Lucas, Pengacara Pimpinan Lippo yang Berperan Mirip Film
Lucas, pengacara bos Lippo Eddy Sindoro, punya peran yang luar biasa mirip film. Dia tidak saja sebagai lawyer, tetapi juga punya peran bagaimana bosnya yang dideportasi dari Malaysia ke Indonesia, sesampainya di bandara Soetta bisa langsung menerbangkannya ke Bangkok tanpa melalui petugas imigrasi.
Lucas menyarankan petinggi Lippo Grup Eddy Sindoro untuk pergi ke luar negeri sehingga menghindari pemeriksaan atau tindakan hukum lainnya oleh KPK.
"Terdakwa Lucas bersama dengan Dina Soraya menyarankan Eddy Sindoro selaku tersangka tindak pidana korupsi untuk tidak kembali ke Indonesia serta mengupayakan Eddy Sindoro masuk dan keluar wilayah Indonesia tanpa pemeriksaan imigrasi untuk menghindari pemeriksaan atau tindakan hukum lainnya terhadap Eddy Sindoro oleh penyidik KPK," kata jaksa penuntut umum KPK Abdul Basir dalam sidang pembacaan dakwaan di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu 7 November.
Eddy Sindoro ditetapkan sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara terkait dengan pengurusan perkara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 21 November 2016 sehingga Eddy pun dicegah keluar negeri.
Pada 4 Desember 2016, Eddy menghubungi Lucas dan mengatakan akan kembali ke Indonesia untuk menghadapi proses hukum di KPK, namun Lucas menyarankan Eddy tidak kembali ke Indonesia.
Lucas juga menyarankan Eddy melepas status warga negara Indonesia untuk membuat paspor negara lain agar lepas dari jerat hukum.
"Atas saran terdakwa tersebut, Eddy Sindoro dibantu Chua Chwee Chye alias Jimmy alias Lie membuat paspor palsu Republik Dominika Nomor RD4936460 atas nama Eddy Handoyo Sindoro," ungkap jaksa Abdul Basir.
Eddy pun berangkat dari Bangkok ke Malaysia pada 5 Agustus 2018 dan akan kembali ke Bangkok pada 7 Agustus 2018 pukul 19.20. Saat akan meninggalkan Malaysia dari Bandara Internasional Kuala Lumpur itulah petugas Imigrasi menangkap Eddy karena menggunakan paspor palsu.
Eddy dijatuhi hukuman denda sebesar 3000 ringgit Malaysia pada 16 Agustus 2018 atau pidana penjara 3 bulan, Eddy lalu membayar denda dan dikeluarkan dari Malaysia karena Eddy adalah warga negara Indonesia. Lucas mengetahui Eddy harus kembali ke Indonesia dari putra Eddy, Michael Sindoro.
"Terdakwa merencanakan agar ketika Eddy Sindoro dipulangkan ke Indonesia dapat diterbangkan kembali ke Bangkok tanpa diketahui imigrasi sehingga terhindar dari tindakan hukum penyidik KPK," tambah jaksa Basir.
Lucas lalu menghubungi Dina Soraya untuk berkoordinasi dengan petugas bandara sehingga Eddy, Jimmy yang merupakan warga negara Singapura dan Michael saat mendarat di bandara Soekarno Hatta langsung dapat melanjutkan penerbangan keluar negeri, tanpa melalui proses pemeriksaan Imigrasi.
Dina Soraya ditugaskan mempersiapkan tiket pesawat rute Jakarta-Bangkok atas nama Eddy Sindoro, Jimmy dan Michael yang jadwalnya menyesuaikan dengan kedatangan mereka.
Dina lalu meminta Dwi Hendro Wibowo alias Bowo menjemput ketiganya tanpa diperiksa imigrasi. Dina Soraya akan memberikan imbalan uang sejumlah Rp250 juta karena Eddy merupakan penumpang yang dideportasi otoritas Malaysia, Bowo pun menyetujuinya.
