MA Tolak Buka Rekomendasi TPF, Istri Munir Kecewa
KEKECEWAAN, itulah yang kini dirasakan istri aktivis hak asasi manusia Munir Said Thalib, Suciwati. Penyebabnya adalah putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) yang menyatakan berkas hasil rekomendasi tim pencari fakta (TPF) kematian suaminya tak wajib dibuka oleh pemerintah.
Suciwati menganggap, MA telah menghilangkan harapan untuk mengungkap kematian Munir.
Kasasi ke MA untuk menggugat Kementerian Sekretariat Negera merupakan tindak lanjut dari keputusan Komisi Informasi publik yang meminta pemerintah membuka dokumen TPF Munir ke publik.
Kontras (Komite untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan) mengajukan kasasi setelah gugatannya di Pengadilan Tata Usaha Negara ditolak.
"Penolakan kasasi tersebut menunjukkan kurangnya pemahaman majelis hakim kasasi dalam menilai pentingnya suatu informasi publik bagi masyarakat," kata Suciwati dalam keterangan tertulisnya, Selasa (5/9).
Suciwati juga menyayangkan pendapat hakim dalam amar putusannya. Hakim dinilai telah memaklumi kesalahan administratif yang dilakukan pemerintah sehingga dokumen TPF Munir hilang.
"Tentu dapat menjadi preseden buruk bagi praktik administratif dan budaya transparansi pemerintah," ujarnya.
Meski demikian, Suciwati tak sedikit pun memadamkan api semangat untuk memperjuangkan keadilan bagi suaminya.
Sebagai informasi, Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), menerbitkan Keppres Nomor 111 Tahun 2004 tentang Pembentukan TPF Kasus Meninggalnya Munir.
Pada poin ketetapan ke-10, secara tegas dinyatakan, "Pemerintah mengumumkan hasil penyelidikan Tim kepada masyarakat."
Hal tersebut dilakukan setelah TPF melaksanakan tugasnya dan melaporkan hasil penyelidikannya kepada Presiden, sebagaimana poin ke-9.
Selain melalui jalur-jalur hukum dan formal, Suciwati pun akan menggelorakan suara keadilan bagi Munir dengan membangun opini publik.
Munir Said Thalib merupakan seorang aktivis HAM yang gencar menyuarakan korban penculikan Tim Mawar dari Kopassus setelah rezim Soeharto tumbang.
Suara-suara lantang eks aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) ini mendorong pencopotan Danjen Kopassus kala itu, Prabowo Subianto, dan diadilinya sejumlah Anggota Tim Mawar.
Eksistensinya dalam pergulatan HAM ditandai dengan mendirikan Kontras dan aktivitasnya dalam lembaga nirlaba serupa lainnya.
Tahun 2004, Munir tewas diracun dalam perjalanan ke Amsterdam, Belanda, 7 September. Padahal, ia ingin melanjutkan studi hukum di negeri kincir itu.
Tanggal 12 November 2004, polisi Belanda menemukan jejak-jejak senyawa arsenikum setelah otopsi. Hal ini pun dikonfirmasi Polri.
Ada beberapa pihak yang berhasil diseret ke meja hijau terkait kematian Munir. Satu diantaranya, bekas pilot Garuda, Pollycarpus Budihari Priyanto.
Pada 20 Desember 2005, dia dijatuhi vonis 14 tahun penjara, karena dianggap terbukti menaruh arsenik di minuman Munir.
Bekas Komandan Jenderal Kopassus, Muchdi Pr, pun pernah dibawa ke pengadilan. Namun, 31 Desember 2008, divonis bebas.
Hingga kini, kasus kematian Munir masih gelap. Apalagi, hasil kerja-kerja TPF Pembunuhan Munir dikabarkan hilang dan belum diketahui keberadaannya hingga kini.
Dalam keterangan tertulisnya, Suciwati juga tetap meminta Pemerintah Joko Widodo mencari dokumen TPF yang sudah diserahkan ke Kementerian Sekretariat Negara. Dia juga berharap isi rekomendasi TPF itu dipublikasikan ke khalayak. (frd)