Louvre Surabaya Buka Suara Atas Dugaan Pengaturan Skor
Pengurus Pusat Persatuan Basket Seluruh Indonesia (PP Perbasi) membekukan kegiatan klub Louvre Surabaya dikarenakan adanya indikasi tim tersebut melakukan match fixing atau pengaturan skor selama bertanding di ASEAN Basketball League (ABL) 2023.
Klub basket ini bertanding sebanyak 14 kali dan hanya mampu mengamankan satu kemenangan saja saat bersua Bangkok Tigers (Thailand), yang berada di dasar klasemen. Louvre Surabaya beberapa kali kalah dengan skor tidak wajar alias skor yang terpaut jauh dari lawan-lawannya.
Menanggapi pembekuan klubnya, Louvre Surabaya menyayangkan langkah yang diambil oleh Perbasi. Mereka menilai pembekuan itu terlalu terburu-buru. Apalagi kasus ini masih dalam tahap investigasi.
“Bagaimana mungkin mereka bisa menerapkan sanksi sementara mereka belum memiliki bukti-bukti valid atas pelanggaran yang dituduhkan? Apalagi hanya karena satu pesan berantai tanpa tahu kebenarannya,” jelas Louvre Surabaya dikutip dari Insta story.
Sebelumnya, pemilik Louvre Erick Herlangga dipanggil oleh PP Perbasi ke GBK Arena, Jakarta untuk dimintai keterangan, Kamis 23 Februari 2023. Ia didampingi kuasa hukum Rinto Wardana.
“Perbasi mencecar kami seperti kami sudah bersalah untuk membuktikan persoalan tuduhan kepada Louvre dari sebuah pesan berantai. Tuduhan ini sangat serius,” demikian keterangan Louvre Surabaya.
“Pada saat yang sama, Perbasi menyerahkan Surat Keputusan yang berisi pembekuan sementara kegiatan Louvre dengan alasan dan pertimbangan, Louvre melakukan pelanggaran kode etik padahal, kami baru didengar keterangan kami dalam pertemuan yang baru saja dihelat," sambungnya.
Ancaman Denda dan Hukuman Berat
Seandainya masalah match fixing ini terbukti, Louvre Surabaya dan rosternya bakal mendapatkan hukuman berat, yaitu denda ratusan juta rupiah dan hukuman seumur hidup.
Sepanjang sekitar enam tahun terakhir, sudah ada dua kasus pengaturan skor yang dibongkar ke publik oleh Perbasi. Semuanya terjadi di liga profesional nasional Indonesia, IBL. Pertama terjadi pada 2017, kasus ini melibatkan sembilan orang, delapan pemain dan satu ofisial dari Siliwangi Bandung.
Awalnya, Perbasi senyap dalam melakukan investigasi mereka. Hukuman mereka atas sembilan sosok ini pun baru resmi diumumkan setelah salah satu pemain terhukum bermain di turnamen Jawa Pos-Honda Pro Tournament.
Kasus kedua pada 2021, tepatnya pengumuman dari IBL dan Perbasi dibuat sebelum musim 2022 dimulai. Kali ini Pacific Caesar Surabaya yang terlibat dalam situasi match fixing. Total ada lima pemain Pacific yang terlibat dan satu mantan pemain Pacific yang terlibat. Mantan pemain Pacific ini berstatus sebagai pemain Bali United Basketball. Match fixing sendiri terjadi saat IBL menggelar musim mereka di dalam "gelembung" (bubble) di Cisarua Bogor pada musim 2021. Serupa dengan pengumuman yang pertama, baik IBL ataupun Perbasi datang memberikan pengumuman setelah investigasi mereka rampung dan komplet. Bahkan, semua pelaku sudah mengakui keterlibatan mereka.
Beda kasus Louvre Surabaya, di sini Perbasi melalui Sekretaris Jenderal mereka, Nirmala Dewi, mengumumkan bahwa mereka masih dalam tahap investigasi, namun klub sudah dibekukan dari segala aktivitasnya.
Advertisement