Luncurkan Posbankum, MUI Bantu Selesaikan Sengketa Waris
Masalah pembagian warisan sering memicu sengketa di kalangan keluarga hingga sampai masuk ke Pengadilan Agama (PA) dan Pengadilan Negeri (PN). Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (DP MUI) Kota Probolinggo pun menyiapkan Pos Bantuan Hukum (Posbankum) untuk menyelesaikan masalah waris.
“Melalui Posbankum yang kami launching hari ini, mudah-mudahan kasus waris bisa dimediasi atau diselesaikan secara kekeluargaan. Sehingga tidak sampai ke ranah hukum,” ujar Ketua Umum DP MUI Kota Probolinggo, KH Nizar Irsyad saat launching Posbakum MUI di Aula Bakesbangpol Kota Probolinggo, Kamis, 6 Oktober 2022.
Dikatakan Posbankum tidak hanya membantu penyelesaian kasus waris tetapi juga kasus kemasyarakatan dan keagamaan lainnya seperti, pernikahan dan wakaf. “Termasuk masalah yang biasanya menarik perhatian masyarakat tetapi sangat sensitif untuk dibicarakan seperti soal poligami hingga nikah siri,” kata kiai penggemar berat kopi hitam itu.
Soal sengketa waris, kata Kiai Muhtarom Al Choyyath salah satu narasumber dalam seminar yang digelar MUI, sebenarnya bisa dihindari. Asalkan semua ahli waris sama-sama memiliki pemahaman yang sama dalam menyelesaikan pembagian warisan.
“Kita sebagai muslim, sejak lahir, khitan, menikah, hingga meninggal menggunakan syariat Islam. Tetapi anehnya, mengapa saat pembagian harta warisan tidak menggunakan ilmu faraidl atau ilmu mawaris?” ujar Wakil Ketua Komisi Fatwa MUI Kota Probolinggo itu.
Selain Kiai Tarom, panggilan akrab Kiai Muhtarom Al Choyyath, seminar itu juga menghadirkan dua narasumber lain yakni, Rifin Nurhakim Sahetapi (Hakim PN Probolinggo) dan Mulyadi (Hakim Pengadilan Agama Probolinggo).
Rifin menyampaikan sistem pembagian waris menurut KUH Perdata (BW). “Pengaturan waris dalam KUP Perdata berlaku di Indonesia, saat masih bernama Hindia Belanda, sejak 1 Mei 1848 sesuai pengumuman tanggal 30 April 1847 dengan Staadbblad Nomor 23,” katanya.
Sementara Mulyadi menguraikan, hukum waris Kompilasi Hukum Islam (KHI). “Melalui KHI, wawasan hakim disatukan sekaligus untuk mengatasi khilafiyah atau perbedaan pendapat,” ujarnya.
Kiai Tarom yang membawa banyak rujukan kitab kuning ala pesantren secara rinci menyajikan pembagian warisan menurut ilmu faraidl. “Ilmu faraidl sudah langka, ini tanda-tanda mendekati kiamat. Karena itu harus kita pelajari bersama, sekaligus untuk memperlambat datangnya kiamat,” ujarnya.
Dengan lebih banyak berbahasa Jawa, Kiai Tarom pun mengumumkan, siap menjadi konsultan ilmu mawaris di Probolinggo. “Kata Gus Baha’, orang tahu dokter praktik, bidan praktik karena ada papan nama. Saya pun mengumumkan, sebagai konsultan ilmu faradil, gratis siapa yang mau konsultasi,” katanya.
Dengan memahami ilmu faraidl, kaum muslimin bisa membagi harta warisan secara menurut syariat. “Kan memang harus jelas, mekanisme perpindahan harta dari orang yang meninggal dunia kepada ahli warisnya dihukumi secara gamblang. Sebab di Al Qur’an dijelaskan rinci, kita tidak perlu ijtihad lagi,” kata Kiai Tarom.
Hanya saja, lanjut Kiai Tarom, masih banyak kaum muslimin yang belum memahami atau sudah paham tetapi enggan menggunakan ilmu faraidl. “Soal nanti warisan dibagi sesuai kesepakatan silakan, tetapi harus dulu mengetahui pembagian pembagian harta waris sesuai Alquran itu seperti ini persentasenya,” jelasnya.
Dalam sesi tanya jawab, mengemuka masalah waris yang berhubungan erat dengan kasus-kasus perkawinan. Misalnya, seseorang yang menikah siri (tanpa tercatat di Kantor Urusan Agama/KUA) apakah tetap bisa menerima waris.
“Jawabannya, tetap bisa menerima warisan. Karena itu kalau mau menikah siri, sebanyak undang 40 tetangga kiri-kanan belakang-depan rumah, biar ada saksinya kalau memang sudah menikah. Sebab dengan pernikahan itu, tersambung juga hak waris,” saran Kiai Nizar saat sesi tanya jawab.