Maafkan Kesalahan Saudaramu agar Allah Ta'ala Mengampunimu
Disunnahkan atau disukai menerima permohonan maaf dari orang yang meminta maaf. Kemudian beliau membawakan hadits Jaudan, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
مَنْ اعْتَذَرَ إِلَى أَخِيهِ بِمَعْذِرَةٍ ، فَلَمْ يَقْبَلْهَا كَانَ عَلَيْهِ مِثْلُ خَطِيئَةِ صَاحِبِ مَكْسٍ
“Siapa yang meminta maaf kepada saudaranya namun ia tidak memaafkan dan tidak menerima permohonan maafnya, maka ia mendapatkan dosa seperti dosa orang yang mengambil pajak.”
Akan tetapi hadits ini dhaif karena ada dua penyakit; (1) Ibnu Juraij di sini mudallis, (2) Jaudan bukan Sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Tapi dia adalah seorang Tabi’in, sehingga sanadnya mursal.
Menerima Permintaan Maaf
Kata beliau bahwa kewajiban orang yang berakal adalah apabila saudaranya meminta maaf kepadanya akibat kesalahan yang telah lalu, hendaklah ia menerima permintaan maafnya tersebut dan menjadikannya seperti tidak berdosa.
Artinya kalau saudara kita, teman kita, pasangan hidup kita, meminta maaf kepada kita terhadap kesalahan yang telah ia lakukan dahulu, maka kita berusaha untuk memaafkan ia kemudian kita lupakan dosa-dosa dia.
Kita lupakan kesalahan dia kepada kita. Jangan sampai setelah kita maafkan, lali kita ungkit-ungkit lagi kesalahan itu.
Seperti yang terjadi, terkadang seorang istri yang mendapati suaminya berbuat salah, kemudian suaminya tersebut minta maaf, si istri pun memaafkan. Tapi kemudian si istri masih saja mengungkit-ungkit kesalahan suami tersebut di masa waktu lampau. Maka ini tidak benar. Ini artinya dia belum memaafkannya.
Orang yang meminta maaf kepada saudaranya, lalu orang atau saudaranya tersebut tidak mau memaafkan, saya khawatir -saudaranya yang tidak memaafkan- nanti tidak bisa minum dari telaga haudh. Beliau di sini mengisyaratkan kepada sebuah hadits:
من اعتذر إليه فلم يقبل لم يرد علي الحوض
“Siapa yang minta maaf kepadanya tapi ia tidak menerima maafnya, ia tidak akan minum dari telaga haudh.”
Namun Al-Haitami berkata di dalam sanadnya ada seorang perawi yang dzaif yang bernama Ali bin Utbah Ar-Rifai.
Ibnu Hibban berkata bahwa siapa yang melakukan kesalahan kepada saudaranya, kewajiban dia meminta maaf kepada saudaranya tersebut. Dan saudaranya tersebut berusaha untuk memaafkannya. Karena orang yang memaafkan diberikan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala keutamaan yang besar. Yaitu Allah pun nanti pada hari kiamat akan memaafkan dia. Dan memaafkan akan menambah kemuliaan dirinya.
Ketika kita memaafkan saudara kita yang salah kepada kita, sama sekali tidak mengurangi harkat kita. Hal itu justru kata Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bahwa orang yang memaafkan itu tidak menambah dia kecuali keperkasaan dan kemuliaan. Demikian pula orang yang memaafkan saudaranya yang salah kepadanya, Allah pun akan memaafkan.
Hal ini sebagaimana disebutkan disebutkan dalam kisah bahwasannya ada saudaranya Abu Bakar Radhiyallahu ‘Anhu yang senantiasa Abu Bakar memberikan kepadanya makanan.
Namun ternyata saudaranya itu ikut-ikutan menyebarkan berita dusta tentang ‘Aisyah dan menuduh ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha berzina. Lalu kemudian Allah turunkan ayat yang mensucikan ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha.
Maka Abu Bakar marah sekali kepada Mistah dan bersumpah untuk tidak lagi memberi makan kepada Mistah. Tapi ternyata Allah Subhanahu wa Ta’ala menganjurkan Abu Bakar untuk memaafkan.
Allah berfirman:
أَلَا تُحِبُّونَ أَن يَغْفِرَ اللَّـهُ لَكُمْ
“Tidakkah kamu suka Allah memaafkan dosa kamu?” (QS. An-Nur[24]: 22)
Artinya kalau kita memaafkan kesalahan orang lain, Allah pun akan memaafkan kesalahan kita. Maka tidakkah seharusnya kita lebih suka Allah memaafkan kita?
Demikian semoga bermanfaat. Wallahu a'lam.
Advertisement