LP Tulungagung Isolasi 2 Napiter di Sel Khusus
Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Tulungagung, Jawa Timur mengisolasi dua narapidana kasus terorisme atau napiter (berinisial GDR dan M) di satu sel khusus yang terpisah dari warga binaan lain, dengan pengawasan ketat tim keamanan LP (sipir) serta seorang wali/pamong napiter (pendamping).
"Dua napiter ini diserahkan oleh Densus (BNPT) pada Hari Kamis, 7 November 2024 dan sekarang masih menjalani masa orientasi atau karantina dalam rangka bina lingkungan selama dua pekan," kata Kepala LP Klas IIB Tulungagung, R Budiman Kusumah, Selasa, 12 November 2024.
Selama di LP Klas IIB Tulungagung, kedua napiter GDR dan M tinggal menjalani sisa masa hukuman atas keterlibatan mereka dalam jaringan terorisme.
GDR merupakan napiter terkait dengan Negara Islam Indonesia (NII) sedangkan M diidentifikasikan sebagai napiter anggota Jemaah Islamiyah (JI). Keduanya telah divonis tiga tahun penjara oleh pengadilan.
Selama masa karantina itu, GDR dan M diawasi ketat. Perilakunya, interaksi keduanya dalam satu sel, termasuk dengan sipir khususnya wali asuh atau pamong yang mendampingi saat piket jaga.
Sel khusus ini dipastikan cukup lega dan memadai. Berukuran 5x4 meter, sel yang biasanya diisi 5-10 orang saat digunakan oleh warga binaan kasus pidana umum kini hanya diisi mereka berdua.
Hanya area sel napiter ini tidak terhubung dengan blok sel narapidana atau warga binaan lain. Penempatan di sel khusus ini untuk mencegah potensi paparan ideologi ekstremis yang mungkin masih mengendap/melekat dalam diri napiter ke warga binaan lain.
Sementara dilakukan asessment atau pengawasan melekat oleh pihak LP selama dua pekan, BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme) dijadwalkan melakukan pembinaan, secara virtual maupun pertemuan langsung untuk memastikan mereka sadar dan terbebas dari pengaruh ekstremis.
Selain dari BNPT, LP Klas IIB Tulungagung juga segera bersurat ke Balai Pemasyarakatan (Bapas) untuk dilakukan penelitian pemasyarakatan (litmas) awal.
Hasil rekomendasi dari kedua lembaga negara ini, ditambah hasil evaluasi pengawasan langsung pihak LP, baru akan dijadikan rujukan untuk diusulkan pelaksanaan ikrar kesetiaan NKRI ke Kementerian Hukum dan HAM.
"Itu kalau hasil pembinaan dari BNPT, hasil litmas awal Bapas ditambah hasil pengawasan kita dinyatakan positif. Ada kesediaan dari napiter bersangkutan untuk mengakui Pancasila sebagai dasar negara dan kembali ke pelukan NKRI," katanya.
Setelah proses itu dilaksanakan, baru kedua napiter mendapatkan kembali hak-hak dasar sebagaimana warga binaan lain. Boleh membaur dengan warga binaan lain saat istirahat, bisa beribadah di masjid LP bersama yang lain, mendapat hak bezuk dari keluarga, hingga hak mendapat remisi atau pengurangan masa hukuman.
Sebaliknya jika hasil rekomendasi belum memungkinkan untuk dilakukan ikrar kesetiaan terhadap NKRI, pembinaan napiter akan dilanjutkan, ataua bahkan bisa dikembalikan Lapas.
"Sementara ini kami melihat perkembangannya cukup baik. Saat diserahkan (oleh densus/BNPT) ke kami, status keduanya juga sudah 'hijau'. Maksudnya, kadar ekstremisnya sudah rendah sehingga lebih mudah untuk dibina dan dibersihkan dari pengaruh radikalisme," kata Budiman.