Perencanaan penjemputan dilakukan pada 20 Agustus 2018 di Kebayoran Baru antara Dina Soraya, Dwi Hendro Wibowo alias Bowo dan Yulia Shintawati dan diputuskan penjemputkan menggunakan pesawat AirAsia. Dina Soraya lalu melaporkannya kepada Lucas.
Dina lalu mengambil uang ke staf Lucas bernama Stephen Sinarto untuk biaya operasional sejumlah 46 ribu dolar Singapura dan Rp50 juta pada 24 Agustus 2018 di kantor Lucas. Dina memberikan uang 33 ribu dolar Singapura kepada Bowo pada 25 Agustus 2018 sebagai biaya operasional.
Eddy pulang ke Indonesia dari Malaysia pada 29 Agutus 2018 bersama dengan Chua Chwee Chye alias Jimmy alias Lie dan Michael Sindoro menggunakan pesawat AirAsia pukul 06.55 waktu Malaysia.
Lucas memerintahkan Dina membeli tiket Jakarta Bangkok untuk tanggal 29 Agustus 2018 pada pukul 09.40 bagi ketiganya. Bowo lalu membeli 3 tiket Garuda penerbangan GA 0866.
Bersamaan dengan mendaratnya pesawat AirAsia yang membawa Eddy Sindoro dengan Michael dan Jimmy, Bowo memerintahkan Staff Customer Service Gapura M Ridwan mencetak boarding pass atas nama Eddy, Jimmy dan Michael tanpa kehadiran yang bersangkutan untuk diperiksa identitasnya.
Bowo juga memerintahkan Andi Sofyar selaku petugas Imigrasi bandara Soetta untuk "stand by" di area imigrasi Terminal 3 dan melakukan pengecekan status pencegahan/pencekalan Eddy Sindoro.
Bowo dan Yulia Shintawati lalu menjemput Eddy, Jimmy dan Michael di depan pesawat menggunakan mobil AirAsia langsung menuju Gate U8 terminal 3 tanpa melalui pemeriksaan imigrasi, di mana Ridwan telah mempersiapkan "boarding pass" mereka.
"Sekira pukul 09.23 WIB, Eddy Sindoro dan Jimmy dapat langsung terbang ke Bangkok tanpa diketahui pihak Imigrasi sebagaimana yang diinginkan terdakwa, sedangkan Michael Sindoro membatalkan penerbangannya," ungkap jaksa.
Selama proses keberangkatan Eddy dan Jimmy ke Bangkok dari mulai di ruang tunggu sampai dengan pesawat lepas landas dilaporkan Dina kepada Lucas melalui foto dan video.
"Selain itu, terdakwa juga menginformasikan kepada Deborah Mailool yang merupakan istri Eddy Sindoro bahwa Eddy Sindoro sudah berada di luar negeri," tutur jaksa.
Setelah Eddy Sindoro berhasil meninggalkan Indonesia, Bowo memberikan sebagian uang dari Lucas kepada orang-orang yang telah membantunya yaitu: Yulia Shintawati sejumlah Rp20 juta, M Ridwan sejumlah Rp500 juta dan 1 ponsel Samsung A6, Andi Sofyar sejumlah Rp30 juta dan 1 ponsel Samsung A6, David Yoosua Rudingan sejumlah Rp500 ribu.
Lucas lalu ditangkap penyidik KPK pada 1 Oktober 2018. Eddy Sindoro kemudian menyerahkan diri ke penyidik KPK pada 12 Oktober 2018.
Lucas didakwa pasal 21 UU No. 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 55 ayat 1 KUHP.
Pasal itu mengatur mengenai setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang terdakwa maupun para saksi dalam perkara korupsi dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 12 tahun dan atau denda paling sedikit Rp150 juta dan paling banyak Rp600 juta.
Lucas pun berencana untuk mengajukan eksepsi.
"Hasil konsultasi (dengan penasihat hukum), kami akan mengajukan eksepsi terhadap dakwaan, kami mohon waktu kalau bisa Rabu pekan depan," kata Lucas. (an/na/am)