dan berbagai pemangku kepentingan, sekaligus pembahasan dalam panitia antar-kementerian.
”Pada dasarnya, RUU Sisdiknas juga masih di tahap perencanaan dan kami akan tetap banyak menampung dan menerima masukan,” tutup Anindito.
Sikap PP Muhammadiyah
Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Abdul Mu'ti khawatir madrasah yang tak masuk dalam Rancangan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) bakal menimbulkan berbagai masalah baru.
"Tidak adanya madrasah dalam Rancangan Undang-Undang Sisdiknas 2022 dikhawatirkan menimbulkan beberapa masalah," kata Abdul dalam keterangan resminya, Senin (28/3).
Abdul Mu'ti menjelaskan setidaknya ada tiga masalah yang berpotensi muncul. Pertama, yakni masalah dikotomi sistem pendidikan nasional. Hal ini akan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 yang menghendaki integrasi pendidikan dalam satu sistem pendidikan nasional.
Masalah Kedua, kata Abdul, adanya kesenjangan mutu pendidikan. Ia khawatir tidak dimasukkannya madrasah justru menjadi alasan Kemendikbudristek dan pemerintah daerah tidak mengalokasikan anggaran pembinaan madrasah.
"Terakhir, dikotomi pendidikan nasional jika tak dikelola bersama, berpotensi menimbulkan masalah disintegrasi bangsa," ujarnya.
Melihat hal itu, Abdul menganggap penting memasukkan madrasah dalam RUU Sisdiknas 2022 sebagaimana sudah tercantum dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003.
Diketahui, madrasah telah diatur sebagai salah satu bentuk Pendidikan Dasar dalam UU Sisdiknas tahun 2003 dalam pasal 17 ayat (2). Pasal itu berbunyi "Pendidikan dasar berbentuk sekolah dasar (SD) dan madrasah ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta sekolah menengah pertama (SMP) dan madrasah tsanawiyah (MTs) atau bentuk lain yang sederajat.
Sekjen PP Muhammadiyah itu menilai dimasukkannya madrasah dalam RUU Sisdiknas malah sejalan dengan tujuan dibentuknya negara Indonesia, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan kesejahteraan umum.
"Strategi yang paling utama adalah dengan penyelenggaraan pendidikan yang bermutu melalui layanan sistem pendidikan sekolah yang bermutu. Karena Secara kualitas mutu pendidikan madrasah masih relatif tertinggal dibandingkan sekolah. Masalah ini tidak boleh diabaikan," katanya.
Advertisement