Mabes Polri Bongkar Pinjol Ilegal, 7 Tersangka Ditangkap
Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri membekuk tujuh tersangka ketika menggerebek kantor operasional sindikat financial technology peer to peer lending, atau biasa dikenal sebagai pinjaman online ilegal (pinjol) di sejumlah tempat di Jakarta.
Para tersangka yang berperan sebagai desk collection dengan modus menyebar SMS alias pesan singkat itu menerima bayaran sekitar Rp15-20 juta per bulan, ditambah tempat tinggal dan akomodasi.
"Sekitar Rp15 sampai 20 juta per bulan. Untuk tempat tinggal akomodasi disiapkan pendana," ujar Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen Pol Helmy Santika, di Mabes Polri, Jumat 15 Oktober 2021.
Pendana yang disebut Helmy, adalah seorang warga negara asing berinisial ZJ, berprofesi sebagai pedagang. Dia yang tinggal di The Spring Cluster Pelican, Cihuni, Pagedangan, Tangerang. ZJ yang berperan sebagai mentor atau pembimbing para tersangka itu kini masih diburu polisi alias berstatus buron.
Helmy mengatakan, ketujuh tersangka RJ, JT, AY, HC, AL, VN, dan HH itu telah bekerja sebagai desk collection dengan modus menyebar SMS atau pesan pendek berisi tentang kesusilaan, ancaman dan penistaan kepada korban pinjaman online selama 3 bulan, 6 bulan, dan 1 tahun belakangan.
"Ada yang sudah 3 bulan, 6 bulan, variatif. Juga ada yang setahun malah," ungkap Helmy.
Helmy menyampaikan, para tersangka ditangkap di Taman Kencana Cengkareng, Perumahan Long Beach PIK, Green Bay Tower Pluit, Apartemen Taman Anggrek, Laguna Tower Pluit, dan Perumahan Cassa Garden Cengkareng, sejak Selasa 12 Oktober 2021 hingga Kamis 14 Oktober 2021 kemarin.
Polisi turut menyita sejumlah barang bukti yang menunjang operasional berupa modem tool, perangkat komputer, monitor, simcard, laptop, dan peralatan elektronik lainnya.
"Modem tool, yang ada antena ini adalah modem tool atau simbox. Ini sebuah perangkat yang mampu manipulasi nomor ponsel dari pengguna kepada penerima," katanya.
Menyoal mengapa yang ditangkap tidak banyak, tapi lebih banyak peralatan yang disita, Helmy menjelaskan, karena mereka berperan sebagai penyebar SMS.
"Mereka yang diamankan ini atau yang ditangkap ini berperan sebagai SMS blaster atau yang bertugas mengirim SMS blasting menggunakan peralatan-peralatan ini, serta sebagai desk collection. Kalau di dunia nyata namanya debt collector, tetapi kalau di dunia maya adalah desk collection. Jadi mereka yang mengirim kepada nasabah-nasabah yang mengikuti pinjol, SMS yang berisikan kesusilaan dan sebagainya," tandasnya.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat Pasal 45B juncto Pasal 29 dan/atau Pasal 45 ayat (1) juncto Pasal 27 ayat (1) dan/atau Pasal 45 ayat (3) juncto Pasal 27 ayat (3) dan/atau Pasal 45 ayat (4) juncto Pasal 27 ayat (4) dan/atau Pasal 51 ayat (1) juncto Pasal 35 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), dan/atau Pasal 3, Pasal 4 dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, dan/atau Pasal 311 ayat (1) KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP. Ancaman pidananya 20 tahun penjara dan denda Rp 10 miliar.
Advertisement