MA: Keamanan Bagi Hakim Lemah
Mahkamah Agung menilai saat ini membutuhkan standar pengamanan yang ekstra dari aparat kepada hakim dalam menjalankan tugasnya. Seiring ditemukan tewas seorang hakim Pengadilan Negeri Medan, Jamaludin, yang diduga korban pembunuhan.
Kepala Biro Humas MA, Abdullah mengatakan, profesi hakim memiliki risiko yang sangat besar, namun faktarnya kurang mendapat pengamanan dari aparat. Padahal, ketentuan itu sudah diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 48 Tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman.
"Tingkat risiko hakim sangat tinggi, karenanya perlu ada standar pengamanan pada hakim dalam menjalankan tugas dan jabatannya. Norma di dalam Undang-undang itu sebetulnya ada, tetapi di dalam praktiknya tidak pernah," kata Abdullah kepada wartawan saat ditemui di Bandara Internasional Juanda, Sidoarjo, Sabtu 30 November 2019.
Resiko itu, kata Abdullah, karena banyak perkara yang ditangani hakim berkaitan dengan kasus besar dan memiliki jaringan yang juga besar. Ia memberi contoh seperti kasus perkara korupsi, terorisme, hingga penyalahgunaan narkoba.
Hal itu berbeda dengan di negara-negara lain. Di Amerika Serikat, kata Abdullah, setiap hakim menerima tunjangan pengamanan dan kesehariannya dikawal personel aparat kepolisian.
"Kalau di sini, dari ketua sampai hakim di bawah sama, tidak ada pengamanan," ungkapnya.
Karena minim pengamanan, Abdullah meminta agar hakim di seluruh Indonesia ekstra hati-hati saat bertemu dengan seseorang.
Mengingat, sebelumnya ada dugaan pembunuhan terhadap hakim PN Medan di sebuah perkebunan sawit di Desa Sukarame, Kualimbaru, Deli Serdang, Sumatera Utara, Jumat 29 November 2019. Jasadnya ditemukan dalam sebuah mobil yang terperosok ke perkenbunan sawit.