Machfud Arifin akan Tata Kampung Padat Surabaya
Partai Nasional Demokrat (NasDem) resmi memberikan rekomendasi bagi Machfud Arifin sebagai calon Walikota Surabaya Periode 2021-2026. Dengan tambahan dukungan NasDem (3 kursi), Machfud kini telah mengantongi 21 kursi. Sebelumnya sudah ada 18 kursi, Gerindra (5), Demokrat (4), PPP (1), PAN (3) dan PKB (5).
Dalam orasi politiknya, Machfud Arifin mengatakan bahwa rekomendasi oleh keenam partai ini tidak akan ada artinya jika partai koalisi tidak dapat melipatgandakan perolehan suara pada Pilwakot Surabaya mendatang. Karenanya pembentukan Tim pemenangan yang diketuai oleh KH. Miratul Mukminin (Gus Amik) targetnya adalàh kemenangan, bukan kekalahan.
Machfud bersyukur di penghujung masa pensiun sebagai polisi, dia ditugaskan di Polda Jawa Timur yang bermarkas di Surabaya, kota kelahirannya, dimana dia mengawali karirnya sebagai polisi. "Jika di penghujung karir saya sebagai polisi, saya ditugaskan di Polda Metro Jaya, mungkin saya tidak menjadi calon Walikota Surabaya," kata Machfud.
Machfud mengawali karir sebagai polisi di Surabaya dan mengakhirinya di Surabaya. Dengan pencalonannya sebagai walikota Surabaya, Machfud merasa bahwa Ia diberi amanah untuk melanjutkan pembangunan Surabaya.
Bagi Machfud, pembangunan di Surabaya harus berkelanjutan. Apa yang selama ini sudah baik, maka harus dilanjutkan agar semakin baik dan semakin maju. Jika ada yang belum baik, maka Pemerintah Kota harus hadir untuk membuatnya menjadi lebih baik.
"Saya punya banyak program, salah satunya adalàh persoalan pengentasan kemiskinan dan kekumuhan di kawasan jantung kota. Pemandangan ini begitu kontras bahwa selain terdapat kemegahan kota, di sekitarnya juga masih ada kekumuhan," kata Machud.
Persoalan sosial dan lingkungan ini juga terpotret di sejumlah kawasan di Surabaya Timur, Utara dan Barat. Sementara kekumuhan yang dijumpai di pusat kota seolah membingkai Kota Surabaya ini sebagai kota yang begitu kontras.
Salah satunya terdapat di perkampungan tengah kota, Keputran Kejambon, RW 12, kelurahan Embong Kaliasin, kecamatan Genteng, Surabaya.
Machfud menggambarkan perkampungan di lingkungan Keputran Kejambon RW 12 begitu tidak layak huni. Gangnya sempit-semit dan di lorong orong gang ini terdapat beragam kegiatan mulai dari cuci cuc pakaian dan piring, sumur, memasak dan bahkan menjadi tempat kongkow warga.
Udaranya pun pengab, tidak segar. Rumah rumahnya kecit dan umumnya dihuni oleh banyak orang. Akibatnya, satu ruangan, ruang tamu misalnya, menjadi multi fungsi. Selain untuk ruang tamu, ruang sempit itu juga menjadi ruang makan dan ruang tidur.
Perkampungan dengan kondisi yang seperti ini sangat tidak sehat dan tidak layak huni. Belum lagi gang sempit itu dijejai dengan kegiatan masak memasak yang rawan terjadinya kebakaran.
Di awal tahun 1980-an, di lingkungan perkampungan RT 01 RW 12 pernah dilanda kebakaran hebat sehingga kampung satu RT ini habis terbakar.
Sebagai gantinya, Pemerintah Kota Surabaya membangunkan rumah susun di lahan kebakaran, RT 01, yang kini bangunannya terlihat menjulang di belakang food court Urip Sumoharjo. Karena kebakaran itu, RW 12 kehilangan RT 01. Kini hanya tinggal 9 RT dari 10 RT di lingkungan RW 12 kelurahan Embong Kaliasin.
Aktivitas warga yang menyalakan kompor dan memasak di gang sempit ini sangat berbahaya dan rawan kebakaran. Jika terjadi kebakaran, potensi kebakaran masal, habis satu kampung, sangat masuk akal karena akses untuk mobil pemadam kebakaran (damkar) sangat sulit.
Pada akhirnya kawasan Keputran Kejambon ini menjadi kampung yang tidak ramah terhdap warga apalagi terhadap anak anak.
Machfud Arifin menyinggung persoalan sosial dan lingkungan dalam orasi politiknya ini bukan tidak punya alasan. Justru karena kondisi inilah, Machfud siap maju dalam Pilwali Surabaya 2020.
Advertisement