Beternak Love Bird, Sekarang Tak Lagi Jadi Primadona
Cericit kicau burung bersahutan saat lelaki berambut ikal itu menghampiri sangkar burung yang didesain khusus di sudut teras rumah.
Beberapa burung mengepakkan sayap lincah saat dirinya membuka pintu sangkar untuk memberikan pakan burung dengan pesona selaksa warna itu.
"Beternak burung love bird tidak bisa lagi diandalkan. Harganya terus terjun bebas sejak enam bulan terakhir," keluh lelaki itu sambil menghela nafas berat.
Karena tidak lagi menjadi jawara soal harga. Farton, seorang budidaya burung love bird asal Brondong bertahan masih bertahan ditengah lesunya harga burung kicauan asal Afrika ini.
Ia mengaku memelihara burung love bird saat ini hanya setengah hati. Beberapa sangkar besar miliknya dibiarkan kosong.
Padahal sekitar dua tahun lalu, kandang dengan dinding anyaman kawat itu dipenuhi puluhan pasang burung love bird.
"Dulu saya punya puluhan pasang love bird dengan varian unggulan. Harganya jutaan hingga belasan juta rupiah, tapi sejak harganya anjlok saya sudah tidak memelihara lagi. Masih memelihara beberapa pasang saja untuk Klangenan (kesenangan) saja," ujar pria asal Brondong ini.
Farton lalu mengenang masa-masa keemasan love bird tahun 2016-2017 lalu. Dalam satu bulan dirinya bisa mengantongi belasan hingga puluhan juta rupiah dari penjualan burung mungil itu.
Karena melimpahnya hasil dari beternak love bird kala itu istrinya bahkan rela hati membantu dengan ngloloh (memberi makan) anak burung pagi dan sore hari.
"Kalau sekarang istri lebih memilih menemani anak dari pada membantu merawat burung," ujar Farton sambil tersenyum masam.
Dirinya menguasai betul cara penangkaran love bird dari menetaskan telur, merawat piyek (anakan burung), pemberian pakan hingga perawatan love bird hingga memiliki bulu-bulu indah dan kicau merdu. Jangan heran jika love bird peliharaannya selalu laku mahal.
"Menjualnya gampang. Bisa sesama teman komunitas love bird, melalui media sosial atau saat mengikuti kontes love bird," timpalnya lagi.
Di Lamongan sendiri terdapat komunitas pecinta love bird yang tergabung dalam Komunitas Love Bid Indonesia-Lamongan (KLI-LA). Di komunitas ini Farton bersama pecinta love bird lainnya sering mengadakan pertemuan dan mengadakan even kontes love bird baik kelas lokal maupun nasional.
"Kontes love bird sendiri masih sering di gelar di Lamongan. Namun antusias pesertanya tidak seperti saat love bird masih booming," jelasnya lagi.
Keluhan bernada sama juga dilontarkan Sulasim peternak love bird asal Paciran. "Peternak love bird pada tiarap karena harganya terus merosot turun," kata Sulasim
Pria bertubuh kerempeng ini mampu menganalisis turunnya harga love bird dikarenakan membludaknya peternak-peternak baru yang mencoba mengadu keberuntungan dari usaha penangkaran love bird.
"Penyebab harga rendah lainnya karena banyak peternak yang merawat love bird asal-asalan sehingga kualitas dari bulu maupun suara kicau love bird jadi jelek," ujarnya lagi.
Sulasim menambahkan jebloknya harga love bird juga di sebabkan tidak adanya varian baru yang muncul. Selama ini varian yang ada dan banyak di koleksi tetap monoton sehingga tidak bisa kembali mendongkrak harga jual.
Harga burung love bird yang terpuruk diantaranya yaitu Parl Blue dari harga Rp3,5 juta - Rp 15 juta per pasang saat ini turun Rp1 - 2 juta per pasang.
Begitu juga dengan jenis Biola dari harga Rp8 juta - Rp20 juta kini terpuruk menjadi Rp 3 -10 juta per pasang. Jenis Yuwing dari harga Rp3,5 juta - Rp15 juta perpasang menjadi Rp Rp2,5 juta - Rp 3 juta perpasang. Sedang jenis Pafallow dari harga Rp10 juta-50 juta perpasang menjadi Rp 5 - 10 juta.
"Untuk pemasaran sendiri masih stabil. Tapi harganya sudah benar-benar hancur,"kata Sulasim yang mengaku setiap bulannya bisa menjual 30-an burung love bird hasil penangkaran
Meski harga love bird terpuruk tidak melunturkan kecintaan penghobis burung dewa tersebut. Keindahan dan kelembutan warna-warna bulu love bird serta merdu kicaunya mampu menanggalkan segala kepenatan. Penawar kegalauan dari berbagai problema kehidupan. (tok)