Lubang Hidung dan Telinga Bayi Ibu Hesti Penuh Debu Batubara
Ibu Hesti, yang nama lengkapnya Titik Purwati Hesti, adalah penduduk Kelurahan Kemuteran, Kecamatan Gresik Kota. Dia bersama 20 warga dari tiga kelurahan, hari Senin siang mengadu pada Komisi 3 DPRD Kabupaten Gresik, di ruang komisi.
Mewakili ratusan warga dari Keluarahan Muteran, Kroman dan Lumpur yang menunggu dengan tertib di halaman Kantor DPRD Gresik, 20 warga yang diterima Komisi 3 menunjuk Ibu Hesti sebagai jubir untuk menyampaikan tuntutan dihentikannya bongkar muat batubara yang dikelola PT Gresik Jasatama (PT GJ).
Tahun 2016 lalu ada kesepakatan, PT GJ akan segera memindahkan lokasi bongkar muat batubara ke tempat lain. Masuk kawasan JIIPE (Java Integrated Industrial And Port Estate), atau pindah ke Probolinggo atau ke tempat lain. Tapi sampai sekarang ternyata bongkar muat batubara tetap dilakukan. Karena itu warga mengajukan surat untuk bertemu wakilnya di dewan. Dan diterima pagi hari ini.
Mengawali tuntutannya, Ibu Hesti terlebih dahulu menceritakan tentang realita yang dialaminya bersama warga yang terdampak debu batubara.
“Tahun2006 anak saya lahir. Pada tahun itu ada sembilan orang bayi yang lahir di kampung kami. Tahun itulah PT Gresik Jasatama mulai bongkar batubara di pelabuhannya yang masuk wilayah kami. Setiap hari, dengan cotton put saya bersihkan lubang hidung dan telinga anak saya yang bayi. Warna cotton put berubah jadi hitam, penuh serbuk-serbuk batubara,” cerita ibu 46 tahun ini dengan terbata-bata, membuat yang mendengarkan berdiam diri.
“Dapatkah bapak dan ibu bayangkan, bagaimana-mana paru-paru anak saya itu sekarang? Saat ini dia beserta teman-temannya yang lahir tahun itu sudah masuk sekolah dasar. Kami tidak tahu bagaimana kondisi kesehatan anak-anak itu nantinya. Apakah bapak-bapak bisa menjamin mereka akan selalu sehat?” katanya.
“Kami membersihkan lantai tiga kali sehari. Juga alat-alat dapur harus selalu kami bersihkan. Piring, sendok, panci-panci, setiap hari ditempeli debu batubara. Itu adalah dampak dari adanya bongkar muat batubara di dermaga PT GJ. Ini nyata, yang kami alami," jelasnya.
Semua yang hadir mendengarkan dengan seksama cerita Ibu Hesti. Diantara mereka termasuk H.Fandi Ahmad Yani (Ketua DPRD Kabupaten Gresik), Asroin Widyana (Ketua Komisi 3), Edy Hidayat (Manager PT GJ), perwakilan Pelindo III Gresik, perwakilan KSOP (Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan) Gresik, Danramil serta Kapolsek Gresik Kota.
Hadir pula Camat Gresik Kota, serta tiga orang Kepala Kelurahan Kemuteran, Kroman dan Lumpur. Juga ikut mendengarkan lima anggota Komisi 3 lainnya.
“Siapa yang akan menjamin kesehatan anak-anak kami itu? Bagi bapak-bapak mungkin persoalannya berada pada administratif soal legal dan tidak legal, tapi bagi kami ada yang jauh lebih penting yaitu masa depan anak-anak di tiga kelurahan terdampak batubara ini,” kata Ibu Hesti.
Karena itu, lanjutnya, sebagai warga negara yang dilindungi oleh undang-undang, warga menuntut hentikan sama sekali bongkar muat batubara di dermaga yang dikelola PT GJ. “Dermaga itu masih bisa digunakan untuk bongkar muat log atau kayu dan konstruksi, tetapi untuk batubara kami minta agar dihentikan demi masa depan anak-anak di Gresik,” katanya.
Rapat pertemuan dengan warga terdampak batubara dipimpin Ketua Komisi 3, Asroin Widyana. Hadir pula Ketua DPRD H.Fandi Ahmad Yani, yang entah karena apa ikut hadir dalam pertemuan yang berlangsung sekitar 2 jam ini.
Kehadiran Ketua DPRD Gresik ini dianggap kesempatan oleh Ibu Hesti sebagai jubir warga. “Mohon maaf Bapak Ketua Dewan, sekali lagi ngapunten, mumpung bapak hadir, kami ingin bertanya. Di luaran berkembang isu bahwa kendaraan truk yang dipakai mengangkut batubara dari lokasi PT Gresik Jasatama adalah kendaraan milik bapak. Apakah betul isu yang beredar ini bapak? Sekali lagi mohon maaf,” tanya Ibu Hesti.
“Betul,” jawab singkat H.Fandi Ahmad Yani, Ketua DPRD Kabupaten Gresik. Semua yang hadir terdiam. Bisa jadi, mereka terkejut. Atau sebenarnya malah mereka sudah tahu? (nis)